Chapter 18 :: Kali Kedua

7.1K 1K 121
                                    

Hujan turun dengan sangat derasnya ketika Jennie dan rombongan kampusnya sampai di lokasi terakhir. Rawa Pening, begitulah orang-orang sini menyebutnya. Sebuah danau alami yang letaknya dikatakan berada dalam segitiga emas antara Semarang, Solo dan Yogyakarta.

Mereka semua berkumpul di salah satu pendopo untuk berteduh dari hujan. Selagi menunggu reda, para dosen menjejali mereka dengan berbagai pengetahuan mengenai lokasi Rawa Pening yang katanya unik dan layak dijadikan bahan penelitian. Selain karena bagian dari DAS Jratun Sluna, tingkat sedimentasinya pun tinggi dan memiliki morfologi yang bervariasi.

Semangat sang dosen saat menjelaskan tak sebanding dengan mahasiswanya yang sebagian memilih pura-pura mendengarkan dan sibuk dengan ponsel pintar mereka. Jennie kadang merasa berdosa, tapi penjelasan dari dosen membuatnya harus menutup mulut dengan tangannya beberapa kali saat ia menguap guna menahan rasa kantuknya.

Beruntung posisinya berada jauh di belakang Wildan jadi cowok itu tidak akan menangkap basah dirinya yang tidak fokus. Setidaknya untuk saat ini Jennie bisa menghindari omelan mahasiswa ambis.

Sekali lagi Jennie menguap. Bahkan basah di tubuhnya tak membantu menghilangkan rasa kantuk yang mendera.

"Jangan deket-deket, entar gue ketularan basah," ujar Momo ketika sikunya tak sengaja bersentuhan dengan lengan Jennie.

Jennie instan mencibir dan sengaja menempelkan tubuhnya pada Momo. "Gue cuma basah doang, bukan punya penyakit menular!"

Momo mendengus sambil melotot karena tidak mau membuat kegaduhan yang akan berakhir menjadi pusat perhatian sementara Jennie tertawa tanpa suara. Tadi Jennie terjebak di kamar mandi saat hujan mulai mengguyur Rawa Pening. Karena takut ketinggalan ia langsung menerobos hujan dan menyusul rombongannya yang sudah duduk manis di pendopo. Alhasil bajunya basah yang membuatnya terpaksa harus duduk paling belakang setelah menyeret Momo agar menemaninya.

Setengah jam kemudian hujan perlahan reda. Menyisakan gerimis kecil dan genangan air dimana-mana. Setiap kelompok pun mulai bergerak mengumpulkan data sesuai kajian mereka. Hanya saja tidak seperti lokasi-lokasi sebelumnya, khusus Rawa Pening tidak ada kajian geologi.

"Jam lima kita harus sudah otw pulang. Bagi kelompok yang sudah melengkapi datanya dipersilakan untuk isoma dan langsung ke bis." Salah seorang asprak berteriak menggunakan megaphone. Jennie memekik girang. Jujur saja ia sudah lelah dan ingin segera pulang.

"Kelompok kita udah kelar semua kan?" tanya Jennie pada Wildan yang masih asik berkutat dengan kertas sketsanya.

"Iya, tinggal ini doang. Kalian duluan aja!" Begitu mendengar jawaban Wildan, tanpa pikir panjang Jennie segera mengambil langkah seribu menuju satu-satunya musola terdekat.

"Lo gak bawa jaket?" tanya Terry ketika tak sengaja berpapasan dengan Jennie sesaat mereka selesai solat asar. Gelengan kepala dari Jennie mengundang decakan pelan cowok itu. "Ikut gue!"

Jennie hanya menurut tanpa protes sedikitpun. Badannya sudah mulai terasa tidak enak dan ia malas buang-buang energi untuk berdebat dengan Terry.

Mereka masuk ke dalam bus dengan posisi Jennie masih mengekor Terry bak anak itik dengan induknya. Terry berjalan menuju bangkunya lalu mengeluarkan jaket dari dalam tasnya. "Ganti sama ini, lo bisa masuk angin entar."

Jennie menganga. Ia tidak terbiasa dengan perlakuan baik Terry yang biasanya lebih sering mengomelinya dengan kata-kata pedas. "Gak usah baper! gue nyuruh lo ganti bukan karena gue peduli, tapi gue gak mau ada orang yang muntah di bis ini."

Jennie merotasikan matanya. Sepertinya mulut tajam Terry memang sudah mendarah daging seolah satu hari saja ia tidak melontarkan kata-kata pedasnya ia akan mati. Namun kali ini Jennie memilih untuk mengalah.

Yestoday [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang