"Ken gak diajak sekalian aja, Dam? Nanti kan kita mau makan sekalian.."
Aku mencabut hapeku dari chargeran. "Kan tadi kamu juga udah coba ajak dia.."
Niko mendekati Ken. "Ken mau ikut sama kakak jalan-jalan gak?"
Bukannya menjawab, Ken malah langsung berlari menghampiriku dan berlindung di belakangku.
"Nik, kamu mandi dulu kan?"
"Tapi gue pake baju ini lagi gak papa kan?"
"Yaa, coba aku cari baju punyaku dulu deh.." Jawabku dan Ken sudah kembali naik ke atas kasur.
Seingatku, aku pernah beli kaos berukuran L dan XL. Badanku memang kecil, tapi aku gak suka memakai baju yang ngepas di badan. Karena gerah dan lagi badanku kan gak bagus.
Niko melepas kaosnya di hadapanku. Meski ia memunggungiku, namun baru kali ini aku melihat ---"
"Dam, lo kenapa?" Niko tiba-tiba berbalik. Aku tertegun melihat bulu-bulu halus di dadanya yang terus menyambung hingga ke perut dan ke bagian bawahnya itu. "Dam..?"
"Ini!" Aku menyodorkan kaosku. "Belum pernah aku pakai kok."
Niko mendekatiku. Ia mengeluarkan kaos yang kuberikan padanya dari dalam plastik pembungkus.
"Muat. Tapi ini sih baru..."
"Gak papa. Kamu pakai aja." Semoga aja Niko gak tahu kalau aku sedang gugup sekali saat ini.
"Oke deh. Tunggu ya. Gue gak suka mandi lama-lama kok."
Begitu Niko masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya, aku langsung memberesi kasur dan memeriksa dompetku. Semoga saja nanti aku bisa menemukan tempat tinggal yang nyaman, aman, dan dekat dengan sekolahku.
Sebetulnya aku juga sudah coba browsing sana-sini. Ada beberapa kosan yang tampak bagus dan nyaman sekali dari fotonya. Tapi, begitu datangi ke lokasi langsung -- ternyata sangat tidak sesuai dengan foto dan penjelasannya.
Niko sudah keluar lagi. Dengan kondisi seluruh tubuhnya yang basah, dan celana bokser sepaha yang ia kenakan.
Aku pura-pura memberesi buku dan perlatan menggambar milik Ken dekat televisi. Padahal mataku terus melirik ke arah Niko.
"Ken yakin gak mau ikut? Nanti Kakak beliin es krim deh..."
Ken menggeleng. Ia benar-benar diam membisu sejak kedatangan Niko semalam. Sepertinya anak itu tidak terlalu cepat bisa menerima kehadiran orang lain.
"Siap, Dam?"
Aku mengangguk. "Ken, aku keluar dulu ya. Kalau mau es krim ada di kulkas."
"Dadah, kakak..."
Aku mencium dahi Ken. Aku tidak akan meminta apapun lagi untuk saat ini, selain berdoa agar Ken tidak pergi meninggalkanku.
"Kita kemana dulu nih Dam, enaknya?"
"Ke dekat-dekat sekolah aja dulu deh.."
"Boleh.."
"Selamat pagi, Pak Elwise..."
"Pagi.." Aku membalas salam hangat para staff hotel yang selalu ramah dan baik kepadaku itu.
"Mau jalan-jalan nih, Pak Elwise?"
"Aku mau cari kos-kosan yang dekat dengan sekolah." Saat aku mengatakan ini, kulihat ekspresi mereka agak sedikit berubah.
"Wahh, berarti nanti kami semua akan kehilangan satu anggota keluarga disini.."
"Kalian terlalu berlebihan." Aku membalas. "Kan aku masih di Bogor. Kalaupun nanti aku bosan, aku bisa nginep disini lagi."
"Jangan bosan-bosan ya, Pak Elwise."
KAMU SEDANG MEMBACA
ME
Teen FictionIni adalah ceritaku. Aku yang harus berjuang seorang diri, di dunia yang kata kebanyakkan orang penuh dengan drama, ambisius, pencapaian, pengorbanan, dan air mata. Aku tidak peduli dengan mereka atau siapapun. Karena aku sudah cukup senang dengan d...