DIFOME~29

70 24 3
                                    

"Ahahah PENGECUT!!!" yang tadinya bayangan putih di semak-semak, tiba-tiba berubah menjadi Aldric yang muncul dari arah yang sama.

Oh Shit! KURANG AJAR!

"Ja-jahat! Hiks..." aku lalu menangis deras. Dikeadaan seperti ini, Aldric masih sempat tertawa puas disana.

Dasar anak psikopat senang banget liat orang susah!

"Kau fikir aku peduli? TIDAKKK!!!"

Plakk

"Bangsat!" Aldric mendengus kesal setelah satu tamparan dari Azmi berhasil mendarat dipipinya.

"Bercanda boleh, tapi jangan berlebihan!" Azmipun jongkok lalu ia mengobati lukaku.

Perlahan dia mengeluarkan kaca, yang sekitar dua senti yang menancap telapak kakiku.

"Sa-sakit."

"Tahan sebentar. Nanti bakal sembuh kok." Azmi berhasil mengeluarkan benda itu. Ia dengan lincahnya membaluti lukaku dengan rapi.

Selama Azmi berada dihadapanku, aku menatap wajahnya yang mulus dan cerah. membawa ketenangan, tapi, juga membuat hatiku berfirasat lain. Entah mengapa, air mataku semakin deras bercucuran, tanpa sebab.

menyadari hal itu, Azmi tertegun mendapati aku sedang menangis, "Jangan nangis lagi ya, maaf aku lama." Azmi mengahapus air mataku, ia tersenyum kecil. Gini dong jadi cowok bukan kayak si Aldric, udah salah, nge gas pula.

"Bla bla bla, modus meraja lela!" Aldric memutar bola matanya malas, lalu pergi dari hadapan kami.

"Pasti sririk!" balasku bebas.

"Udah, biarin. Kita keasrama aja ya."

"Aku laper."

"Bisa jalan?"

Aku menggelengkan kepada memberi jawaban.

"Kalau gitu, naik!" Azmi menghadapkan punggungnya kepadaku. Itu mustahil, aku berat, tak akan sanggup diangkat Azmi yang kurus kerempeng ini.

"Jangan bimbang, gue nggak selemah lo kira" Azmi bisa membaca pikiranku tadi. Aku perlahan naik kepunggungnya.

"Let's go!"

Diperjalanan Azmi tiada henti menceritakan kisah komedi didalam hidupnya. Aku terhibur. Hidup Azmi begitu beruntung. Berasal dari keluarga kaya, dan selalu bahagia.

Lebih dari satu orang yang selalu kudengar akan kehidupannya yang tentram. Jujur, selama aku masih mendengarnya, sifat iri itu muncul dalam diriku. Kenapa hidupku begitu malang? Atau mungkin ini hanya sebatas cobaan? Ntah lah!

"Sampai!" Azmi menurunkanku ketika kami berhadapan dengan sebuah rumah makan. Aku berdiri termenung tanpa berkutik.

"Restaurant masih jauh, yang dekat cuma ini. Nggak apa-apa kan?"

Aku membalas dengan senyuman kecil. Azmi menggiringku masuk, dengan senang hati aku memilih duduk didekat jendela, selagi mencari Udara segar.

"Capek ya?" tanyaku melirik Azmi yang wajahnya kelihatan lelah.

"Santuy, gue laki. Emang lo nggak lebih capek apa?"

Dia sakit ya? Kan yang gendong aku, dia! Aku cuman nompang enak saja!

Aku mengerutkan kening tak mengerti. "Hah?"

"Si Vasha istrinya Jimin, putar-putar mulu dipikiranku!"

Degh!

Gombalan macam apa ini? Aku rasa tak ada yang lebih dari barusan. Tubuhku panas, aku menjadi canggung menatapnya. Aku menundukkan kepala.

"Jangan malu gitu dong!" Azmi malah menegakkan daguku hingga wajah kami saling bertatap.

"Santai, Vasha."

"I-iya"

Tiba-tiba wajahku memerah. Melihat Azmi yang meluruskan pinggangnya. Bukan masalah itu, melainkan baju Azmi terbuka dibagian bawah. Menampakkan abs nya. Wow! Aku berdecak kagum. Idaman! Serasa melihat Joshua asli secara langsung saja!

>_<>_<>_<

Teriakan bahagia dan sedih bercampuran saat aku sampai di depan Mading. Ada yang menampakkan seri wajahnya, ada yang menangis atas kekecewaannya. Pertanda bahwa nilai try out satu telah keluar. Aku mempercepat langkah, tak sabar melihat hasilku selama ini.

"Yeah!" seperti biasa setiap tahunnya, aku selalu meraih lima besar nilai terbaik.

"Kerja bagus!"

Aku melirik kekanan, disana ada Azmi. Ia memaparkan telapak kanannya, seolah-olah ingin bertepuk.

"Thank's!" tiada kata lain yang bisa kuucapkan. Semua berkat bantuan Azmi aku begini.

"Wah! Chingu couple ini selalu dapet memuaskan ya tiap tahunnya!"

Ya, siapa lagi kalau bukan Dika. Orang yang setiap saat memanggil teman sekitarnya 'chingu'.

"Heheh, Dika juga masuk sepuluh besar kok!" balasku tersenyum tipis.

"Di-dika? Lo Dika yang kpopers itu ya?"

Tepat sekali! Tebakan Azmi benar.

"Eits! Bukan Dika, tapi"

"Eko Oppa!!!" sambung para ciwi-ciwi dibelakang Dika. Setiap kemanapun, Dika selalu membawa rombongan ceweknya. Ia tak pernah malu berteman dengan lawan jenis, meski di geng nya itu hanya Dika seorang lelaki.

Aku melirik ke Azmi. Ia menggaruk tekuk kebingungan. Bagaimana bisa Azmi mengerti dengan ucapan Dika. Sedangkan Dika hanya mengakui dirinya 'Eko Oppa' tanpa memberi kejelasan.

"Dah chingu-chingu! See you!" Dika melambaikan tangan, aku membalasnya. Mereka pergi menjauh dari aku dan Azmi.

"Yuk kekantin!"

"Tu-tunggu!"

***

Cuman mau bilangin ke readers tetap sehat ya❤. Nanti nggak ada yang baca ceritaku, aku sedih;(

By: Geochim💛

Different From Me [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang