DIFOME~16

98 31 0
                                    

"Chilla?" Mataku bergejolak ketika melihat gadis itu menggoreskan tangannya dengan silet.

Lantas, aku langsung menjauhkan benda tajam tersebut dari Chilla. Lalu, mengambil tisu yang terletak tak jauh disana. Dan membalutinya kekedua tangan Chilla.

"Ha... Ha... Hahaha!" Aku tak mengerti maksud Chilla apa. Ia tiba-tiba saja tertawa begitu keras.

Aku mencek tangannya untuk memastikan ini jebakan atau apa. Ternyata dugaanku salah, Chilla benar-benar melukai salah satu anggota tubuhnya dengan silet itu.

"Chil sadar! Lo gila hah?" Aku menggoyangkan tubuh Chilla dengan kedua bahunya.

"GUA GILA! KALIAN SEMUA PERGI KARNA MALU MENGENAL GUA KAN?" Gendang telingaku serasa ingin pecah saat Chilla berteriak sekerasnya.

"Chil, maaf..." Aku langsung memeluk chilla erat.

Seharusnya aku berpikir dulu sebelum perkataan "Gila" terucap. Aku memang sangat lancang untuk ini semua!

>_<>_<>_<

Diriku merasa sedikit tenang ketika Chilla sudah kuistirahatkan diuks saat jam belajar tadi. Ia sekarang menjadi lebih bias dikontrol dari sebelumnya.

Semenjak kejadian, aku baru tahu. Bahwa Chilla harus membutuhkan obat saat depresi nya kumat. Aku pikir ia cuma mengalami depresi biasa, ternyata bukan, malah sebaliknya.

Atas paksaan silelaki yang tak kuketahui namanya itu. Pergilah aku keperpustakaan untuk belajar dengannya sore ini. Dan meninggalkan Chilla sendiri diasrama. Sebenarnya berat sih melepaskan Chilla tanpaku.

Tapi, kalau dipikir-pikir, jika niat lelaki yang ingin membantu aku baik sih ga apa-apa ya. Tapi kalau terjadi hal tak diinginkan awas saja. Sempat dia berbuat yang aneh-aneh padaku, akanku panggilkan para wamil Korea Selatan kemari.

Sudah lebih dari dua puluh menit aku menanti kedatangannya. Akhirnya lelaki itu baru muncul sekarang. Sesuai janji kami akan berkumpul jam lima sore. Tapi, nyatanya ia malah bertele-tele. Dasar lelaki nggak ada beresnya!

"Sorry gua telat!" Lelaki itu lalu duduk seenaknya disampingku. Sok sksd banget dah gayanya.

"Lelet banget!" Sindirku tanpa meliriknya, dan terfokus pada laptop dihadapanku saja.

"Mmm... Langsung mulai lah ya!" Ia mengeluarkan beberapa buku. Dan baru saja hari pertama belajar kalian tau apa yang dibawanya? Tiga buku matematika melebihi tebal tasku.

"Inikan first meeting, nggak mau kenalan dulu gitu?" Aku meliriknya yang sudah bersiap ingin belajar.

"Rempong! Lagian aku suruh kamu nyari tau namaku, bukan aku yang sebutkan! Sudahlah lanjut!" Lelaki itu lalu memakai kacamatanya yang bewarna hitam.

Kayaknya aku salah udah bergaul sama anak yang sok kepintaran ini. Tapi udah terlanjur, bodo amat lah ya.

Ketika pelajaran akan dimulai, lelaki itu malah menggeser bangkunya mendekat kearah aku. Akupun langsung menjauhkan kursiku darinya.

Setiap aku memberi jarak diantara kursi kami, ia terus mendekat. Begitu seterusnya, hingga tak menyisakan meja bagianku. Sesekali aku melirik kearahnya. Dan sialan banget! Ia malah menatapku dengan tatapan jahil, tanpa berdosa.

"Lo mau ngajak belajar atau baku hantam? Resek banget!" Aku bangkit dari kursi dan memandangi wajahnya dengan penuh amarah.

"Baku hantam!"

"Tapi dikamar mandi!" Lalu ia mengedipkan sebelah matanya. Sumpah dah ni anak. Orang lagi serius malah nge mesum! Perlu digundar deh otaknya!

Aku tengah menatapnya yang sibuk ketawa-ketiwi itu. Tapi syukurlah, aku tak terpengaruh olehnya. Karna aku sudah terlanjur kesal. Akhirnya aku memutuskan mengalah dan pergi saja. Membereskan laptopku, dan menyandang tas.

Ketika aku sudah bersiap. Ia malah menahanku dengan mengenggam tangan ini. "Kalau aku tampar dosa ga ya?"

"Aku bercanda kok! Jangan baper dong!" Ia tersenyum jahil. Lah? Kok dia malah kembali mirip Joshua lagi sih?

Seketika, aku langsung tersipu malu melihatnya. Aku rasa pipiku sudah merah merona sekarang. Aduh! Aku ini kalau udah lihat cogan auto klepek-klepek!

"Duduk!" Perintahnya mengacaukan tatapan diantara kami.

Aku kembali keposisi semula disampingnya. Ia mulai bicara menerangkan pelajaran. Aku yang salfok justru memerhatikan ketampanan anak satu ini. Yaampun! Mata! Mata! Tolonglah!

Tung!

Aku langsung tersadar ketika lelaki itu memukul kecil keningku dengan pensilnya.

"Kan malah ngantuk!"

"Namanya juga manusia. Emang aku malaikat? Nggak punya hawa kantuk!" Nggak tau deh kenapa anak ini nyeselin banget bicara sama aku. Padahal tampangnya ganteng.

"Ya nggak usah nge gas! Bentar aku beli minum dulu! Awas tidur!" Ia pergi dengan entengnya keluar perpustakaan.

Aku yang lumayan cerdik ini memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Aku meraih tasnya dan mengambil salah satu buku didalam. Bisa jadi saja dengan itu mempermudah aku mengetahui namanya.

Lama bahkan hampir semua barang seisi tas ini ku teliti. Tak satupun ada tanda kepemilikan nama darinya. Yang tertulis disetiap benda disana adalah kode "2745". Benaran buat orang susah mulu tuh anak!

"Pasti stalker isi tas gua kan?"

Ketika aku sudah putus asa. Tiba-tiba lelaki itu berada disampingku. Ini anak cheetah atau apa. Cepet banget geraknya.

"Pede banget deh lo! Gua aja lagi nyari pulpen!" Kataku berbohong. Sesekali nggak apa-apa lah ya bohong demi menutupi kebohongan.

"Ter-se-rah! Nih ngutang dulu minumnya!" Ia memberi sebuah botol aqua. Yaelah ni anak selain bikes juga pelit. Ntar sempit kuburan baru tau rasa!

"Oh ya, kita belajar sampai kapan? Aku ngantuk! Hoah!" Aku menguap menatap jam yang sudah menunjukan pukul enam.

"Sembilan!" Jawabnya cepat dan enteng.

Mataku membelak tak terima, "Hah? Tapi kan..." Dengan cepatnya lelaki itu langsung memotong pembicaraanku.

"Ngga usa pakai bacot!"

Argh! Aku nyesel banget udah ngikutin kehendah brengsek ini! Memang hidup nggak pernah singgah di happy story!

***

Terimakasih sudah menjadi pembaca setia DIFOME! SARANGHEO READERS!

By: Geochim💛


Different From Me [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang