Selesai kuliah Jennie buru-buru ke perpustakaan untuk mengembalikan buku yang dipinjamnya minggu kemarin. Yang membuat Jennie sampai rela lari-lari dari gedung sebelah adalah karena Terry sudah menunggunya.
Ngeselin juga sih, tapi kalau bukan karena Terry dia tidak mungkin bisa meminjam buku-buku itu.
Sampai di perpustakaan Jennie celingukan mencari Terry. Tak lama ia menemukannya di meja paling pojok. Lagi anteng baca buku. Jennie perlahan jalan ke arahnya, bingung sendiri. Mau manggil takut ganggu.
Untung saja Terry menyadari kehadirannya. Cowok yang kini mengenakan kemeja putih bergaris itu segera beranjak dari kursinya dan menyuruh Jennie untuk mengikutinya.
"Bu, saya mau balikin buku," kata Terry pada si penjaga perpustakaan judes yang kini sudah Jennie ketahui namanya setelah bergosip dengan Momo beberapa waktu lalu. Omong-omong namanya Ibu Josi.
"Mana KTM sama foto lo?" tanya Terry begitu sesi pengembalian buku selesai.
Dahi Jennie mengernyit. "Buat apa kak?"
"Katanya lo mau bikin kartu perpustakaan!" Jennie terperangah. Tadi malam saat mereka chating membahas soal pengembalian buku ia memang sempat bilang pada Terry kalau ia berniat untuk membuat kartu perpustakaan, tapi ia tidak bilang kalau mau membuatnya hari ini.
Niatnya Jennie ingin menolak dan langsung pergi saja, tapi begitu melihat tatapan Terry yang terasa mengintimidasinya tanpa pikir panjang Jennie mengeluarkan apa yang diminta Terry tadi. Untung kali ini ia membawanya.
"Bu, ini teman saya sekalian mau bikin kartu perpustakaan," ujar Terry setelah merebut KTM dan selembar foto Jennie.
"Sebentar ya Mas!" Bu Josi mengambil alih dan mulai mengotak-atik komputer di depannya, sementara Jennie kelabakan karena ponselnya sejak tadi bergetar terus.
"Lo lagi buru-buru?" tanya Terry saat melihat sepintas layar ponsel Jennie. Menampakan nama Wildan yang sedang memanggilnya.
"Eh itu ... anu kak, mau kelompokan sama anak-anak."
"Yaudah sana pergi. Biar gue yang ngurus ini, entar gue titipin Nayla." Jennie mengerjap tak mengerti dengan ucapan Terry yang sarat akan nada mengusir itu.
"Kartu perpusnya!" Terry memperjelas.
"Eh iya makasih Kak, kalau gitu aku duluan. Maaf ngerepotin." Terry tak menjawab dan hanya memberi gestur mengusir dengan tangan kanannya.
Jennie mendengus pelan.
Tinggal jawab sama-sama aja susah amat!
Sampai di parkiran Jennie sudah ditunggu oleh Wildan dan dua temannya yang lain. Wildan berkacak pinggang sambil menatap Jennie tajam.
"Lo kemana aja sih? Udah gue bilang abis kuliah langsung kumpul, bukannya ngilang." Jennie langsung kena semprot Wildan yang sejak pagi memang kelihatan sedang bad mood makin keliahatan kusut aja mukanya.
"Abis balikin buku dulu bentar, santai sih gak usah marah-marah juga," balas Jennie sewot. Sudah cukup bertemu Terry barusan membuatnya kesal, ini pake ditambah Wildan segala.
"Udah-udah dong gak usah berantem. Ayo berangkat, mau ngerjain di kosnya si Bintang kan?" Jildan buru-buru menengahi sambil menyuruh Jennie naik ke motornya.
Jennie nurut. Wildan juga tidak bicara lagi. Ia dan Sora mengekor motor Jildan.
"Dichat coba Jen si Bintangnya, pastiin lagi kalau dia lagi di kos," ujar Jildan.
"Alah paling tu anak masih molor," jawab Jennie enteng. Ia sudah hapal betul bagaimana kebiasaan Bintang. Apalagi ini hari jumat besok sabtu kuliah libur jadi sangat efektif untuk bolos kalau kata Bintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yestoday [END]
General FictionAwal masuk praktikum, Jennie sudah dicap sebagai tukang gosip oleh salah satu asisten praktikum yang ia sebut sebagai titisan medusa. Namanya Terry, si perfeksionis bermulut pedas yang sayangnya dianugerahi wajah tampan luar biasa. Campus Life | Rom...