"She always mad at me, but I never can be mad at her." —Jeffrey.
***
It's gonna be hard as hell
And baby, you know me well
No matter what you do
I can never be mad at you
And you only love yourself
For me there's no one else
***
Jeffrey
Hari ini adalah hari ke-15 pernikahan gue dengan Kinanti. Seorang perempuan yang bulan lalu memaksa gue untuk menolak perjodohan yang terkait antara gue dan dia.
Katanya "gue gak suka berkomitmen sama seseorang karena itu membosankan."
Ini sudah masuk jam 8 pagi. Gue sudah bangun sejak tadi shubuh. Kinan belum. Sengaja gak gue bangunin soalnya dia emang lagi period. Gue takut nanti dia marah-marah. Walaupun itu emang udah jadi kebiasaan dia dan gue mulai terbiasa juga.
Gue udah nyiapin nasi goreng mentega, kata Mama itu kesukaan Kinan. Ini pertama kali gue bikinin buat dia. Biasanya kita cuma sarapan roti tawar dengan slay cokelat. Tapi karena pagi ini gue lumayan longgar, makanya gue sempetin buat bikin nasi goreng ini. Siapa tau Kinan tersipu dan perlahan mulai bisa nerima gue sebagai suaminya.
"Kinan?" Gue ngebangunin dia dengan menepuk-nepuk pundaknya pelan.
"Emmm," Dia masih tidur nyenyak.
"Bangun. Aku udah siapin nasi goreng mentega kesukaan kamu." mendengar nama makanan favoritnya disebut, dia langsung bangun sambil mengucek kedua matanya.
"Pelan-pelan." Gue coba untuk membantunya bangun dari tidunya.
"Ck!" Kinan langsung menghempaskan tangan gue dari tangannya, "gue bisa sendiri ah!"
Dari awal hari pernikahan sampai sekarang, Kinan masih kasar dan belum bisa nerima gue ternyata.
"Yaudah, aku tunggu di ruang makan ya"
Kinan gak menggubris gue, dia langsung pergi ke kamar mandi.
Gue udah duduk di meja makan sembari membaca koran harian yang biasa abang-abang lempar ke dalam teras rumah.
"Udah? Ayo makan. Keburu dingin." Ujar gue sembari melahap nasi goreng yang tinggal setengah lagi di piring gue.
Kinan masih gak merespon gue. Dia justru mengambil selembar roti tawar dan mulai mengoleskan slay cokelat itu.
"Lho, aku kan udah masakin kamu nasi goreng, Nan. Kenapa malah ngambil roti?"
Gak ada jawaban lagi. Kinan malah memakan roti itu sampai memenuhi mulut kecilnya.
"Kinan? Aku lagi ngomong."
Bukannya menjawab dia malah berbalik badan seperti menghindari gue sambil membawa gelas susu yang ada di tangan kanannya.
Se-anti itukah kamu sama aku, Nan?
Dengan sigap gue langsung bangun dan menahan tangan kiri Kinan.
Dengan cepat juga Kinan langsung menghempaskan tangan gue dan menyimpan gelas itu di nakas dekat tv.
"Gue udah bilang berapa kali sih sama lo? Gue tuh gak butuh perhatian lo. Gak akan berpengaruh apapun buat gue. Jadi gak usah bikin diri lo sendiri capek. Karena itu bakal sia-sia, Jeffrey!"
"Belum Nan, bukan gak akan. Belum. Kamu hanya butuh proses buat menerima semuanya."
"Nerima apa? Nerima kenyataan kalo lambat laun semua akal bulus lo bakal kebongkar? Jangan harap lo bisa masuk kedalam hidup gue lebih jauh lagi, Jeffrey Aditama. Semua cowok tuh sama aja. Brengsek." Kali ini Kinan benar benar pergi meninggalkan gue lagi.
Mindset-nya. Mindset seorang Kinanti Sjah Putri yang menganggap bahwa semua laki-laki itu sama brengsek membuat dia berpikir kalo gue juga sama seperti mereka. Dan sampai saat ini gue belum mengerti alasan dia seperti ini, itu kenapa?
Gue kembali ke meja makan dan membereskan beberapa piring bekas makan gue tadi. Tanpa gue sadari ternyata ada yang sakit. Dada gue sesak mengingat semua perkataan Kinanti tadi.
Sesaat setelah itu gue melihat Kinanti keluar dari kamar dan pergi menuju luar rumah
"Mau kemana kamu?"
"Bukan urusan lo."
Lagi-lagi gue hanya menghela napas panjang untuk menahan kekesalan gue pada Kinan yang gak bisa gue lampiaskan secara langsung.
Gue bener-bener gak bisa marah sama dia.
Kadang gue lebih memilih untuk melampiaskannya ke mobil. Iya, gue suka kebut-kebutan. Tapi itu kalo malam dan suasana jalan lenggang. Gue juga gak mau ngebahayain orang lain.
Ya walaupun gue tau kebut-kebutan tengah malam juga gak baik buat keselamatan diri gue sendiri.
Hari ini gue ke Rumah Sakit sore. Gue salah satu dokter di Rumah Sakit Therapy milik Ayah. Rumah Sakit Therapy ini Rumah Sakit khusus untuk menangani beberapa trauma. Seperti jatuh sampai pelecehan. Makanya pasien di Rumah Sakit ini kebanyakan anak di bawah umur. Sama seperti yang sedang di hadapan gue ini. Namanya Kesha, dia gadis 11 tahun yang ramah tapi punya trauma yang dalam. Dia memiliki trauma akibat pukulan oleh ayahnya sendiri. Awalnya sama seperti anak-anak yang lain, Kesha juga gak mau ketemu gue. Dia takut bersosialisasi dengan Pria yang lebih dewasa darinya.
"Sekarang yang Kesha rasain gimana?"
"Kemarin pulang dari sini, Bunda ajak aku ke timezone. Aku jadi seneng."
"Bagus. Anak baik sekarang dokter kasih kamu permen ya, jangan lupa di makannya 3x sehari." Perintah gue sembari menyiapkan beberapa obat untuk menghilangkan rasa traumanya. Untuk anak dibawah 17 tahun gue biasa menyebutnya permen. Karena dosisnya yang tidak terlalu tinggi dan bentuknya memang seperti permen.
"Makasih ya dokter baik. Pasti istri dokter beruntung punya suami kayak dokter." kata-katanya cukup membuat gue tertohok.
Semoga.
Semoga Kinan merasa seperti itu. Tapi sayang. Kinan masih belum bisa nerima gue di hidupnya.
Gue tersenyum simpul, "anak manisss." ucap gue sambil mengusap lembut rambutnya.
Memang butuh sabar yang ekstra untuk menangani Kesha sehingga dia bisa setenang ini. Bukan sebulan atau 2 bulan. Mungkin Kinanti juga sama. Butuh waktu yang lama agar dia bisa menerima gue.
Jam ditangan gue sudah menunjukan pukul 9 malam. Kesha tadi pasien terakhir hari ini. Gue langsung meruntuti kaki gue untuk berjalan ke mobil dan mulai menancapkan pedal gas menuju rumah.
Gue dan Kinan selalu bawa kunci masing-masing. Itu permintaan Kinan. Gue bisa apa?
Klek..
Rumah masih gelap gue langsung mencari saklar untuk mencari sebuah penerangan.
Tik..
Rumah sudah terang dan........ masih sama.
"Kinan belum pulang." Gumam gue dalam hati.
Gue langsung mengganti pakaian gue dan membaringkan badan gue di sofa yang berada tepat disudut kamar. Kinan belum mau berbagi ranjang dengan gue.
Perlahan mata gue mulai terpejam.
Mata gue mungkin terpejam, tapi hati dan pikiran gue belum. Gue masih memikirkan Kinanti. Memikirkan cara apa dan bagaimana agar dia bisa menerima gue sebagai suaminya. Menerima gue di hidupnya. Menerima kehadiran gue di hidupnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
More | JJH ☑️
De Todo"Lo tampan, mapan, punya segalanya. Mana ada orang waras mau di jodohin di era milenial gini?" "Saya mau." 'cause we can be more perfect if we're together.. bahasa ; start from - 2019, july 20th. ; ended - 2020, january 09th.