Prolog

3.4K 329 347
                                    

Love Is Music (ketika musik mempertemukan kita)

🍁🍁🍁

Melody

Kamu adalah rangkaian nada-nada yang mengalun membentuk irama musikku.

Gitar

Kamu mengingatkanku pada dia yang telah mengenalkanku kepada dunia musik.

🍁🍁🍁


Sorak gembira terdengar ramai di sepanjang koridor. Ketika lima anak laki-laki berjalan di sana. Mereka merupakan anggota band Axellez dari ekstrakulikuler SMA Kencana Bakti yang lagi-lagi memenangkan peringkat pertama lomba seni antar sekolah.

Yang memegang piala bernama Gitar Exel Julian, sang vokalis sekaligus pendiri band tersebut. Di samping kirinya ada Marvel Varen Raffertha, gitaris pertama di band tersebut. Permainan gitarnya sudah tidak diragukan lagi. Di samping kanannya ada Derby Adalan, sang drummer Axellez. Di belakang mereka ada Radmilo, pemain gitaris juga seperti Marvel. Dan di samping Milo bernama Tristan Emery, sebagai keyboardist. Mereka bisa seperti itu karena hasil didik dari sang pelatih, Kaiden Pramudya. Namun sekarang Kaiden tidak ikut andil dalam kebahagiaan mereka. Cowok berusia 22 tahun itu sibuk mengurusi study-nya. Setelah mengantarkan mereka lomba, Kaiden kembali ke kampusnya.

Merasa bangga? Tentu saja. Sudah setiap tahunnya mereka mengharumkan nama baik sekolah. Dan mungkin ini terakhir kalinya mereka mengikuti lomba. Sebab, anak kelas 12 beberapa bulan lagi harus mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian.

Mereka berjalan dengan gaya cool masing-masing. Dilengkapi dengan senyuman hangat di wajah mereka. Ucapan selamat atas kesuksesannya mereka dapatkan dari para adik kelas. Karena mereka sedang berjalan di koridor kelas sebelas. Bahkan tidak jarang siswa-siswi tersebut mengabadikan momen itu.

"Oh my god, mereka menang lagi. Gue seneng banget. Suaranya Kak Gitar, tuh, bener-bener merdu. Pantes aja dapet juara pertama lagi!" Gadis rambut sebahu itu berteriak histeris. Sudah lama dirinya mengidolakan band tersebut. Tak menyesal dirinya bersekolah di sini.

Sudah lama dirinya menjadi stalker band itu. Mulai dari mem-follow akun
Instagramnya. Mengoleksi semua video yang mereka unggah di akun youtube. Bahkan menyimpan beberapa foto mereka yang dipotretnya diam-diam saat mereka manggung.

"Gue harus mengabadikan momen ini, nih." Gadis itu mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya, mulai memotret beberapa foto.

"Nih, Mel, bagus banget, kan?" Gadis itu menunjukkan hasil fotonya kepada sahabatnya.

"Apaan sih, Will. Alay tau nggak?"

Teman gadis itu hanya melihatnya sekilas. Mendorong kembali ponsel tersebut pada pemiliknya.

"Yeh Melody. Alay dari mana, sih? Orang ini foto kakak kelas kita yang cakep-cakep kok. Apa lagi kak Gitar. Gantengnya minta ampun."

Gadis yang bernama Melody itu mengabaikan ucapan sahabatnya. Dia sama sekali tidak minat melihat foto di ponsel temannya itu.

"Astaga, sebentar lagi mereka lewat sini, Mel." Gadis itu mengguncang lengan Melody dengan sikutnya.

"Terus gue harus ngapain, Willo?"

"Ck, ya ngasih selamat lah. Pakek nanya lagi." Willona berdecak mendengarkan ucapan sahabatnya itu.

Deru langkah kaki terdengar, rupanya mereka sudah dekat. Lima anggota band itu mengulas senyum kepada semua orang yang memberi ucapan selamat.

"Congratulations ya, kakak-kakak." Willona mengucapkan selamat pada mereka yang kebetulan melewati kelasnya. Dengan wajah semringah, gadis itu mengulurkan tangannya di depan, berharap salah satu dari mereka ada yang menerimanya.

"Makasih."

Sebenarnya yang gadis itu harapkan yang menjabat tangannya adalah Gitar. Namun ternyata karena keempat anggota lainnya hanya memandangi tangan Willona yang melayang, jadi Marvel yang menerimanya. Cowok pemain gitar itu memang beda dari yang lainnya. Sangat ramah bila ditegur sapa oleh adik kelasnya.

Seusai lepas berjabat tangan, Willona kembali mengguncang lengan Melody. Berharap sahabatnya itu melakukan hal yang sama sepertinya. Namun Melody hanya diam di depan pintu sambil memperhatikan kelima kakak kelasnya itu. Tanpa minat mengumbar senyum atau pun mengucapkan kata selamat.

Kelima cowok itu hanya memandang Melody sekilas, lalu melanjutkan kembali langkah kaki mereka.

Melihat kepergian kakak kelasnya itu, Willona melipat tangannya di dada. Memandang sahabatnya penuh arti. "Lo gimana, sih, Mel? Udah gue kode juga. Harusnya lo juga ngucapin selamat ke mereka. Karena mereka udah mengharumkan nama baik sekolah kita. Eh, lo malah diem-diem aja."

"Ogah banget gue ngucapin selamat sama mereka. Apalagi sama si vokalisnya yang sombongnya kebangetan itu."

"Namanya kak Gitar, Mel."

"Gak usah diperjelas!" tegas Melody.

"Ya ... gimana gak sombong, Mel. Suaranya aja suara emas. Fans-nya aja di mana-mana." Willona akui, Gitar memang sedikit sombong. Jika tidak dalam rangka sehabis memenangkan lomba seperti ini, di hari biasa Gitar jarang membalas senyum adik kelas yang menyapanya.

"Suara gue juga gak kalah bagus, kok."

"Bagus dari mana, Mel? Suara lo kayak kaleng rombeng tau nggak?!"

"Enak aja. Suara gue suara perak tau!" Melody masuk ke dalam kelas. Tak ingin memperpanjang perbincangannya dengan Willona. Mengingat sebentar lagi bel masuk berbunyi.

"Suara perak kayak gimana?"

Pertanyaan itu menggantung di pikiran Willona. Gadis itu menyusul sahabatnya masuk ke dalam kelas, ketika mendengar bel masuk berbunyi.


TBC

Pendek ya? Namanya juga prolog. Hanya sebagai pembuka aja.

Gimana prolognya?

Lanjut?

Tunggu part 1 nya oke.

Maaf kalo nanti ada salah-salah kata. Jujur, author sama sekali tidak tahu tentang dunia musik. Tapi mencintai dunia musik. Karena biasanya kita mengekspetasikan suasana hati lewat sebuah lagu.

Love Is Music Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang