"Ini kak, makasih jaketnya." Sore itu Jennie menemui Terry di perpustakaan begitu jam mata kuliah terakhir selesai. Di sana, Terry tampak fokus dengan laptop serta tumpukan buku di atas meja. Ia langsung mendongkak begitu mendengar suara Jennie.
Sambil mengambil jaketnya dari tangan Jennie, ia mengamati wajah Jennie yang sudah tidak sepucat kemarin. "Lo udah baikan?" tanyanya memastikan.
"Udah kok, makasih ya Kak buat sup ayamnya. Enak banget."
"Iya sama-sama." Terry memasukan jaketnya ke dalam tas. "Free gak? mau gue ajak ke toko buku nyari bahan buat PKM kita, di sini bukunya gak ada."
Jennie mengerjap sebelum menimbang-nimbang sejenak. Ingin menolak, tapi segan. Bagaimanapun Terry sudah sangat baik padanya dan sepertinya akan lebih baik bila ia menerima tawarannya. Itung-itung balas budi.
"Boleh deh Kak," putus Jennie pada akhirnya.
"Langsung berangkat sekarang gak apa-apa?"
"Iya gak apa-apa Kak." Terry mengangguk lalu segera membereskan barang-barangnya serta mengembalikan buku-buku yang ia pinjam ke tempat semula.
Setelahnya mereka berdua langsung berangkat menuju toko buku. Biasanya Terry akan mengajak Nayla, tapi akhir-akhir ini pacar Nayla sedang dalam mode yang teramat sensi hingga membuat Terry segan untuk mengajak cewek itu kemana-mana dan karena tidak mau ribut, maka untuk sementara Terry lebih memilih untuk jaga jarak dengan Nayla. Terry tidak mau dicap sebagai perusak hubungan orang—meski dia tidak berniat begitu—tapi orang-orang sering salah paham padanya.
Dulu waktu SMA ia pernah bertengkar dengan teman sebangkunya karena pacar temannya memutuskan dia demi Terry. Padahal Terry tidak berbuat apapun, ia hanya sebatas kenal karena cewek itu pacar temannya. Terry juga tidak menyangka pacar temannya akan kepicut pada dirinya.
Dalam kasus tadi Terry sama sekali tidak bersalah, tapi temannya keburu terbawa emosi alhasil mereka bertengkar hebat sampai dibawa ke ruang BK. Walau berakhir damai, tapi sejak saat itu Terry jadi malas berurusan dengan seorang cewek apalagi yang sudah dimiliki orang lain.
Meski dibilang populer di kalangan kaum hawa, Terry tidak pernah peduli. Beberapa chat yang ia terima dari cewek tak dikenalnya akan berakhir diblokir. Terry bukan tipe orang yang akan menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk bertukar pesan tidak penting lewat chat.
Sesampainya di toko buku, Terry segera mencari buku yang ingin ia beli sementara Jennie memilih melipir ke bagian novel-novel terjemahan. Terkadang Jennie suka membaca novel kalau lagi senggang. Di rumah ia mengoleksi semua novel karya Agatha Chirstie.
Waktu tidak terasa berjalan ketika mereka di sana. Entah sudah berapa lama waktu yang sudah mereka habiskan sampai tidak sadar kalau di luar hujan turun dengan derasnya diiringi suara petir yang menggelegar seakan berlomba-lomba menunjukkan eksistensinya.
Terry dan Jennie hanya bisa bengong di dekat parkiran karena sama-sama tidak menyangka hujan akan turun secepat ini. Saat berangkat tadi langit memang sudah agak mendung, tapi Terry pikir hujan baru akan turun nanti malam.
"Lo lagi buru-buru gak?" Terry menoleh pada Jennie yang berdiri di sampingnya.
"Nggak Kak, kenapa?"
"Yaudah, kita neduh di sini dulu aja minimal sampe ujannya agak reda." Jennie mengangguk setuju, tapi setengah jam kemudian hujan tak menunjukan tanda-tanda akan segera berhenti. Jennie sampai pegal karena berdiri di posisi yang sama untuk waktu yang lama.
Di detik berikutnya helaan napas panjang terdengar dari mulut Terry. Ia hanya membawa satu jas hujan dan ia tidak mungkin membiarkan Jennie kehujanan, yang ada Jennie akan tepar lagi seperti kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yestoday [END]
General FictionAwal masuk praktikum, Jennie sudah dicap sebagai tukang gosip oleh salah satu asisten praktikum yang ia sebut sebagai titisan medusa. Namanya Terry, si perfeksionis bermulut pedas yang sayangnya dianugerahi wajah tampan luar biasa. Campus Life | Rom...