JeffreySetelah berdrama minggu lalu, kini gue dan dia menjadi jauh lebih membaik. Kita jadi lebih saling terbuka satu sama lain, dia menceritakan semua hal yang ada di masa lalunya, dan pantes aja, dia susah untuk melupakan mantan kekasihnya itu. Karena setiap kata yang keluar dari bibir mungilnya itu selalu menampakan kebahagiaan, mata yang berbinar dan rasa kagum. Gak sekalipun pandangan gue lepas dari matanya ketika dia sedang berbicara.
Dari awal memang tampak jelas di matanya bagaimana cara dia mendeskripsikan si sang mantan kekasih, ada rasa sesak dalam diri gue. Dia memuji pria itu, dia mengagumi pria itu bahkan dia amat sangat menyayangi pria itu.
Tapi di akhir cerita, semua pujian itu seolah sirna di dalam matanya yang semula berbinar kini berubah memerah di penuhi oleh rasa kecewanya.
"Dia pergi pas aku udah yakin kalo dia orangnya." begitu ucapnya, "Dia pergi ninggalin semua kenangan dan harapan yang udah kita buat. Eh bukan. Awalnya aku kira aku dan dia punya harapan yang sama. Ternyata engga, Jeff. Aku sendiri yang bangun harapan itu. Dia malah sebaliknya. Dia hancurin semua harapan yang aku bangun sendiri dan pergi."
Kecewa. Itu yang jelas terpancar dari matanya kali ini.
"Tapi aku udah gak sedih lagi sekarang," ujarnya menatap gue dengan tangan kirinya yang menyentuh pipi gue, "Ada kamu disini."
Gue tersenyum sangat ikhlas kali ini.
Dan kini giliran gue yang bercerita. Bercerita tentang masa lalu gue tanpa berniat mengenangnya.
"Dulu aku egois,"
"Aku tau." dia menjawab dengan cepat.
"Dulu aku pemarah,"
"Aku juga tau."
"Dulu aku gak suka liat dia ngelakuin hal yang aku gak suka."
Dia tersenyum, Kinanti memaksakan senyumnya.
"Aku kira, semua itu adalah cara yang tepat untuk mempertahankan sebuah hubungan..," gue tersenyum pahit, "Ternyata aku salah. Aku malah bikin dia pergi."
Kini dia menundukan kepalanya sambil menggenggam tangan gue dengan erat.
"Makanya aku gak mau ngekang kamu. Aku takut kamu juga pergi ninggalin aku kayak yang dia lakuin."
"Karena aku mirip sama dia?" dia bergumam sambil menatap gue dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Gue menggeleng, "Dia itu masa lalu aku." lanjut gue, "Kamu itu sekarang, masa depan, dan selamanya."
Satu tetes cairan bening itu berhasil lolos dari kelopak matanya.
"Aku yakin kamu itu selamanya." ulang gue menegaskan.
Gue mengusap pipinya menghapus jejak air mata yang baru saja lolos dari kelopak matanya.
"Kamu pernah bilang, we can walk side by side. Tapi kita belum pernah mencoba itu."
"I want to walk side by side with you now, tomorrow and forever..," gue memintanya, "And you?"
Dia terdiam.
"Let's erase all memories from the past and start all new now."
Dan kini dia mulai menganggukan kepalanya dengan sangat amat perlahan.
Antara yakin dan tidak yakin.
Gue tau ini berat untuknya. Begitupun untuk gue. Tapi apa salahnya dengan mencoba?
**
Kinanti
Sadar gak sadar, semua yang ada di dunia ini cuma tipuan. Yang keliatannya punya kita ternyata hakikatnya adalah milik orang lain dan yang keliatannya sayang itu cuma untuk kita ternyata orang lain juga punya tempat untuk rasa sayang itu. Dunia memang sebecanda itu, tapi gue gak mau bercanda dalam hal menyayangi atau mengasihi. Gue gak bisa.
Saat kita akhirnya saling berbagi tentang masa lalu yang mengganggu hubungan gue dan dia belakangan ini, kita jadi lebih terbuka dalam hal apapun, kita mulai belajar untuk berkomitmen lagi. Kita mulai belajar untuk berjalan berdampingan. Kita belajar untuk saling mengasihi satu sama lain.
Malam itu, malam dimana gue dan dia benar-benar menjadi kita yang seutuhnya.
Malam itu, malam dimana gue dan dia benar-benar menjalani segalanya bersama.
Malam itu, malam dimana gue dan dia benar-benar hidup untuk saling mengisi kekosongan satu sama lain.
Dia, Jeffrey Aditama berjanji akan tetap di samping gue ketika senang maupun duka. Begitupun dengan gue,
Kita akan saling beriringan bergandengan tangan dan menepis segala macam halangan yang menjadi hambatan.
Mulai malam ini, gue dan dia benar-benar menjadi kita yang seutuhnya.
Jeffrey mencintai Kinanti.
Begitupun sebaliknya.
Malam itu, setelah saling berjanji pada diri masing-masing, gue dan dia terbaring di atas kasur yang berukurang king bed. Berdampingan. Menatap langit-langit kamar yang gelap itu.
Gak ada satupun yang bergeming. Baik gue ataupun dia, masih sibuk dengan pikiran kita masing-masing.
Seharusnya, malam ini bisa benar-benar menjadi awal dari gue dan dia yang menjadi kita.
Tapi ternyata sama saja. Kita hanya diam.
Masih sulit untuk membuka pembicaraan disaat-saat strain seperti ini.
Gue menoleh kearahnya beberapa kali untuk mendapati wajah dinginnya yang masih saja menatapi langit-langit kamar tanpa bergeming.
Walaupun dalam keadaan gelap, side view of his face is such a beautiful view.
Gue menghempaskan napas dengan kasar dan itu berhasil membuat dia sedikit menggerakan tubuhnya. Hanya sedikit saja.
Gue selalu gak suka keadaan seperti ini. Kaku.
Padahal usia pernikahan gue dengannya sudah hampir memasuki setengah tahun. Tapi masih aja seperti ini.
Seolah ada tembok besar antara gue dengannya. Walaupun pernah melakukan itu 2 kali, tapi entah kenapa rasanya sangat gak terbiasa.
Dia mulai memutarkan badannya memunggungi gue. Gue benar-benar gak ngerti kenapa di detik kemudian setelah dia memunggungi gue, gue justru mendekatkan tubuh gue padanya.
Gue memeluknya dari belakang, membiarkan kepala gue bersandar di punggungnya. Tangan gue melingkar tepat di pinggangnya. Gak ada satupun dari kita yang bicara saat itu.
Hingga tangannya mulai menyentuh tangan gue, ada gerakan seolah dia ingin gue melepaskan pelukan ini, namun gue justru semakin mengeratkan pelukan gue sebelum berkata, "Sebentar aja. Let me hug you like this." pinta gue yang di balas olehnya yang mengeratkan tangannya menggenggam tangan gue. Membiarkan gue memeluknya seperti ini.
'Cause what I want right now is just like this. He was beside me and I would still hug him like this. He is better than anyone in my previous life. Karena sekarang tembok itu sudah hancur dan gue yang menghancurkannya.
There is no space between us, because only new hope we have now.
Gue dan dia.
Kinanti dan Jeffrey.
***
😭😭😭😭😭
KAMU SEDANG MEMBACA
More | JJH ☑️
De Todo"Lo tampan, mapan, punya segalanya. Mana ada orang waras mau di jodohin di era milenial gini?" "Saya mau." 'cause we can be more perfect if we're together.. bahasa ; start from - 2019, july 20th. ; ended - 2020, january 09th.