DIFOME~07

132 37 0
                                    

Bunda dan Kak Velisha kok aneh banget ya. Yang jelas, pagi ini aku ditinggal berangkat sekolah dengan mereka. Padahal, aku tadi hanya mengambil botol minum ketinggalan didapur. Eh, saat aku keluar rumah, mereka pergi begitu saja.

Akhirnya, aku mengiklaskan pergi berkereta kesekolah. Zaman benaran sudah modern, disepanjang perjalanan. Semua umat manusia Sembilan puluh persen naik kendaraan pribadi. Apalah dayaku yang ditinggal sendiri.

Disaat perjalanan menuju sekolah. Semua orang yang mengenalku, menyapaku dengan melambaikan tangan mereka. Aku hanya memaparkan senyum bahagia. Tanpa mereka ketahui, dilubuk hatiku sedang merintih kesakitan. Bunda jelas sekali menampakkan pilih kasihnya.

Ketika aku benci menjadi diriku sendiri, ketika aku ingin menghilang selamanya. Satu hal membuatku masih bertahan sampai kesini, MASA DEPAN! OK FINE! Kini, aku tak usah mempedulikan ocehan mereka lagi. Aku percaya, mimpi yang kuhayalkan akan terjadi suatu hari. Tapi tunggu! Mimpiku apaan yak?! NTAH LAH!

Perjalananku menuju tujuan masih lama. Maklumilah ya, dari rumah ke sekolahku jaraknya empat sampai lima kiloan. Sedangkan Kak Velisha satu sampai dua kiloan kali ya. Tapi, dia malah diantar. Bikin iri mulu deh tu, sikakak.

And after long time! Aku telah berada diparkiran, untuk menitipkan sepedaku. Disaat ingin menuju kelas, ketemu deh sama si Silvi. Teman sebangkuku pas kelas tujuh dulu.

"Tumben banget lo pakai sepeda tadi!" Kami berjalan dikoridor lokal tujuh, ingin menuju kelas Sembilan.

"Heheh, iseng aja mau ngecilin badan!" Jawabku asal.

"Iya nih, badan lo gede banget! Gue perhatiin dikelas, lo paling besar tau nggak!" Tiba-tiba saja perkataannya menyinggung hatiku. Kenapa dia berubah drastic sekarang?

"Hah?"

"Nggak deng, gua bercanda! Babay mau kekantin dulu!" Silvi menepuk punggungku pelan, lalu ia berbelok arah kekantin.

Plese deh! Kalau bercanda tu nggak usah bawa fisik. Aku paling kesal tau nggak, jika ada yang cemoohin diriku. Kenapa orang gendut itu selalu aja disakitin tiap saat? Mereka mungkin bisa jadiin bahan lawakan. Tapi bagiku Argh! Banyak banget cobaan pagi ini!

"Hai Tumant!" Sorakan mereka menyambutku sampai diteras kelas.

"Tumant" adalah nama squad kami. Yang beranggotakan aku, Firsya, Monica, Hanaira, Kiwa, Cherly. Member nya saling melengkapi satu sama lain. Ada yang pintar, kreatif, ngasih arahan, dan juga kaya pastinya. Kalau mau tau lebih lanjut, nanti aku tunjukin deh!

"Yaampoen! Ngejutin ae kalian!" Aku mengelus dada dan menggelengkan kepala.

"Yaelah bercanda doang! Gimana chimmy yang gue kasih waktu itu?" Tanya Firsya. Seketika mengingatkanku pada patung itu.

"Menuhin isi rumah aku aja!" Aku berbohong, menatapnya masam, dan melipat tangan didada. Sesekali ngerjain dia, nggak apa-apa kali ya.

"JAHAT LO! Sini balikin! Gua jual aja, lumayan uang masuk!" Firsya melototi aku. Kami serempak tertawa melihat reaksi Firsya seperti itu.

"Itu aja ngambek!"

"Woi! Woi! Kita jadikan makan ditraktir Kiwa nanti? Mumpung jamkos lagi!" Monica berbicara. Aku langsung mengarah ke Kiwa, yang terkejut besar disana.

"Loh? Kok aku mulu sich! Ganti-gantian dong!" Berontak Kiwa dengan gaya manjalitanya. Kasihan juga nih anak, lama-lama bisa tergadai mobil ferarinya.

"Tumant! Kalau jamkos itu belajar! Kita harus mempersiapkan UN mendatang!" Ntah kenapa si Cherly malah kepikiran belajar. Eh, diakan anak teladan nomor satu disekolah.

"Iih! Nggak asik! Dari pada itu, mending cabut nge print foto Ryewook di warnet!" Firsya memonyongkan bibirnya. Makin gemes banget sama ni anak. Minta dimakan.

"Ckckck! Ingatlah tumant! Yang kalian idolakan bukan muslim! Kita tak boleh mencintai orang bla bla bla" Hanaira sok jadi ustazah ini malah ceramah, sepanjang tali monyet.

"Heh Ivi! Bisa nggak sih, sekali aja jangan hina-hina suami kami!" Monica yang juga pengagum oplas berontak sekerasnya.

"Jangan gitu! Kasihanilah Ivi yang selalu berdakwah, tanpa mendapat pengikut!" Kiwa yang lebay kebangetan memeluk Hanaira erat. Aduh, jangan sampai LGBT lah!

Hanaira melepaskan pelukan Kiwa, "Apa sih kalian! Nama aku bukan Ivi! Ingat ya rasullullah melarang umatnya untuk saling menjelekan orang!" Udah cocok banget nih si Hanaira mangkal di Masjid tiap saat.

"DASAR IVI OCA TEH MELATI!" Kami bersorak menghadap muka Hanaira serempak. Ada-ada saja sebutan untuk tumant satu ini.

"Tumant-tumant, suaranya kecilin! Hargain kelas lain lagi belajar!" Tegur cherly yang bijak ini. Kami langsung tersadar dengan keadaan. Wajarlah, Squad Tumant kalau udah ngumpul mulutnya kayak cacing kepanasan.

Berapa banyak cacian yang berjatuhan seperti hujan dikehidupanku. Yang selalu kukenang, kuingat, bahkan kuratapi sesaat. Squad itu seperti pelangi, setelah hujan berguyuran. Pelangi itu datang hanya sesaat, dan ditentukan oleh waktunya. Tetapi, sekali ia muncul, aku benar-benar melupakan beban dunia.

Sama kalanya disaat Squad Tuman nimbrung saksama. Walaupun kami sering berdebat dengan hal yang aneh sekali. Tapi, tak membuat kehancuran diantaranya. Jika saja aku bisa terus Bersama mereka setiap waktu. Semua lukaku nggak akan kusapa, dan tinggalkan saja.

Melepas tawa, penat, kesedihan, yang tersisa. Bahkan, aku adalah orang yang paling sering bersuara keras mengeluarkan kehebohanku dihadapan mereka. Mungkin hatiku yang dingin, tak ingin menyebarkan kehancuranku kepada siapapun. Biarlah aku yang mengetahuinya. Cukup aku! AKU! AKU! DAN AKU SAJA!

***

Terimakasih sudah menjadi pembaca setia DIFOME! SARANGHEO READERS!

By: Geochim💛


Different From Me [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang