Aku memaksakan diri untuk bangun dari tidur. Rasanya, masih ingin bermanja-manja dengan kasur. Mengingat hari sudah menunjukan pukul lima pagi. Aku jadi takut untuk tidur kembali. Untung saja aku tak terlambat. Jika tidak, pagiku akan disambut konser gratis bunda.
Awalnya mataku masih sembam untuk melihat. Yang Nampak dengan jelas hanya jarum jam bewarna biru, menempel didining sana. Setelah mendengar sesuatu, seperti benda jatuh. Aku langsung beranjak bangun, memasang sikap seperti ninja warior yang ingin berperang. Takutnya maling atau segala macam masuk nih kerumah.
"Resek banget nih tutup!"
Aku mendengar suara perempuan. Dan tanpa basa basi langsung menghadap kesumber suara yang berasal dari samping kiriku.
Alangkah kagetnya aku mendapati Kak Velisha sedang jongkok meraih benda yang jatuh itu. Yaelah, kirain ada orang asing pula. Sia-sia deh gaya yang kupasang tadi. Aku masih diam dibalik tubuh Kak Velisha menghadap kaca. Ia sibuk mengoles sesuatu diwajahnya. Biasanya kak Velisha anti banget tuh sama skincare. Memang kuakui sih, muka dia mulus.
Akhirnya, setelah lama hening seperti orang hilang akal sesaat. Aku samperin tuh Kak Velisha.
"Tumben banget pakai oles-oles dimuka segala kak."
Kak Velisha membalikan badannya, dan jadilah kami hadap-hadapan.
"Ini namanya sunblock. Kemarin bunda ngajakin kakak perawatan ama dokter." Katanya dengan sedikit angkuh. Hilih, mana ada sunblock, yang ada sablon kali ye.
Kemudian aku berpikir sesaat. Ini bunda nggak kebalik apa. Masak Kak Velisha yang udah cantik, dipercantik. Ish, jadi iri deh.
"Oh ya! Tadi gue nompang tidur disini, soalnya ada anak teman bunda nginep."
"Beres gan! Aku mandi dulu ya kak. Mau nitip nggak?" kataku menahan tawa. Pasti kak velisha sudah tau apa maksudku.
Ia yang berwajah datar, lalu membulatkan matanya "Nitip apaan? Emas kayak sungai belakang kalik yang ada." kak Velisha lalu menggelengkan kepala melihat tingkahku, yang sedikit tak waras ini.
Aku tertawa terbahak-bahak sampai berhenti dikamar mandi.
Entah kenapa setiap melihat Kak velisha, aku selalu merasakan sesuatu yang begitu menyakitkan. Yang tak bisa diraba, dilihat, maupun dipikirkan. Begitu irinya aku melihat Kak Velisha, selalu menjadi pusat perhatian banyak orang. Apalah dayaku yang hanya mengandalkan senyuman. Tak wajah, tubuh, maupun pikiran. Hedeh Dasar aku nggak bias ngendaliin air mata. Masa sedang mandi malah nangis.
>_< >_< >_<
Sekolah, jika ditanya tentang tempat itu. Sepuluh dari Sembilan orang akan menjawab tempat belajar, dan didik dengan baik. Tapi, bagiku itu tidak sama sekali. Satu hal tujuanku kesekolah, hanyalah untuk melepas penat kesedihan ini.
Orang bilang, sedih itu hal biasa dialami seseorang. Menangis itu juga sehat kata para ilmuan. Dicaci itu sebuah ujian dari Tuhan, kata para ahli agama. Tapi, apakah semua itu akan menjadi hal positiv setelah aku melakukannya beribu kali? Kehidupan suram, tiada yang menyemangati, apalagi memberi jalan. Membuat putus asa, dan ingin kembali saja kepada Sang Kuasa.
Aku sangat berterimakasih kepada orang yang sudah membangun sekolah ini. Dan menempatiku dengan sahabat, teman yang sangat mengerti padaku. Walaupun aku tak pernah menceritakan, sepatah katapun dihadapan mereka. Tentang kehidupan rumah.
Aku masih sanggup menahan cobaan ini sendiri. Karena aku percaya, Tuhan memberi kita cobaan tak melebihi kemampuan hambanya. Sering, bahkan setiap saat aku mengatakan itu. Untuk memotivasi diri. Tetapi, rasa kecewa dan minder itu selalu datang kedalam keadaan. Bukannya Aku nggak mau bersyukur! Tapi. Argh! Ntahlah! Benci atau tidaknya aku terhadap keadaan ini. Yang namanya hidup harus dijalani.
"HAY VASHA! Pagi brey!" dengan sekejap Firsya sudah berada disampingku.
Air mata yang sempat turun itu, langsung kuhapus agar tak ketahuan. Nggak enak kan pagi-pagi udah curhat pula.
"Hai juga." kataku dengan wajah datar. Ntah kenapa bad mood, aja gitu lihat wajah ni anak.
"Waduh! Kenapa teman kita yang satu ini?" Monica menepuk pundaku. Ternyata Monica peka juga.
"Cuman kurang vit aja."
Kamipun berjalan menuju kelas. Kebetulan amat aku sama sejoli ini satu kelas. Jadi biar nggak sepi, mending barengan aja yakan.
Selama diperjalanan Firsya dan Monica tiada henti bercerita tentang lelucon. Entah karena terlalu bersemangat bercerita atau apa. Tibalah mereka membahas hal sangat asing bagiku.
"Kemarin Siwon shooting film baru loh!" kata Firsya mengalihkan topik. Wah, nggak beres nih. Pasti mereka membahas oplas-oplasan.
"Serius? Hakhakhak, aku baca diberita, film nya ngakak. Nggak sabar nunggu rilis." Monica tertawa kecil.
"Iya dong! Daddy aku!" seru Firsya tersenyum manis. Idih, mau banget deh mereka ngaku-ngaku jadi, anak kpop.
"Terserah lo deh. Btw Go Kyung Pyo bentar lagi keluar wamil. Nggak sabar ngelihat suami aku come back." ini si Monica malah ngaku jadi istrinya plastik. Ish, jijik saja aku mendengarnya. Emang mereka mau ama dia?
"Hah? Actor mana tuh?" tanya Firsya memasang wajah heran. Yaelah ini mereka gimana sih, idol sendiri nggak tau. Aku saja yang nggak suka Korea paling Taunya ama Lee Min Ho, bukan yang lain.
"Yaelah! Yang jadi pemeran dokter ganteng di film cross itu loh!" jawab Monica.
"Hooh. Eh, mampir kekantin dulu yuk! Buat stock nanti."
Jadi beginilah nasibku yang terkacangkan. Dasar mereka itu kalau cerita oplas udah lupa sama keadaan. Lagian ngapain sih mereka, pada nge idolain oplas-oplasan. Nggak kebayang para oppa nya meleleh karena panas.
Bodo ah, mending cepet-cepet kekelas, nyalin pr semalam yang belum sempet dikerjain. Sebenarnya bukan belum sempat sih, lagi malas aja. Maafkanlah aku ini yang SANGAT PEMALAS.
***
Terimakasih sudah menjadi pembaca setia DIFOME! SARANGHEO READERS!
By: Geochim💛
KAMU SEDANG MEMBACA
Different From Me [ENDING]
Novela Juvenil{SUDAH TERBIT TERSEDIA DI ONLINE SHOP} Kisah seorang kpopers, bernama Vasha. Selalu merasa terbebani akan hidupnya. Dunia ini seakan kelam, saat keluarganya merendahkan. Sampai datang sosok lelaki, yang memuaskan hati Vasha Bersama oppa Koreanya. Mu...