"Bintang gue nebeng lo ya?" Momo menghampiri Bintang yang baru saja keluar dari musola fakultas. Cowok itu mengernyit heran. Tak biasanya Momo nebeng sama orang lain. Biasanya dia bawa motor sendiri.
"Lo gak balik bareng Jennie emang?"
"Kaga. Dia udah balik duluan dianter Kak Terry."
"Hah?" Bintang mengerjap kaget. "Kan lo yang pacarnya, kok Jennie yang dianter pulang?"
Kepala Bintang serta merta ditoyor Momo kencang. "Lo udah tau kejadiannya munyuk, gak usah pura-pura kaget!"
Setelah itu Bintang tertawa sambil memakai sepatunya. "Iye iye galak amat buset dah. Ketularan Jennie ya lo?"
Momo hanya merotasikan matanya. Ia pikir Bintang sudah setuju untuk mengantarnya pulang, tapi begitu selesai memakai sepatu Bintang malah memanggil Roshid yang juga baru keluar dari musola.
"Shid, si Momo katanya mau nebeng balik." Momo melotot, tapi Bintang tidak menggubrisnya.
"Oh boleh. Tunggu di depan aja Mo, biar gue ambil motor dulu di parkiran." Momo tidak punya pilihan lain selain tersenyum mengiyakan lalu menggeram pelan pada Bintang padahal ia sudah bosan seharian ini duduk dengan Rosyid selama perjalanan.
"Gue gak mau nikung temen Mo!" bisik Bintang sambil menepuk pelan bahu Momo lalu pergi dengan santainya.
"Bangsat juga ya lo Bin." Bintang malah melambaikan sebelah tangannya tanpa menoleh ke belakang.
Selepas itu Bintang mengemudikan motornya ke arah kos Jennie. Tentu saja ia penasaran ada apa gerangan dengan sahabatnya itu. Setelah tiba-tiba dipijamkan jaket oleh kakak tingkat yang katanya ia benci, lalu tidur dibahunya dan sekarang diantar pulang?
Bintang jadi mikir dua kali. Itu benci apa PDKT?
Sampai di sana ia langsung naik ke lantai atas dimana kamar Jennie berada karena katanya Jennie tidak kuat turun ke bawah dan menyuruhnya untuk naik saja.
Tampang Jennie benar-benar berantakan begitu Bintang menyelonong masuk ke kamarnya. Jennie masih dalam posisi Tengkurap di atas tempat tidur.
"Beneran sakit ya lo?" Raut wajah Bintang berubah cemas. Ia berjongkok di samping tempat tidur Jennie dan memandang cewek itu. "Udah minum obat belum?"
"Dikira gue pura-pura sakit?" Jennie mendengus pelan.
"Hehe kira gue gitu."
"Buat apa? Gak ada kerjaan banget."
"Biar bisa modus sama Kakak Terry." Kedua alis Jennie bertaut, lengkap dengan kerutan di sekitar dahinya. "Gue tau ya ini jaket punya siapa, gue juga tau tadi lo senderan ke dia."
Kali ini kedua bola mata Jennie melotot. Ia pikir tidak ada yang menyadarinya selain Joshua yang tadi membangunkan mereka karena Terry yang malah ikut ketiduran.
"Lo pacaran sama Terry?" Jennie sontak menggeleng. "Kok perasaan kalian nempel terus?"
"Bukan gitu Bin, tadi tuh kebetulan aja dia nolongin gue. Tadi gue mabok terus muntah ya dia kan penanggung jawab di bis kita, jadinya dia jagain gue."
"Dia minjemin jaket loh Jen."
"Ya terus? kan cuma jaket. Lo juga sering minjemin gue jaket."
Bintang mengacak rambut Jennie gemas. "Itu beda sayang. Gue udah kenal sama lo ibaratnya udah kaya sodara. Terry jelas beda, dia gak mungkin tiba-tiba minjemin lo jaket. Baik banget dah, perasaan selama ini dia suka ngejutekin lo."
"Dia gak seburuk itu kok Bin. Orangnya emang jutek sih ngeselin pula, tapi kadang suka tiba-tiba baik. Gue baru sadar setelah ikut proyekan sama dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Yestoday [END]
General FictionAwal masuk praktikum, Jennie sudah dicap sebagai tukang gosip oleh salah satu asisten praktikum yang ia sebut sebagai titisan medusa. Namanya Terry, si perfeksionis bermulut pedas yang sayangnya dianugerahi wajah tampan luar biasa. Campus Life | Rom...