***RIZKY dan Syifa sampai di rumah mereka sekitar jam sembilan malam.
Syifa merasa senang karna akhirnya bisa pulang kembali ke rumah ini. Meskipun rumah ini tidak senyaman rumah milik orangtuanya, namun tinggal di rumah ini rasanya jauh lebih baik daripada harus tinggal di rumah keluarga cowok itu dengan sejuta kecanggungan.
Syifa langsung membereskan pakaiannya yang ada di dalam tas besar, menatanya kembali di dalam lemarinya.
Barulah setelah selesai mengurusi pakaiannya, Syifa pun turun, berniat ingin membereskan rumah. Biar bagaimanpun, rumah ini sudah mereka tinggalkan beberapa hari, hal itu tentu membuat debu bertebaran di sana sini. Dan syifa adalah tipikal orang yang paling tidak bisa hidup berdampingan dengan debu, baginya debu adalah bencana karna itu bisa membuat penyakit asmanya kambuh.
Sementara Rizky? Entah kemana perginya, Syifa tidak tahu. Cowok itu hanya meletakan ranselnya di sofa lalu kemudian menghilang dengan begitu saja. Hal yang membuat Syifa ingin berteriak karnanya. Cowok itu pasti sengaja meninggalkan barang-barangnya supaya Syifalah yang membereskannya.
Panjang umur, baru saja Syifa memikirkan cowok itu, tiba-tiba Rizky muncul dari ruang depan dengan membawa sebuah kantung plastik.
Melihatnya, bibir Syifa spontan bertanya."Kemana aja?"
"Nggak usah kepo, bukan urusan lo" jawab cowok itu, acuh ,menyebalkan seperti biasanya. Cowok itu tampak melepas jaket kulit yang dikenakannya, menyisikan kaus pendek berwarna hitam.
"Maaf, aku nggak akan tanya-tanya lagi, itu yang terakhir" ucap Syifa, dengan suaranya yang terdengar jauh lebih rendah dari sebelumnya.
Ia ingat betul dengan kesepatakan mereka untuk tidak mencampuri urusan satu sama lain, namun entah mengapa mulutnya selalu saja lancang setiap kali melihat ada yang tidak beres dari cowok itu.Syifa lalu meraih tas milik Rizky, berniat menuju kamar cowok itu untuk membereskan barang-barangnya.
Tidak ada gunanya bicara dengan cowok menyebalkan itu, hanya akan membuatnya jengkel. Lebih baik ia mengalah, membereskan barang-barang Rizky atau semua barang-barang itu akan menjamur di tempat karna tidak diurusi oleh sang pemilik.
Syifa sudah hampir saja berlalu, hingga cowok itu berucap,
"Gue laper, mau makan, lo mau ikutan? Kebetulan gue beli nasinya dua bungkus"
Syifa menghentikan langkah.
Apa barusan ia tidak salah dengar? Cowok itu mengajaknya untuk makan?
Syifa menoleh, mendapati Rizky yang baru saja membuka satu bungkusan nasi, asik menyantapnya sendiri. Hal yang membuat Syifa berfikir, sebenarnya cowok itu niat mengajaknya makan atau tidak?
Ngomong-ngomong soal perut, sejak tadi perutnya sudah keroncongan. rasanya Syifa sangat lapar, karna terakhir kali ia makan adalah saat jam amkan siang di sekolah. Namun bagaimana mungkin ia menerima ajakan Rizky sementara cowok itu sendiri terlihat ogah-ogahan saat mengajaknya?
"Nggak, makasih, tapi aku nggak lapar" bohong Syifa akhirnya, mungkin akan lebih baik ia menahan lapar sampai pagi daripada harus makan bersama Rizky dan menjatuhkan harga diri.
"Yakin?" tanya Rizky sekali lagi, kali ini cowk itu menatap ke arah Syifa, dengan tatapan menyelidik.
Dan ditatap seperti itu entah mengapa membuat Syifa merasakan jantungnya yang mendadak berdetak dengan cepat, Syifa pun langsung buru-buru mengalihkan pandangan, tidak ingin cowok itu tahu jika saat ini dirinya terlihat aneh.
"Aku nggak pernah ngerasa seyakin ini seumur hidup"
"Gengsi lo gede juga ternyata, kalo emang laper ya makan aja, kalau nanti lo kelaperan tau rasa, masih mending kelaperan kalo sampe sakit siapa yang ngurusin lo? Nggak ada"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑀𝒶𝓇𝓇𝓎𝒾𝓃𝑔 𝒲𝒾𝓉𝒽 𝒯𝒽𝑒 𝐵𝒶𝒹 𝐵𝑜𝓎 (1)
Подростковая литератураIni tentang Rizky Delana, sang Bad boy yang paling disegani di sekolahnya. Minum, tawuran, rokok dan perempuan, seolah tidak pernah lepas dari cowok itu. Meskipun sikapnya dingin, cuek , dan juga kasar, namun cowok itu tetap idola. Penampilannya y...