***SYIFA memeluk erat bantalnya, terus menumpahkan air matanya di sana. Setibanya di rumah, Syifa kembali mendapat penghakiman dari sang papa.
Dan apa yang terjadi tidak jauh berbeda, lagi-lagi Rizky yang menjadi korbannya, cowok itu dituduh memberikan pengaruh buruk. Tidak tahan mendengar Rizky yang terus saja disalahkan, Syifa langsung berlari menuju kamar, mengunci diri. Sama sekali tidak memperdulikan suara ketukan pintu dan juga bujukan mamanya dari luar. Hatinya sudah terlalu sakit untuk kembali mendengar kalimat pahit tentang Rizky.
Ia tidak mengerti mengapa Rizky terus saja disalahkan. Padahal,cowok itu sama sekali tidak bersalah dalam hal ini. Rizky hanya ingin menghiburnya, membantunya melihat hidup dengan cara berbeda.
Dan ternyata memang benar, meskipun sudah tujuh belas tahun lamanya hidup di dunia, ia tidak tau bagaimana caranya bersenang-senang layaknya remaja seusianya. Selama ini hidupnya berjalan dengan terlalu monoton, penuh aturan, tidak pernah jauh dari kata belajar.
Seandainya dulu ia tidak memiliki obsesi setinggi langit terhadap belajar, semua mungkin tidak akan seperti sekarang. Keluarganya sudah terlanjur memandangnya sempurna sebab semua prestasi yang pernah ia capai, sehingga ketika sekali ia berbuat salah, orang lain yang disalahkan, seolah lupa jika Syifa yang mereka miliki hanya seorang manusia biasa yang tidak akan pernah luput dari salah.
Benar ucapan pedas Sasha kala itu, jika pintar bisa saja memperumit kehidupan. Pintar memang menjadi sebuah kebanggaan, namun dalam keadaan tertentu pintar juga bisa menjadi sebuah bumerang bagi pemiliknya.
Dengan air mata yang masih terus mengalir, Syifa meraih ponselnya. Dan tujuannya sudah pasti untuk menghubungi Rizky. Ia tidak bisa merasa lebih baik sebelum ia bisa memastikan keadaan cowok itu sekarang.
Panggilan pertama tidak dijawab, tidak ingin menyerah Syifa mengulanginya hingga panggilan kedua, ketiga dan juga seterusnya. Namun hasilnya masih saja sama, hanya disambut oleh suara operator.
Ada apa dengan cowok itu? Sedang apa dan dimana cowok itu sehingga tidak bisa menerima satupun panggilan darinya?
"Syifa..."
Mendengarnya Syifa sontak menoleh, menjumpai mamanya yang kini sudah berdiri di abang pintu. Percuma ia mengunci pintu, ia lupa jika mamanya memiliki duplikat dari kunci kamarnya
"Ma..." panggil Syifa lirih, seraya bangkit dari posisi tidurnya. Wanita itu pun tersenyum tipis, berjalan menghampiri putri kesayangannya itu.
"Sstt, masalah nggak akan selesai dengan ditangisi" ucap mama setelah duduk di samping Syifa, mama sempat mengusap lembut jejak air mata di kedua pipi Syifa sebelum membawanya ke dalam pelukan.
"Ma... kenapa abang sama papa jahat? Rizky nggak seperti yang mereka bilang Ma..." curhat Syifa, kali ini tinggal sang mamalah satu-satunya harapan baginya. Ia sangat berharap mamanya bisa memihak padanya dan juga Rizky.
"Iya sayang..., Mama percaya, menantu gantengnya mama nggak mungkin seperti itu. Pasti ada alasannya kan?"
Syifa mengangguk pelan, "Rizky cuma mau bikin Syifa senang Ma, dia nggak mau Syifa sedih terus"
"Berarti abang dan papamu cuma salah paham, biar nanti Mama yang ngomong pelan-pelan" ucap mamanya kini sabil mengelus pundak Syifa.
"Syifa nggak mau pisah sama Rizky Ma...."
"Memangnya siapa yang mau misahin kalian hm? Papa dan abangmu marah karna mereka terlalu sayang sama kamu. Lagipula, nggak ada orangtua yang mau rumah tangga anaknya berantakan, begitu juga seorang kakak"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑀𝒶𝓇𝓇𝓎𝒾𝓃𝑔 𝒲𝒾𝓉𝒽 𝒯𝒽𝑒 𝐵𝒶𝒹 𝐵𝑜𝓎 (1)
Roman pour AdolescentsIni tentang Rizky Delana, sang Bad boy yang paling disegani di sekolahnya. Minum, tawuran, rokok dan perempuan, seolah tidak pernah lepas dari cowok itu. Meskipun sikapnya dingin, cuek , dan juga kasar, namun cowok itu tetap idola. Penampilannya y...