***SUASANA ruangan bernuansa pink itu sunyi. Gemerlap lampu yang membingkai salah satu sisi dinding menjadi satu-satunya kehidupan di ruangan berukuran 4×5 itu.
Gadis yang merupakan pemilik dari kamar itu menyandarkan tubuhnya pada tumpukan bantal. Sepasang bola mata karamelnya menatap lurus ke arah dinding.
Sudah genap satu minggu Syifa menetap di dalam kamar. Ia nyaris tidak pernah meninggalkan ranjang kecuali untuk urusan kamar mandi.
Dan selama itu pula tidak banyak aktivitas yang Syifa lakukan setiap harinya.
Tiga kali sehari mamanya akan datang dengan membawa nampan berisi makanan dan juga segelas air, terkadang pula susu. Lalu dengan tidak nafsu Syifa akan menerima suapan dari mamanya itu.
Musik jazz, kimia, bahkan candaan abangnya pun tidak bisa memikat perhatian Syifa.
Syifa terus berdiam diri. Hanyut dalam rutinitas barunya, melamun.
Dentuman musik, gemerlap lampu, aroma serta dinginnya vodka yang menyapu kerongkongan, pemuda-pemuda seram, bagaikan kepingan-kepingan film yang terus-menerus berputarnya secara bergantian.
Menyakitkan, tapi anehnya semua itu tak cukup menumbuhkan setitik saja kebencian.
Memang selalu begitu porosnya, Rizky akan membuat kesalahan, dan ia dengan mudahnya akan terus memaafkan.
Rasanya terhadap cowok itu selalu membuatnya lemah lalu kemudian kalah. Terlebih saat memori tentang hangat senyum, sentuhan juga dekapan itu menyapu benak. Bukannya membenci, yang ada Syifa akan makin mencintai.
Tragedi malam itu bukan yang paling menyakitkan. Kenyataan jika di antara keduanya sudah tidak ada hubungan apapun adalah hal terpahit yang harus Syifa terima.
Setelah banyak hal yang mereka lalui, apakah perpisahan ini adil?
Mereka adalah dua utas tali yang diikatkan paksa, mereka dipaksa bersama hingga akhirnya saling terbiasa. Lalu suatu hari ikatan itu ditarik kuat hingga membuat keduanya tercekik, terluka karena tidak lagi bisa bersama.
Setetes air mata Syifa jatuh, menyapu sebelah pipi, bersamaan dengan pintu kamarnya yang tiba-tiba dibuka dari luar.
"Sayang, coba tebak siapa yang datang?"
Syifa hanya menggelengkan kepala menanggapi sang mama yang tengah tersenyum lebar. Syifa tidak mungkin mengemukakan harapan dalam hati kecilnya jika Rizky lah seseorang yang dimaksud oleh mamanya.
Masih dengan senyumnya, mama melebarkan pintu, membuat pintu itu terbuka dengan sepenuhnya, menampilkan dua orang yang amat sangat Syifa rindukan sejak lama.
Yasmin dan Sasha.
Sahabat-sahabatnya.
Yang terjadi di detik-detik selanjutnya adalah kedua langsung menghampiri Syifa, saling menautkan lengan untuk menciptakan pelukan hangat.
Tangis mereka pecah.
***
Di bawah sinar matahari yang tidak terlalu terik, segerombolan siswa-siswi mulai ramai memasuki gerbang.
Beberapa tertawa-tawa sambil asyik mengobrol, beberapa terlihat masam menunjukkan sisa masalah semalam, dan beberapa hanya diam persis seperti robot yang tengah melakoni rutinitasnya.
Dan Syifa kini berada di tengah-tengah gerombolan itu. Gadis itu berjalan kedua tangan yang berpegang pada ujung tali ransel.
Setelah pertemuannya dengan Yasmin dan Sasha semalam, pikirannya terasa jauh lebih ringan dan terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑀𝒶𝓇𝓇𝓎𝒾𝓃𝑔 𝒲𝒾𝓉𝒽 𝒯𝒽𝑒 𝐵𝒶𝒹 𝐵𝑜𝓎 (1)
Teen FictionIni tentang Rizky Delana, sang Bad boy yang paling disegani di sekolahnya. Minum, tawuran, rokok dan perempuan, seolah tidak pernah lepas dari cowok itu. Meskipun sikapnya dingin, cuek , dan juga kasar, namun cowok itu tetap idola. Penampilannya y...