Don't Hide Again

2.3K 275 9
                                    

Pertemuan itu tidak terencana. Tapi perasaan itu tulus apa adanya.

Tolong jangan bersembunyi lagi. Kita bisa jika bersama.

. . .

Suara hujan masih terdengar sekalipun dirinya sudah berada di dalam kafe. Kafe kecil yang sebenarnya sering ramai ini. Jeon Jungkook baru pertama kali ke sini, iseng belaka setelah sering mendengar rekomendasi teman-temannya bahwa cappuccino di kafe ini enak. Ya, hanya itu.

Dan tak menyangka bahwa cuaca mendukungnya. Di perjalanan pulang, hujan datang membasahi tanah. Maka membuat Jungkook harus singgah jika tidak mau ke esokan harinya sakit dan semuanya menjadi kacau tidak teratur. Tidak bisa. Dia benci itu.

"Satu cappuccino, Tuan. Selamat menikmati!" ujar pelayan yang baru datang, Jungkook menerimanya dengan senyum manisnya: memperlihatkan deretan giginya yang menjadikannya mirip dengan sosok kelinci.

"Ah, ya, ada note kecil untukmu, Tuan," jelas pelayan itu lagi sebelum benar-benar pergi.

Jungkook menerimanya dengan ekspresi terkejut—tak menduga sebelumnya. Note itu berupa potongan kertas kecil dan ada sebuah tulisan tangan di sana.

Selamat menikmatinya. Ayo kita bertemu setelah kafe tutup—itu setengah jam lagi.

Membaca isi note itu lantas menjadikan Jungkook terheran-heran. Ingin bertanya siapa pengirimnya pada pelayan yang memberikan namun pelayan tersebut sudah kembali sibuk. Jungkook enggan atau tepatnya merasa malu untuk memanggilnya. Lebih memilih melihat ke arah sekitarnya, tidak ada tanda-tanda seseorang yang memberi note ini padanya.

Siapa gerangan? Jika pelayan barusan pun Jungkook merasa tidak mengenalnya. Dua puluh enam tahun, dan Jungkook tak pernah mendapat perlakuan seperti ini. Pegang itu.

Dan dia pun berpikir sepertinya dia harus menuruti kemauan pengirim note ini. Meski jantungnya mulai berdebar tidak karuan—kepalang penasaran dan tak sabar ingin bertemu dengan pengirimnya.

"Taehyung Hyung?"

Di samping kafe ini ada sebuah gang kecil. Kalau tidak salah gang menuju bagian belakang kafe dan sisanya hanya tembok pembatas. Jungkook menunggu selama lima menit dengan udara yang semakin mencekik dirinya. Tak menyangka dengan pemandangan yang ada di depannya saat ini. Wajahnya memanas, sneyumnya melebar dan Jungkook segera menutupnya dengan sebelah tangan.

Orang di hadapannya hanya tersenyum lebar. Menghampirinya dengan kantong karton yang sepertinya terisi penuh.

"Masih ingat denganku rupanya."

"Tentu saja!"

Terlihat jelas bahwa Jungkook tidak bisa menyembunyikan perasaannya saat ini. Mereka saling berhadapan dengan jarak kurang dari setengah meter. Tinggi Taehyung beberapa senti lebih dari Jungkook. Mata mereka saling bertatapan dengan debaran yang tidak mereka saling ketahui satu sama lain.

--

Hujan masih turun dengan rintiknya. Suaranya tersenyapkan ruang kamar ini. Dengan kasur berukuran sedang di atas lantai berlapis semi-kayu. Sehelai selimut tebal menyelimuti tubuh tak berbusana dengan suasana remang—hanya ada cahaya dari lampu jalanan yang kepalang terang.

"Yang barusan itu luar biasa." Taehyung yang pertama kali bersuara setelah beberapa saat hening.

Jungkook yang sedari tadi mengintip di balik selimut segera menutup matanya dengan selimut. Suara erangannya menjadi pengundang tawa sendiri bagi yang lebih tua. Andai orang yang tertawa itu tahu bahwa tawanya adalah hal terfavorit bagi Jungkook dari dulu hingga saat ini.

kth ♡ jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang