26. Happy our first anniversary

7K 652 160
                                    


***

SEPASANG kelopak mata Syifa terbuka dengan begitu saja saat mendengar suara pintu diketuk. Gadis itu buru-buru bangun dari posisinya, sempat melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul tiga pagi.

Apakah barusan memang ketukan pintu? Atau lagi-lagi imajinasinya seperti beberapa ja yang lalu? Rasa khawatirnya yang terlalu lebih pada cowok itu membuatnya terus berimajinasi.

Syifa mengusap wajahnya yang masih setengah sembab, ternyata terlalu banyak menangis telah membuat kedua matanya terasa bengkak.

Tak selang lama, Syifa mendengar suara ketukan itu lagi. Dengan cepat, Syifa pun beranjak dari tempatnya, berjalan cepat menuju ruang tamu.

Syifa kemudian membuka pintu, mendapati Rizky yang berdiri di baliknya, cowok yang masih mengenakan seragam sekolah, jaket juga menggendong ransel pada sebelah bahu itu kini tengah menatap ke arahnya dengan tatapan yang sudah lama tak ia jumpai, tatapan datar, dingin, sangat tidak bersahabat.

"Ky.. k-kamu dari mana aja?" tanya Syifa, khawatir.

Namun yang diajak bicara hanya terdiam, tidak menunjukan ekspresi apapun.

"Ky .. kamu udah makan? Mau aku buatin makanan?"

Meskipun masih tidak menjawab, namun cowok itu menggelengkan kepala.

"M-mau aku bikinin teh?" Syifa menawari lagi, ia yakin berkendara pada dini hari seperti sekarang ini pasti rasanya akan sangat dingin. Ia yang berada di dalam rumah saja merasakan dingin hingga menembus tulang hanya karna tidak bisa meringkuk di atas kasur, apalagi cowok itu yang jelas-jelas menerobos angin malam?

"Nggak usah brisik! gue capek Syif! " ucap Rizky dengan nada bicaranya yang tinggi, persis seperti membentak. Raut tak bersahabat yang ditunjukan oleh cowok itu makin membuat Syifa merasa takut, juga merasakan ngilu di dalam dada.

"M-maaf..."

***

Setelah sepuluh menit sejak cowok itu naik ke atas, barulah Syifa mengikuti. Ia masuk ke dalam kamar dan menjumpai Rizky yang sudah terlelap di atas ranjang, tanpa melepas sepatu apalagi mengganti seragam. Hanya jaket hitamnya yang cowok itu lepas dan kemudian lemparkan dengan sebarang ke lantai.

Syifa mendekat, duduk di salah satu ujung ranjang , melepas sepasang sepatu yang masih dikenakan oleh Rizky. Barulah setelahnya, Syifa menyelimuti tubuh cowok itu hingga sebatas leher.

Sekarang, Syifa rasa ia mengerti apa arti dari ucapan sang mama bertahun-tahun silam, ucapan sang mama saat keadaan keluarga mereka sedang tidak harmonis, saat perusahaan milik papanya hampir bangkrut dan papanya selalu pulang dalam keadaan marah-marah. Mamanya pernah berkata, jika dalam suatu hubungan harus ada yang mengalah ketika salah satunya salah, jika dalam suatu pernikahan, harus ada yang bersabar ketika salah satu dari keduanya marah.

Masalah tidak akan pernah selesai dengan amarah, dan amarah tidak akan pernah padam jika dibalas dengan amarah yang sama.

Rizky membentaknya, dan bohong jika itu tidak menyakiti hatinya. Namun Syifa mencoba meyakini satu hal, jika segala sesuatu terjadi karna suatu alasan. Jika mungkin saja Rizky sedang memiliki masalah, dan marah adalah satu-satunya hal yang bisa cowok itu lakukan untuk melampiaskan segala beban.

Syifa menatap lekat wajah Rizky yang tengah terpejam damai itu, mengelus sebelah pipinya, seraya tersenyum penuh arti.

Beberapa hari ke belakang, cowok itu berhasil membuat warna baru untuk hari-harinya. Sesuatu yang meyakinkan dirinya jika ia memang sudah terlalu jatuh pada Rizky.

 𝑀𝒶𝓇𝓇𝓎𝒾𝓃𝑔 𝒲𝒾𝓉𝒽 𝒯𝒽𝑒 𝐵𝒶𝒹 𝐵𝑜𝓎 (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang