"Ayo dong, Dam. Masa gitu aja gak mau sih..?"
Ira terus menarikku. Memaksaku untuk ikut makan bakso di kedai belakang sekolah.
"Tempatnya bersih kok, Dam. Pokoknya gak kotor dan jijik deh.." Lutfi ikut meyakinkanku.
"Aku bukannya gak mau, Ira. Tapi aku sudah janji sama Ken, kalau aku akan mengajaknya ke Botani sekarang."
"Yahh ---" Ira kelihatan kecewa.
"Sekarang kalian makan aja bertiga. Besok aku ikut, dan aku yang akan bayarin kalian."
"Yes!!" Ira dan Lutfi berhigh-five antusias sekali.
"Sudah ya. Aku pulang duluan."
"Hati-hati ya, Dam." Pesan Rina padaku.
Aku sudah tidak sabar rasanya ingin segera mengajak Ken jalan-jalan. Membelikannya baju dan sepatu baru. Dan juga mainan-mainan untuknya. Pasti Ken akan senang sekali dan tidak bersedih lagi pastinya.
"Dam..!"
Aku menoleh ke arah sumber suara itu. Ternyata Kak Prabu yang memanggilku.
Sebelum dia menghampiriku, aku yang bergegas menghampirinya.
"Ada apa, kak?"
"Kamu udah tahu kalau besok sekolah kita akan mengikuti lomba masak?"
Aku menggeleng. Karena memang aku belum tahu sedikitpun tentang perlombaan itu.
"Kak Prabu juga ikutan?"
Dia menggeleng. "Anak-anak kelas dua belas udah gak boleh ikutan, Dam. Tapi aku sama yang lainnya tetep mau kesana buat kasih support."
Aku nyaris saja lupa, kalau aku ini kan sekolah di sekolah kejuruan. Karena sejak mengenal Romeo, aku hanya tahu kalau sekolah ini hanya mengirimkan murid-muridnya untuk kompetisi seperti basket dan futsal.
"Kenapa, Dam? Kamu gak bisa ya?"
"Sebenarnya hari ini Lutfi, Ira sama Rina mengajakku makan bakso, tapi aku gak bisa karena aku sudah janji sama Ken mau ke Botani."
"Ken..?"
Aku mengangguk. "Kentaro. Dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri."
"Jadi dia masih kecil ya?"
"Nanti akan kukenalkan dia sama Kak Prabu."
Kak Prabu tersenyum. Memperlihatkan deretan giginya yang putih cemerlang. Senyum yang aman menawan dan keren.
"Jadi...?"
"Kalau aku ajak teman-temanku juga boleh?"
"Boleh banget, Dam. Soalnya tahun berikutnya kan giliran angkatan kamu yang ikut dalam setiap kompetisi memasak mewakili sekolah."
Ponselku berdering beberapa kali. Dengan sangat terpaksa aku menjawabnya. Kukira yang meneleponku itu Ken. Tapi ternyata bukan.
"Kaki palsu untuk Om Jonathan sudah siap? Syukurlah. Kalau begitu, besok aku tunggu di --- sekolah. Terima kasih ya..."
Perasaanku senang sekali saat mendengar kabar itu. Setidaknya satu masalah lagi yang berhasil kubereskan.
Mulai besok, Om Jonathan sudah bisa berjalan dengan sempurna. Dan aku bisa membayangkan betapa senang dan gembiranya saat Kentaro diajak jalan-jalan oleh Om Jonathan.
"Haloo.."
Aku terhenyak. Kudapati wajah Kak Prabu yang terheran-heran melihat wajahku.
"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ME
Teen FictionIni adalah ceritaku. Aku yang harus berjuang seorang diri, di dunia yang kata kebanyakkan orang penuh dengan drama, ambisius, pencapaian, pengorbanan, dan air mata. Aku tidak peduli dengan mereka atau siapapun. Karena aku sudah cukup senang dengan d...