31

3.5K 289 41
                                    

"Tunggu dulu, Dam.."

Aku agak kaget juga saat Kak Prabu menahan tanganku. Kulihat pintu kontrakkan Om Jonathan masih tertutup, dan lampunya pun sudah dalam keadaan mati. Sepertinya Om Jonathan dan Ken sudah tertidur.

"Iya, kak."

Kak Prabu melepaskan tangannya. Wajahnya kelihatan aneh sekali malam ini.

"Mungkin nanti aku akan ngelanjutin kuliah di Jakarta." Dari eskpresinya, Kak Prabu bicara seperti ada keraguan.

"Bagus dong, kak. Mau dimana kak, rencananya?"

Bukannya menjawab, dia malah menatapku dengan tatapan biasa.

"Kak..."

"Ya..?! Kenapa, Dam?" Kak Prabu seperti salah tingkah. Ia pun mematikan mesin mobilnya. "Yang tadi --- baru pertama kali loh, aku ngeliat kamu ketawa sampai wajahnya merah banget..."

"Iya..." Sahutku malu.

"Aku seneng banget kalo ngeliat kamu bisa ketawa gitu, Dam. Kayaknya kamu tuh lagi bahagia banget..."

"Kak, aku turun dulu ya. Aku enggak enak sama Om Jonathan.."

"Dam..." Kak Prabu menahan tanganku lagi.

Saat aku berbalik, dia pun memakaikan sesuatu di leherku. Dalam kondisi seperti ini, kurasakan deru nafas Kak Prabu yang menerpa pipiku. Wajah kami berdua yang cuma berjarak beberapa senti saja. Membuat jantungku rasanya seperti berhenti sejenak.

"Apa ini, kak?"

"Hadiah." Jawab Kak Prabu sambil memegang kepalaku.

"Hadiah? Tapi kan aku enggak ulang tahun."

"Memangnya hadiah itu cuma diberikan pas ulang tahun doang?!" Kali ini dia memencet hidungku.

"Terima kasih ya, kak. Kalungnya akan kupakai terus."

"Asal jangan dijual aja loh. Soalnya itu -- limited edition."

"Pasti mahal ya, kak?!"

"Rahasia...!" Kak Prabu mengacak rambutku lagi. "Udah sana turun. Terus, jangan lupa mandi dan tidurnya jangan malem-malem."

"Oke. Terima kasih ya, kak."

Cup!

Brakkk...!

Aku diam mematung sejenak. Otakku kini sedang bekerja keras. Mengingat apa yang baru saja kulakukan, sebelum aku turun dari dalam mobil Kak Prabu.

Aku masih diam saat telingaku menangkap suara mesin mobil Kak Prabu yang mulai menyala, lalu perlahan menjauh.

Semoga saja aku salah. Yang tadi itu --- aku tidak benar-benar mencium pipi Kak Prabu.

Cklek.

Aku baru akan memegang gagang pintu, namun pintu di hadapanku sudah terbuka.

"Baru pulang, Dam?" Om Jonathan menyambutku. Dia belum tertidur rupanya.

"Iya, om. Maaf kalau aku pulangnya agak telat."

Om Jonathan mengambilkanku segelas air dan membawakanku sebungkus ketoprak yang masih terbungkus rapih.

"Tadinya Ken mau menunggu kamu, tapi dia sudah tidak sabar. Mengantuk katanya."

Aku juga keluarkan tiga bungkus sup buah, dan tiga bungkus nasi padang.

"Kamu mandi dulu sana, Dam." Kata Om Jonathan sambil meremas bahuku pelan.

Kukira Om Jonathan akan marah padaku. Sebab, sekilas tadi aku sempat melihat ekspresi wajahnya yang seperti tidak suka dengan kedatanganku yang terlambat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang