MWTBB 29

6.7K 501 114
                                    


***

SUARA kicauan burung sekaligus silaunya pantulan sinar matahari yang menyusup melalui celah-celah ventilasi membuat Syifa mulai terusik.

Sepasang kelopak matanya yang bengkak sebab menangis semalaman itu lamat-lamat terbuka.

Yang pertama Syifa rasakan setelah sepasang bola mata terbuka dengan sempurna tidak jauh berbeda dengan semalam. Rasa sakit dan juga sesak di dalam dadanya itu tak kunjung redam, malah diperburuk dengan kondisi kepalanya yang kini terasa pusing, sangat berat.

Rizky. Syifa kehilangan kata-kata untuk menggambarkan bagaimana perasaannya terhadap cowok itu setelah kejadian semalam. Meskipun ia tahu jika sebelum-sebelumnya selalu ada alasan kuat dibalik segala tindakan cowok itu, namun kali ini Syifa rasa ia gagal memahaminya. Ia tidak bisa memikirkan alasan positif apa yang membuat Rizky melakukan hal yang diluar batas bersama Rani.

Syifa bangkit dari ranjang, setelah sebelumnya menyapu kristal yang memenuhi kelopak mata.

Mengingat apa yang dilakukan oleh Rizky semalam kembali membuat emosionalnya meningkat.

Cemburu, marah, kecewa, semua bercampur menjadi satu.

Ponsel yang Syifa letakan di atas nakas itu tiba-tiba berbunyi, menandakan panggilan masuk.

Syifa meraihnya dengan tidak bersemangat, namun pada akhirnya nama yang berkedip pada layar ponselnya itu membuat jantung Syifa berdegup dengan cepat.

Rizky is calling

Rasanya begitu membingungkan bagi Syifa.

Di satu sisi rasa kecewa membuatnya ia belum ingin bicara dengan Rizky, namun di sisi lain ia juga penasaran dengan apa yang hendak cowok itu katakan.

Memangnya apa yang akan cowok itu katakan setelah kejadian semalam?

Permintaan maaf?
Penjelasan?
Atau sesuatu yang tidak akan pernah ia duga?

Syifa menghela napas kasar, menyentuh icon hijau lalu menggigit bibirnya kuat.

Air mata Syifa mulai berjatuhan bahkan sebelum suara dari seberang terdengar.

"Nanti malem kita jalan, gue mau ngomong sesuatu sama lo"

Tidak ada sapaan, cowok itu langsung to the point seperti biasanya.

Syifa tidak tahu harus mengartikan ucapan cowok itu sebagai ajakan atau sebuah perintah, namun apapun itu Syifa sulit untuk menjawabnya.

Bicara dengan cowok itu saja ia belum siap apalagi bertemu dan saling bertatap mata?

Syifa hanya terdiam, bahkan hingga tiga puluh detik setelah cowok itu bicara ia masih saja diam, menahan isak.

Entah Rizky di seberang sana mendengarnya atau tidak.

Baru setelah Syifa berkata "Ya", panggilan itu pun diakhiri.

***

"Syifa, kamu sakit sayang?"

Syifa yang baru tiba di meja makan itu langsung mendapat pertanyaan, bahkan sebelum ia duduk. Raut wajah papanya yang biasanya tampak tegas, kini tampak melunak, menunjukan kekhawatiran.

Syifa tersenyum tipis, untuk beberapa saat dadanya menghangat sebelum akhirnya rasa sakit itu kembali mendominasi. "Enggak kok Pa..."

"Tapi kamu pucat sekali loh sayang, kita ke dokter ya?"

Kali ini giliran mamanya yang bertanya. Dan sama dengan papa, mamanya juga tampak khawatir sekarang.

Syifa menggelengkan kepala, sudah pasti ia akan menolak ajakan mamanya karena ia sendiri sangat tidak suka dengan suasana rumah sakit. Dan soal wajahnya, Syifa tidak sempat melihat kaca sebelum turun. Sengaja, karena ia ingin melihat betapa menyedihkannya dirinya saat ini.

 𝑀𝒶𝓇𝓇𝓎𝒾𝓃𝑔 𝒲𝒾𝓉𝒽 𝒯𝒽𝑒 𝐵𝒶𝒹 𝐵𝑜𝓎 (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang