"Udah semua?" tanya Terry pada Jennie yang baru saja mengumpulkan setumpuk laporan praktikum geologi.
"Udah kak."
"Oke, kamu udah bisa pergi." Jennie mendengus pelan mendapati sikap dingin dari asisten praktikumnya itu sembari berlalu dari sana. Bintang sudah menunggunya di luar ruangan.
"Gimana Jen? Diamuk gak lo?" tanya Bintang begitu sosok Jennie muncul dari balik pintu laboratorium geologi.
"Kaga. Mungkin kalau telatnya lebih dari ini gue udah mati." Jennie menjawab dengan nada bicara yang terdengar kesal. Jelas saja dia kesal karena Bintang hampir saja membuatnya terkena masalah.
"Sori deh Jen, minggu depan janji gak akan telat." Bintang mengacungkan jari Tengah dan telunjuknya membentuk huruf V.
"Gak usah sok soan mengumbar janji, lakuin langsung aja kalau niat."
"Iya iya iya." Bintang mengalah. Jennie kalau lagi ngambek kadang bikin nyalinya ciut. "Geprek yuk? Gue bayarin deh."
Mencoba untuk mengembalikan mood Jennie, Bintang harus rela merogoh sakunya demi meneraktir cewek itu.
"Tumben lo mau neraktir gue?" Jennie menatap Bintang curiga. Sebenarnya tidak bisa dibilang tumben juga sih. Faktanya Bintang memang sering meneraktir Jennie. Cewek itu saja yang mudah melupakan kebaikannya.
"Lagi kebanyakan duit gue, bingung mau ngabisinnya," canda Bintang membuat Jennie langsung mencibir. Lantas keduanya berjalan beriringan menuju parkiran.
Namun langkah Jennie tiba-tiba terhenti saat kepalanya terantuk punggung Bintang.
"Woy anjir jangan berhenti ngedadak dong!" sembur Jennie yang sejak tadi memang tak memperhatikan jalan dan malah asik ngotak-atik ponselnya.
"Eh Jen, itu kak Nayla kayanya lagi berantem tuh!" ujar Bintang sambil menunjuk sesuatu dengan dagunya.
Jennie berhenti ngomel dan mengikuti arah pandang Bintang. Tak jauh dari tempat mereka, terlihat Nayla dan Jebi yang sepertinya sedang adu mulut mendebatkan sesuatu.
Pada awalnya Jennie dan Bintang sebenarnya tidak berniat sedikitpun untuk menguping, tapi percakapan mereka terdengar begitu saja.
"Jadi kamu lebih milih Terry daripada aku?" Suara Jebi mulai meninggi. Jennie dan Bintang refleks saling tatap begitu nama Terry disebut.
"Bukan gitu. Aku ada ada urusan sama dia. Kamu tuh kenapa sih suka sensi kalau soal Terry?" Nayla terlihat kesal.
"Kamu yang kenapa? Dikit-dikit Terry, apa-apa Terry. Sebenernya pacar kamu itu aku atau dia?"
"Kan mulai kan."
"Yaudah sana kamu samperin dulu Terry, aku tunggu di sini."
"Gak usah. Kita pulang aja!"
"Kenapa? Takut ketauan mesra-mesraan sama aku? Atau ngerasa keganggu sama aku?"
"Jebi stop. Kamu tuh apaan sih?"
Jennie cuma bisa bengong melihat pertengkaran antara kedua sejoli itu. Dipikir-pikir pacaran mereka masih kaya anak SMA yang dikit-dikit cemburu terus berantem.
"Ngeliat mereka berantem gue jadi inget Della." Bintang tiba-tiba malah curhat.
"Apa hubunganya?"
"Gue kira kalau anak kuliahan pacaran udah kaya orang dewasa aja gitu, gak bakal cemburu karena hal-hal sepele. Ternyata gak beda jauh sama anak SMA."
Jennie melirik Bintang sekilas. Tumben pemikiran cowok itu sama dengannya?
"Padahal Kak Jebi keliatan dewasa gitu, tapi dia gak salah juga sih." Kini giliran Bintang yang melirik ke arah Jennie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yestoday [END]
General FictionAwal masuk praktikum, Jennie sudah dicap sebagai tukang gosip oleh salah satu asisten praktikum yang ia sebut sebagai titisan medusa. Namanya Terry, si perfeksionis bermulut pedas yang sayangnya dianugerahi wajah tampan luar biasa. Campus Life | Rom...