Hi, selamat membaca, semoga jatuh cinta.
***Syifa sudah tidak tahan lagi. Suara bel yang semula ia abaikan itu, lama-lama terus berbunyi dengan semakin sering. Dan tersangkanya tentu adalah Rizky, memang siapa lagi? Cowok itu pasti sudah gila.
Syifa pun bangkit dari ranjangnya, mengucek kedua matanya sebelum akhirnya berjalan sempoyongan menuju ruang tamu.
Padahal Syifa sudah pernah berpesan, sering kali berpesan kepada cowok itu supaya membawa kunci cadangan saat hendak pergi, tapi cowok satu itu memang sangat keterlaluan. Selalu menyusahkan .
Syifa membuka pintu, terlonjak kaget saat tubuh itu tiba-tiba ambruk tepat di hadapan kakinya.
"Rizky!"
Syifa langsung berjongkok, ia menepuk-nepuk pundak Rizky, berniat menyadarkan cowok itu. Rizky memang sering pulang dalam keadaan mabuk, tapi tidak pernah sampai separah ini.
Biasanya cowok itu pulang dengan mata yang memerah, rambutnya yang berantakan, begitu juga dengan jalannya yang sempyongan, khas orang yang sudah terpengaruh alkohol. Tidak seperti sekarang ini. Sepertinya Rizky terlalu banyak minum malam ini sehingga ia pulang dalam keadaan yang setengah tidak sadakan diri.
"Rizky bangun, Ky. Tolong jangan nyusain aku, kamu berat, ayo bangun"
Syifa tidak mungkin memapah apalagi menggendong Rizky, mengingat ukuran tubuhnya yang terlalu kecil dibanding tubuh atletis Rizky yang menjulang tinggi. Syifa tidak akan kuat, ia juga tidak ingin buang-buang tenaga dengar terlalu memaksakan kemampuannya.
"Ky"
Syifa mulai kesal, ia membalikkan tubuh tubuh Rizky, berniat nenampar atau menyiram wajah lelaki itu dengan air supaya ia cepat sadar. Namun apa yang dilihatnya benar-benar membuat jantung Syifa seakan berhenti berdetak detik itu juga.
Wajah itu sudah sangat dingin dan pucat, rahang dan kedua pipinya memar parah. Namun bukan itu yang membuat Syifa terkejut, melainkan kaus putih rizky yang penuh akan bekas darah.
Dan ketika syifa menyikap kaus yang dikenakan cowok itu, Syifa merasa dunianya nyaris berhenti berputar.
Air matanya menetes, jatuh begitu saja membasahi kedua pipinya.
Tidak ada yang mampu lagi Syifa ucapkan selain,
"Rizky... bangun.."
***
Syifa duduk terdiam di kursi tunggu, dengan jari-jari tangannya yang saling meremas satu sama lainnya. Koridor rumah sakit pada pukul dua pagi sangat sepi, nyaris tidak ada aktivitas, mungkin hanya Syifa satu-satunya orang yang berada di luar.
Syifa masih menangis, untuk alasan yang tidak ia ketahui. Air matanya seolah jatuh tanpa aba-aba saat ia melihat kondisi Rizky, dan terus terjatuh saat memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi.
Bagaimana kalau cowok itu meninggal?
Ia memang membenci Rizky, menginkan supaya cowok itu enyah dari sisinya, tapi tidak dengan cara yang seperti ini, terlalu tragis. Biar bagaimana pun juga cowok itu tetaplah suaminya. Suka atau tak suka, mengakui atau tidak mengakui Rizky tetap suaminya, mereka sudah terikat oleh status yang tidak mudah untuk dihapuskan begitu saja.
Di saat seperti ini, Syifa jadi mengingat akan hari itu, hari yang tidak pernah dibayang oleh syifa jika hari itu akan terjadi, hari pernikannya dengan Rizky.
Syifa yang sedang berdiri di depan gerbang sekolahnya itu bingung saat tiba-tiba orangtuanya menghamipiri, padahal sebelumnya orangtuanya jarang sekali menjemputnya. Papanya sibuk dan mamanya tidak pernah membawa mobul sendiri, selalu sopir atau terkadang kakaknya lah yang mengantar jemput Syifa.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑀𝒶𝓇𝓇𝓎𝒾𝓃𝑔 𝒲𝒾𝓉𝒽 𝒯𝒽𝑒 𝐵𝒶𝒹 𝐵𝑜𝓎 (1)
Fiksi RemajaIni tentang Rizky Delana, sang Bad boy yang paling disegani di sekolahnya. Minum, tawuran, rokok dan perempuan, seolah tidak pernah lepas dari cowok itu. Meskipun sikapnya dingin, cuek , dan juga kasar, namun cowok itu tetap idola. Penampilannya y...