Kenyang...!
Itu adalah kata pertama yang keluar dari mulutku, setelah menghabiskan empat piring nasi uduk, dan dua potong ayam bakar dengan bumbu kacang yang sangat nampol rasanya.
"Gak dibungkus, mas?"
Aku menggeleng pelan sambil menepuk perutku. Meski aku baru dua kali datang dan makan di warung tenda ini, tapi para pelayan itu seperti sudah mengenalku baik.
"Gak nyesel toh mas? Nanti malem kalo tiba-tiba laper gimana?"
Aku angkat bahu. Andai aja pelayan yang sejak tadi terus mengajakku bicara itu ganteng, pasti udah aku ladeni balik. Tapi sayang, dia bukan tipeku. Hhihii.
"Gak usah bohong gak ada kembalian, itu udah banyak uangnya.."
Seperti yang kubilang tadi. Aku baru dua kali makan di warung tenda ini, tapi mereka tidak curiga sedikitpun saat aku sampai melongok dan berdiri di dekat laci penyimpanan uang mereka.
"Kirain mau bayar pake dollar lagi." Kali ini pelayan lainnya yang meledekku.
"Hujan terus ya..." Gumamku.
"Ya namanya juga kota hujan, mas. Ya pasti hujan terus." Orang gendut berkulit sawo matang yang kutebak adalah pemilik warung tenda ini, menanggapiku. "Wong musim panas aja, sorenya selalu hujan. Apalagi sekarang yang musim hujan. Bisa-bisa dari malem ketemu malem lagi, ujan terus.."
Aku tersenyum mendengarnya.
Mungkin bagi sebagian orang, ada yang tidak suka dengan hujan. Karena hujan genangan air jadi ada dimana-mana. Selain itu antrian kendaraan pun jadi ikutan mengular.
Tapi tidak denganku. Aku, suka sekali dengan hujan. Keputusanku untuk meneruskan sekolah di kota hujan ini, bukan tanpa pertimbangan ini itu. Bogor memang tidak seluas Jakarta dan Bandung. Tapi Bogor masih memiliki udara dan suasana yang menyenangkan.
Tiap pagi aku buka tirai jendela kamar, mataku sudah dihibur oleh hijaunya kebun raya. Begitu aku keluar pun, hawa dingin dan segar langsung mengisi paru-paruku.
Aku sudah cukup puas menikmati hingar bingar dan padatnya ibu kota. Aku butuh sesuatu yang beda. Sesuatu yang selama ini bisa selalu membuat hatiku bernyanyi riang.
"Mas, ini kembaliannya --- awas jangan bengong. Nanti kesambet.."
Aku tersadar seketika. Aku jadi malu sendiri dengan mereka yang selalu bersikap baik dan ramah padaku.
"Makasih ya." Ucapku sebelum pergi.
"Besok dateng lagi, mas!"
Aku mengangguk, padahal aku belum tentu akan datang lagi. Nasi uduk dan ayam bakar yang mereka jual, aku akui sangat enak rasanya. Tapi, kalau setiap malam aku selalu makan itu rasanya kan bosan juga.
Aku berjalan kaki sedikit menuju McDonald's. Karena tiba-tiba saja mulutku ingin mengunyah sesuatu yang manis. Mcflurry Choco dan fanta float sepertinya.
Aku baru akan menyeberang, kulihat ada satu sosok anak kecil mengenakan jas hujan kuning, sepatu bot hitam, dan payung transparan yang dibawanya dalam keadaan menutup. Kupikir anak itu adalah pengunjung yang datang dengan keluarganya. Tapi sampai aku selesai membeli dan keluar dari dalam McD, anak itu masih saja berdiri sambil sesekali memperhatikan ke dalam.
Tinggiku cuma 170 senti. Tapi tinggi anak itu tidak lebih tinggi dari pinggangku. Aku tidak tahu pasti berapa umurnya. Tapi sekilas kulihat, wajahnya terlihat sangat sedih dan lesu sekali.
"Mau es krim?" Tanyaku sambil menyodorkan bungkusan yang baru saja kubeli.
Mata anak itu bulat dan jernih sekali. Dia menatapku agak takut-takut.
Tapi mustahil, wajahku yang polos ini terlihat menyeramkan dan mencurigakan.
"Ambilah. Aku sudah capek dan ngantuk. Aku mau tidur."
Dia mengambil bungkusanku juga. Tangannya kecil dan putih sekali. Bibirnya juga mungil sekali. Tapi aku masih belum tahu apakah anak ini, cewek atau cowok.
"Sudah ya, aku mau pulang."
Anak itu tidak memperhatikanku. Rupanya dia sudah duduk di dekat mobil-mobil yang terparkir, sambil menikmati mcflurry choco yang seharusnya kunikmati setelah mandi nanti.
Kuberhentikan sebuah angkot. "Lewat Hotel Salak, pak?"
"Lewat, dek."
Aku pun naik ke dalam angkot yang cuma berisikan beberapa penumpang saja. Sebelum angkot hijau ini jalan, mataku masih melihat kalau anak kecil itu masih asyik menikmati es krimnya sendirian.
"Selamat malam..."
"Malam..." Sahutku pada security hotel yang selalu bersikap ramah padaku itu.
Aku menuju bagian front office. Sayang, bukan cowok bermata sipit dan berpipi tirus itu lagi yang berjaga. Mungkin sudah pergantian shift, dan orang itu sudah pulang ke rumahnya.
"Aku mau memperpanjang waktu nginap lagi dong."
"Dengan senang hati, Pak Elwise."
Aku perhatikan petugas hotel yang sedang melayaniku saat ini. Wajahnya tampak selalu terlihat tersenyum bahagia, meski saat ini jam sudah menunjukkan pukul 21.30.
"Untuk tiga hari ke depan, kami sudah memotongnya dari deposit, bapak."
"Oke. Terima kasih."
"Kembali kasih, Pak Elwise. Kalau membutuhkan sesuatu, jangan ragu untuk menghubungi kami selalu."
Rencananya sih malam ini aku harus tidur cepat, karena besok aku akan menghadapi hari penting yang mungkin saja akan sangat menyibukkan.
"Aku pulang..." Ucapku setelah membuka pintu kamarku, dan melepas sepatu kets putih kesukaanku.
'Bagaimana jalan-jalannya tadi, sayang?'
Sebelum menjawab pertanyaa orang yang paling kucintai itu, kucium dahulu pipinya yang hangat dan tampak kemerahan.
"Hujan dan basah dimana-mana, mah.."
'Sebaiknya kamu jangan tidur terlalu malam...'
"Papah sendiri tidurnya selalu larut kan?"
Ia menatapku dengan mata elangnya yang tajam dan cemerlang. Kuhampiri ia, dan kupeluk erat tubuhnya.
"Sudah sampai mana tulisannya, pah?"
'Anak kecil tidak boleh tahu.'
Satu hal yang tidak pernah kusuka dari papah adalah ia yang selalu menganggapku sebagai anak kecil yang lemah, dan tidak tahu apa-apa.
"Aku tidur duluan ya..." Kukatakan itu sambil menatap wajah keduanya dengan perasaan damai. "Seandainya saja Tuhan mengirim kalian kembali ke dunia ini..."
'Selamat tidur, sayang...'
'Jangan lupa, kalau besok kamu akan menghadapi hari yang sangat penting. Semangat, anak Papah...!'
"Selamat tidur papah -- selamat tidur mamah. Meskipun kalian bukan orang tua kandungku, aku akan tetap mencintai kalian sampai aku menyusul kelak..."
######
KAMU SEDANG MEMBACA
ME
Teen FictionIni adalah ceritaku. Aku yang harus berjuang seorang diri, di dunia yang kata kebanyakkan orang penuh dengan drama, ambisius, pencapaian, pengorbanan, dan air mata. Aku tidak peduli dengan mereka atau siapapun. Karena aku sudah cukup senang dengan d...