***"Mama bangga sekali dengan kamu sayang"
"Putra Papa hebat"
"Arkan kebanggaannya Papa dan Mama"
"Anak siapa dulu dong Ma? Anak Papa "
Rizky langsung terduduk pada tempat tidur.
Nafasnya memburu, butir-butir keringat berjatuhan dari dahinya.
Mimpi itu datang lagi. Setelah sekian lama akhirnya ia bertemu dengan mimpi itu lagi.
Sebuah mimpi yang didalamnya terdapat sepasang suami-istri yang mengecup dan mengelus pucak kepala putranya dengan sayang, penuh rasa bangga. Sementara bocah lelaki itu tersenyum lebar, mempererat pelukannya pada sebuah piala berukuran besar.
Mengapa mimpi itu datang lagi?
Mengapa mimpi yang sudah mati-matian ia lupakan itu kini menghampirinya lagi. Sebuah mimpi indah yang sudah semesta ubah menjadi yang sebaliknya. Kenangan buruk, bayang-bayang menyakitkan, bingkai tawa yang terasa memilukan.
Selama ini ia sudah berusaha untuk menghindari mimpi itu dengan mempersingkat waktu tidur, mulai pergi tidur di saat orang lain mulai terbangun, hingga memperpadat malam dengan melakoni hal-hal menyangkan di luar. Waktu tidur yang singkat membuatnya jauh dari bermimpi.
Memangnya bagaimana bisa seseorang bermimpi saat waktu tidurnya singkat sementara raganya terasa begitu lelah dan remuk?
Rizky kemudian bangkit dari ranjangnya, berjalan menuju kamar mandi, berniat untuk membasuh wajahnya.
Ia tidak akan kembali tidur, karna ia tahu mimpi itu pasti akan datang lagi. Oleh sebabnya mungkin setelah ini akan bercurhat dengan teman-teman setianya, asap rokok dan juga dinginnya hembusan angin malam.
***
Hari ini adalah harinya. Hari olimpiade sekaligus hari pertempuran untuk Syifa.
Setelah hampir sebulan menyiapkan segalanya dengan sungguh-sungguh, akhirnya hari ini tiba, hari dimana ia bisa melihat sebesar apa usahanya dan hasil dari usaha itu selama ini.
Jika biasanyan menjelang jam-jam keramat itu Syifa merasakan kedua telapak tangannya dingin dan tubuhnya yang gemetaran. kali ini yang dirasakan olehnya jauh lebih dari biasanya. Syifa bukan hanya merasakan telapak tangannya yang dingin, seluruh tubuhnya dingin dan ia menggil. Selain itu ia juga merasa jika tubuhnya sangat lemas hanya untuk dibawa berjalan.
Sepertinya ia sedang tidak enak badan.
Ia tidak mengerti, mengapa ia harus jatuh sakit di hari penting seperti ini?
Syifa berdiri di depan cermin, mengoleskan sedikit liptint untuk menutupi bibirnya yang pucat, tak lupa pula dengan memoleskan tipis bedak bayi pada kedua pipinya. Syifa tidak pernah menggunakan dua benda itu saat hendak pergi ke sekolah, namun karna begini keadaannya, ia terpaksa.
Setelah selesai, Syifa langsung meraih tasnya yang tergeletak di atas ranjang, menggendongkannya pada kedua bahu dan kemudian mulai berjalan meninggalkan kamar.
Langkah Syifa sempat terhenti saat ia sampai di hadapan pintu kamar Rizky.
Cowok itu pasti belum bangun di waktu sepagi ini.
Syifa hendak mengetuk pintu itu, hingga kalimat yang pernah dilontarkan Rizky berputar layaknya kaset pada ingatannya,
Lo pikir gue nganggep lo sebagai istri?
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑀𝒶𝓇𝓇𝓎𝒾𝓃𝑔 𝒲𝒾𝓉𝒽 𝒯𝒽𝑒 𝐵𝒶𝒹 𝐵𝑜𝓎 (1)
Teen FictionIni tentang Rizky Delana, sang Bad boy yang paling disegani di sekolahnya. Minum, tawuran, rokok dan perempuan, seolah tidak pernah lepas dari cowok itu. Meskipun sikapnya dingin, cuek , dan juga kasar, namun cowok itu tetap idola. Penampilannya y...