24

2.1K 264 29
                                    

"Adam...!!"

Aku menyengir saja saat suara Ira seketika menyambut kedatanganku.

Aku merasa ada yang aneh dengan kondisi tubuhku. Sejak bangun tadi, kepalaku rasanya berat sekali. Dan lagi, aku merasa sedikit tidak nyaman dengan salah satu bagian tubuhku.

"Kamu kenapa, Dam?" Tanya Lutfi.

"Aku gak papa kok.."

Lutfi kembali mengunyah lontong isi sayuran yang dibelinya di depan sekolah. Dia menawariku seperti biasanya. Namun entah kenapa, aku malah mual saat melihat makanan itu.

"Kamu kemaren kemana sih, Dam? Kok pulang duluan gak bilang-bilang?" Tanya Rina.

"Aku ke tempatnya Dandi." Jawabku pelan.

Sekilas aku seperti melihat bayang-bayang kejadian yang rasanya begitu nyata sekali.

"Kamu ke tempatnya Dandi?!!" Ira sampai memelotot. "Mau ngapain coba?!"

"Aku kesana, dan kalian tahu tidak?"

"Ya enggak lah!" Ira memukul meja. Dan itu sungguh membuatku terkejut. "Emangnya kamu kira aku ini punya mata batin apa?"

"Nenek Enin sudah menyiapkan makanan dan minuman untuk kita."

Ekspresi Ira berubah seketika. Begitu juga dengan Rina dan Lutfi. Mereka bertiga kini seperti penasaran sekali dengan apa yang kulakukan semalam di rumahnya Dandi.

"Dandi tidak ada di rumah. Dia pergi dan merayakannya hari lahirnya sendirian."

"Sebetulnya kita juga udah nyiapin kado buat Dandi, Dam." Ujar Rina lirih.

"Iya, Dam." Lutfi menimpali. "Yahh, meskipun gak mahal tapi itu hasil patungan kita bertiga."

"Kenapa kalian tidak kasih?"

Ketiga temanku itu saling melirik. Lalu mereka seperti salah tingkah sendiri.

"Hehe, enggak deh. Makasih. Dandi itu lebih nyeremin dari bokapnya si Lutfi."

"Ohh helooww..!!" Lutfi memelotot pada Ira. "Maksud eloh, nyai?!!"

Aku lihat tas Dandi sudah tergeletak di atas mejanya. Itu artinya dia sudah datang sebelum aku datang.

Niko dan Veronica masuk berbarengan. Aku kadang heran dengan keduanya. Apa mereka tidak bisa membedakan ya, mana lingkungan sekolah dan mana yang bukan?

Dughh..!

"Woii, liat-liat dong kalo jalan!" Veronica sewot saat Dandi melewatinya sambil menyenggolnya entah sengaja atau tidak.

Dandi menghampiri mejaku. Dia menatapku dengan aneh sekali. Belum sempat aku mengatakan apa-apa, dia tiba-tiba pergi menuju mejanya.

"Dasar cowok aneh!" Lutfi ngedumel sendiri.

Tak berapa lama Dandi kembali lagi ke mejaku. Sekarang dia sambil membawa sesuatu juga. Kotak makan rupanya.

"Ada titipan dari nenek." Katanya dengan logat dan wajah kaku sekali.

"Oh iya. Terima kasih."

Aku membuka kotak makan berwarna biru muda itu. Ternyata isinya beberapa potong tiramisu dingin yang kelihatan lezat sekali.

"Kayaknya enak tuh." Ira cengengesan dari bangku belakang.

"Kalian mau?"

"Yaaa -- boleh juga sih.." Lutfi mengedip-ngedipkan matanya pada Ira dan Rina.

"Nanti kita makan bersama ya. Tapi dengan satu syarat."

"Yailah Dam, pake syarat segala sehh...!?"

"Kalian kasih dulu kadonya ke Dandi."

METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang