Setelah diskusi panjang lebar bersama Pak Kades dan juga beberapa perwakilan dari POKMASI, Jennie dan kawan-kawan segera menyiapkan sosialisasi mangrove yang akan diselenggarakan di balai desa besok siang.
Pemberitahuanpun sudah diberikan kepada seluruh warga. Mereka berharap banyak warga yang akan datang. Kan tidak lucu kalau hanya mereka yang antusias, tapi responnya tidak sesuai.
Di tengah-tengah kesibukan mereka, Mufti datang menghampiri untuk pamit pulang sebab dia masih ada kerjaan yang tidak bisa dia abaikan. Nayla dan Terry mengucapkan terima kasih pada Mufti, tapi Jennie malah menyeletuk, "Balik juga lo akhirnya."
Membuat Mufti serta merta menoyor kepalanya. "Ini dia definisi manusia gak tau terima kasih," katanya diirinngi dengusan pelan.
Jennie mengibaskan sebelah tangannya. "Berisik, udah sana pulang!"
"Ya Tuhan, anak siapa sih lu Jen?" Nayla tertawa melihat interaksi kedua orang itu sementara Terry memilih jadi penonton.
"Anak bokap nyokap gue lah, pake nanya!"
"Dah lo diem di sini aja selamanya ya biar gue gak ketemu lo lagi!" Mufti menepuk-nepuk bahu Jennie lalu berlalu sambil melambaikan tangannya singkat.
"Lucu banget kalian."
"Aku emang lucu Kak, tapi kalau Mufti sih nyebelin." Nayla tertawa mendengar jawaban Jennie.
"Lo narsis juga ya ternyata." Terry menyeletuk dari ambang pintu. Cowok itu bersandar sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Sesekali nggak apa-apa dong, iya kan Kak Nay?"
"Yup, bener!" Nayla merangkul Jennie dan membawanya kembali ke dalam rumah, Terry otomatis bergeser untuk memberikan mereka jalan.
Setelahnya ia hanya bisa terpaku melihat keakraban Jennie dan Nayla. Mereka cekikikan di dalam entah membahas apa, yang jelas Terry ikut senang melihatnya walau ia tidak mengatakan apapun.
"Ter selamat, lo gak jadi orang paling nyebelin di hidup Jennie."
"Hah?"
"Kata Jennie Kak Mufti lebih nyebelin dari lo." Nayla tertawa selagi Jennie mencoba menahannya agar tidak berbicara lagi.
"Terus?"
"Gini nih kalau papan triplek dikasih nyawa, datar gak ada humornya sama sekali." Nayla manyun sambil merotasikan matanya.
"Haha papan triplek dong." Jennie malah menertawakan Terry walau di detik berikutnya ia mendapat jitakan maut dari cowok itu.
"Kok aku doang yang dijitak!" protes Jennie.
"Dia gak bakal berani ngejitak gue Jen, soalnya bakal gue bales dua kali lipat," bisik Nayla, tapi Terry masih bisa mendengarnya.
Jennie berdecak. Dia mana berani membalas jitakan Terry apalagi sampe dua kali lipat, itu sih sama aja kaya disuruh ngebangunin macan yang lagi tidur.
"Jalan-jalan yuk Jen? Kita cuci mata kali aja nemu cowok cakep," ajak Nayla tiba-tiba.
Tanpa mikir dua kali Jennie langsung mengiyakannya dan mereka kemudian meleos begitu saja. Melupakan sang ketua yang menggerutu kesal setelahnya.
"Jangan lama-lama, nanti kita harus ngecek bibit mangrove."
"Iya Ter gue gak lupa kok." Nayla melambaikan tangan dari kejauhan.
"Ini kita gak apa-apa kak ninggalin Kak Terry sendirian?"
"Udah santai aja." Nayla mengamit tangan Jennie dan membawanya ke tukang bakso goreng yang mangkal tak jauh dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yestoday [END]
General FictionAwal masuk praktikum, Jennie sudah dicap sebagai tukang gosip oleh salah satu asisten praktikum yang ia sebut sebagai titisan medusa. Namanya Terry, si perfeksionis bermulut pedas yang sayangnya dianugerahi wajah tampan luar biasa. Campus Life | Rom...