21

2.1K 256 21
                                    

"Eh Dam, kamu udah tahu belom?"

"Tahu apaan, Ra?" Jawabku sambil meletakkan tas ranselku. Belum juga lima menit aku masuk ke dalam kelas, tapi ketiga temanku itu sudah memberondongku dengan informasi-informasi yang menurut mereka sangat penting, namun bagiku biasa saja.

"Si Niko mau ngadain birthday party besar-besaran loh!" Ira bicara dengan mata membulat penuh.

"Katanya sih di Cafe Starlight yang lagi ngehits itu.." Timpal Lutfi.

Kutatap wajah ketiga temanku itu. "Emangnya cafe itu dimana?" Tanyaku bingung.

"Mangkanya gaul dong, Dam! Jangan mainan boneka terus sama Ken!"

Mataku kontan membulat. "Aku gak main boneka terus sama Ken, Lutfi! Aku sama Ken kadang mewarnai dan menggambar bersama kok!"

"Sama aja itu sih!" Lutfi geleng-geleng.

Kuarahkan wajahku pada meja Niko. Tapi sayangnya, aku tidak melihat dia dan teman-temannya itu. Sepertinya dia lagi sibuk membagikan undangan ke teman-temannya di kelas lain.

"Kalian sudah dapat?"

"Dapet apaan?" Ira menatapku tajam. "Undangan?"

"Kita gak diundang, Dam." Pernyataan Rina membuatku agak sedikit terkejut.

"Bukan cuma kita doang sih, Dam. Tapi kelompoknya si Rara juga gak diundang." Timpal Ira. "Pokoknya yang keliatan miskin gak diundang sama dia."

"Masa sih Niko kayak gitu?"

"Niko sih gak tau ya, tapi pacarnya si uler betina itu yang sok ngatur-ngatur!"

"Ember! Emang ngeselin banget tuh si duo iblis jahanam!" Lutfi kelihatan kesala sekali. "Gak ngundang sih gak papa. Tapi gak usah pake acara ngerendahin juga kali!"

"Mungkin aja Niko belum sempat kasih. Siapa tahu aja nanti. Positif aja dong."

Aku memang merasa aneh pada diriku sendiri. Aku bicara pada teman-temanku, kalau mereka harus bisa menerima meskipun Niko tidak mengundang ke acara ulang tahunnya.

Tapi sebenarnya, aku agak iri juga. Karena dari kecil aku belum pernah sekalipun datang ke acara pesta ulang tahun teman-temanku. Karena memang, tidak ada yang mau bermain denganku.

Pasti pesta ulang tahun Niko nanti berlangsung sangat meriah sekali. Aku tahu siapa dia. Dan aku tahu siapa teman-temannya itu. Tidak mungkin seorang Niko akan merayakan ulang tahunnya dengan cuma tiup lilin dan makan nasi kuning.

Dia keren, ganteng, pintar, dan terkenal. Bahkan dia kini digadang-gadang yang akan menjadi ketua OSIS setelah periode Kak Romeo berakhir.

Aku dan Niko memang sempat dekat. Tapi --- apa iya, dia tidak akan mengundangku juga?

TTTEETTT...!!!

Sampai bel pulang berbunyi, Niko tak memberikan aku kartu undangan. Kami memang sempat saling bertatapan. Namun dia sama sekali tak menyinggung soal pesta ulang tahunnya itu padaku.

Ahhh, sudahlah. Aku sudah tidak mau berharap lagi darinya...

"Yeee, rujak dateng...!!" Ira berteriak histeris saat melihat Lutfi berdiri di muka pintu dengan wajah ditekuk.

"Nih! Jangan nyuruh lagi aku beli rujak disana! Ngantrinya lama banget!"

"Yaudah sih cun, sepele banget!" Ira ketawa-ketiwi. "Piketnya dilanjut nanti!! Cus, kita rujakkan dulu!!"

Aku tersenyum saja melihat tingkah Ira dan teman-temanku yang lainnya. Sikap mereka itu kelihatan santai dan tidak pernah serius, namun mereka selalu bisa mengerjakan semua tugas-tugas sekolah dengan sangat kompak, dan tak pernah ada yang tertinggal.

METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang