"Kenapa gue gak sekolompok sama lo sih Jen?" Bintang merengek begitu kelompok untuk praktek lapangan diumumkan siang itu dan namanya tidak berada di daftar kelompok yang sama dengan Jennie.
Lain Bintang, Jennie malah tersenyum lebar sambil menepuk-nepuk pundak cowok itu. "Doa gue dikabulin Bin."
"Emang lo tuh gak jodoh sama Jennie Bin." Momo ikut tertawa mengejek karena dia berada di kelompok yang sama dengan Jennie.
Di tengah-tengah tawa itu ponsel Jennie bergetar menandakan ada pesan masuk. Pun dengan Momo yang buru-buru mengecek ponselnya. Detik berikutnya mereka sudah saling pandang.
"Gila si Wildan gercep banget," ujar Momo saat mendapati pesan dari grup kelompok PKL yang baru saja dibuat Wildan. Jennie mengangguk setuju.
"Hahaha kalian sama Wildan? Mampus siap-siap diomelin." Bintang yang semula cemberut berujar ringan lalu pergi meninggalkan kedua cewek itu tanpa beban.
"Aduh sekelompok sama anak ambis tekanannya beda ya?"
"Wildan doang santai, masih lebih ganas kak Terry." Jennie mengibaskan tangannya tepat di depan orang yang baru saja ia bicarakan.
"Oh gitu?" Jennie dan Momo melangkah mundur saking kagetnya karena Terry tiba-tiba sudah berdiri di antara mereka. Demi apapun Terry ini kayanya keturunan setan, muncul dimana-mana. Timingnya selalu tepat pula.
"Eh, kak Terry hehehe." Jennie tertawa garing. Ia tidak mau disemprot Terry di tempat umum sepert ini.
Orang-orang di sekitar mereka sibuk bisik-bisik melihat Terry menghampiri Jennie dan Momo lalu disangkut pautkan dengan gosip yang beredar beberapa waktu lalu.
Wajah Momo langsung pucat. Ia mematung di tempatnya sambil mendengarkan omongan orang-orang di sekitar dan Jennie menyadari hal itu.
"Kak aku duluan ya!" Tanpa menunggu balasan Terry, Jennie segera menarik Momo pergi dari sana.
Mereka berdua turun ke lantai satu dan berderap menuju gazebo yang tampak sepi. Napas keduanya berderu cepat karena lari menuruni tangga dari lantai tiga.
"Lo ngapain lari sih?" omel Momo sambil menyeka keringatnya.
"Si anjir, gue kan bantuin lo. Gak tau apa muka lo tadi pucet banget udah kaya mayat!"
Jennie menjutuhkan dirinya di bangku kayu yang ada di gazebo. Tadi ia berlari tanpa pikir panjang untung saja tidak ada drama jatoh atau semacamnya. Mereka berhasil melarikan diri dengan selamat.
"Anak-anak masih ngira lo pacaran sama Kak Terry deh kayanya."
Momo mengangguk. Ia pikir gosipnya sudah mereda, tapi tampaknya pertemuannya dengan Terry tadi membuat gosipnya kembali memanas. Ah seharusnya ia tidak bertemu dengan Terry.
"Apa gue pacaran beneran aja sama Kak Terry ya?" gumam Momo mengundang pelototan dari Jennie.
"Heh, gila lo ya?" Setelahnya Momo terkekeh geli.
"Iya-iya Kak Terry punya lo gak akan gue rebut."
"Kok jadi gue?"
"Mon maap ya Bu, dikira gue gak tau kemarin lo makan sate bareng sama Kak Terry!" Mulut Jennie menganga. Bingung bagaimana menjelaskannya pada Momo perihal kejadian kemarin.
"Itu nggak sengaja tau."
"Mau sengaja atau nggak kan endingnya tetep makan bareng." Jennie berdecih lalu bungkam karena tidak bisa mengelak lagi. Pandangannya ia alihkan ke arah lain. "Padahal lo suka nolak kalau gue ajak makan sate. Bilang males lah, ribet lah. Giliran kak Terry yang ngajak aja mau!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Yestoday [END]
General FictionAwal masuk praktikum, Jennie sudah dicap sebagai tukang gosip oleh salah satu asisten praktikum yang ia sebut sebagai titisan medusa. Namanya Terry, si perfeksionis bermulut pedas yang sayangnya dianugerahi wajah tampan luar biasa. Campus Life | Rom...