DIFOME~06

126 41 2
                                    

Aku bangun dengan keadaan mata, yang benar-benar bengkak. Ini pasti akibat menangis tadi malam. Barang-barang disekitarku masih berantakan. Laptop sudah berada dibawah kakiku. Selimut saja ntah dimana letaknya, mungkin terjatuh dilantai sana. Tapi, untungnya patung Chimmy masih merekat dipelukan.

Tanpa menunda waktu lagi. Aku beranjak membereskan kamar. Mengingat hari sudah jam sembilan. Pasti aku sudah ditunggu untuk makan bersama, atau ditinggalkan. Memang salah aku sih, terlambat bangun. Gegara begadang nge drakor dan nangis.

Usai mengerjakan semuanya. Aku bergegas menuju ruang makan.

Dari kejauhan, sepertinya disana sangat ramai. Apa bunda mengadakan arisan bersama teman-temannya dirumah. Karena penasaran, aku mempercepat langkah.

Sesampai disitu. Nggak disangka, ternyata keluarga lagi besarku ngumpul. Kenapa bunda tak bilang-bilang ya. Kalau tau ada silaturahmi gini, aku bakalan bangun cepat dan nggak begadang.

Dengan wajah tanpa dosa. Aku tersenyum kepada mereka semua disana. Sampai mataku bertatap dengan Tante Lestari.

"Itu Kak Vasha dateng! Sini nak!" Tante Lestari tersenyum sebagai sapaan, menepuk bangku disebelahnya. Aku membalas senyuman Tante Lestari lebar, lalu menuju bangku itu, dan duduk manis disana.

"Kebiasaan tuh bangunnya kesiangan! Nggak malu lagi!" Bunda melirikku tajam, sambil menuangkan sup iga kemangkuk yang terletak dihadapanku.

"Heheh, maaf bun. Tadi malam kan begadang" Aku menggaruk tekuk.

"Biasa itu mah. Namanya anak remaja teh. Vasha, itu kenapa nak?" Tante Lestari menunjuk wajahku. Waduh, inikan gores karena hantaman rapor malam tadi.

Aku mengelus mukaku sesaat, "Ini karena kesandung, lalu gores deh tan" Jawabku bohong. Jika aku mengatakan sebenarnya, bisa di skak mati sama bunda nanti.

"Hati-hati dong sayang! Yuk makan!"

Kami sekeluarga serempak memulai santapan hidangan. Eits, sebelum itu juga nggak lupa berdoa. Sebab sudah lama tak berkumpul seperti ini. Semua tawa terlepas dari diri kami.

Aku merasa keluarga besar tak tahu apa urusan inti. Makanya mereka nggak pernah bertanya soal pelajaranpun kepadaku. Tiba-tiba hal yang belum pernah kami bahas saat kumpul-kumpul. Datang dengan begitunya.

"Velisha gimana belajarnya?" Tanya Tante Linda kepada sang kebanggaan keluarga. Aku langsung berfirasat sesuatu buruk akan terjadi.

"Alhamdulillah lancer tan!" Jawab Kak Velisha yang tampak bahagia, ditanyai hal tersebut. Baru segitu udah belagu aja kak!

"Iya dong! Velisha mah udah nomor satu disekolahnya! Bangga sekali teteh punya anak kayak Velisha" bunda bersemangat bercerita, lalu memeluk Kak Velisha dari samping. Iri banget deh lihat mereka berdua selalu akur. Hiks

"Kalau si Vasha adeknya pasti nggak kalah nih!" Tebak Tante Lestari.

"Ck! Vasha udah jauh banget bedanya dari SD dulu! Kerjaannya main HP mulu!" Ucap menggelengkan kepala.

"Itu lah! Saya suka heran sama anak jaman sekarang. Hp melulu! Kayak Hp saja kehidupannya!" Perkataan Tante Linda barusan, membuatku sangat, sangat tersindir.

"Vasha jangan main mulu! Udah kelas sembilan masih aja santai! Ntar nggak lulus loh!" Om Juanda ikut berkomentar.

WTF lah! "Sebego itukah aku dimata mereka?!" Perih amat jadi orang bodoh!

"Nggak gitu juga kali! Vasha harus semangat! Tante support kamu sayang!" Tante Lestari membelai rambutku. Aku mendamparkan senyuman manis.

"Besok tante ajak perawatan deh! Biar wajahnya bersih dan perfect!" Ajak Tante Lestari. Aku melebarkan mata. Sumpah! Baik banget wanita ini! Aku bersyukur bertemu dengannya!

"Halah, dulu pernah dibawak gituan. Eh, dianya nggak mau makai! Nggak usah repot-repot deh Tari!" Kenapa sih Bunda selalu merusak suasana?!

>_<>_<>_<

Aku meraih chimmy yang tergeletak dikasur. Lalu memeluknya erat. Melampiaskan semua tangisku.

Dunia begitu jahat, untuk ditinggali orang yang buruk sepertiku. Baik secara fisik maupun otak. Aku adalah manusia termalang didunia ini. Andai aku berada diposisi Kak Velisha, betapa bangga dan bahagianya aku menjadinya.

Ketika langit menyapa dengan embun paginya. Disitu seperti gemuruh datang menghampiriku. Ketika matahari menyambut pagi cerah. Disitu serasa hujan badai akan terjadi. Kehidupanku memang suram.

Lenganku, kakiku, jiwaku yang sudah kujalani sampai sekarang, tiada berarti. Berjuang sendiri memang menyakitkan. Aku yang bercahaya, harga diriku yang berarti, telah dinodai cacian luar sana.

"Vasha kecewakan mendengar semuanya?" Dengan sekejap ayah sudah berada disampingku. Menyadari itu, aku menghapus air mata. Tapi apa daya, ayah pasti sudah melihatku menangis dari tadi.

"Aku memang jelek ya yah?"

Ayah dengan cepat, menggelengkan kepala menatapku, "Nggak sayang! Vasha anak ayah paling hebat! Ayah bangga padamu!" Lantun ayah begitu lembut. Membuatku terbawa suasana.

"Hiks Ayah bohong! Ayah pasti bohong!" Berontaku keras didepan Ayah.

"Aku ini Bodoh, gendut, jelek, jerawatan. Pasti ayah menyesal punya anak sepertikukan?!" Walaupun aku yang mengatakannya didepan ayah. Tetap saja malu mendengarnya.

Dengan sekejap, ayah membawaku kepelukannya, "Sstt! Vasha nggak boleh ngomong gitu! Ayah benci kalau gadis kecil mencemoohkan dirinya!" Ia berkata tepat sekali ditelinga ini. Suaranya terdengar begitu tulus.

"Hiks Ta-tapi, kenapa kakak selalu dipuji? Selalu dibandingkan dengan diriku yang rendah ini!" Aku membalas pelukan ayah erat.

"Nggak tuh! Ayah yang akan memujimu sayang! Tenanglah! Vasha harus bisa melawan perkataan orang itu! Ayah yakin kamu bisa! Pasti!" Lalu ia membelai wajahku, dan menghapus air mataku.

Aku sangat bangga memeliki ayah sepertinya. Walau ia hanya bekerja sebagai asisten pemimpin diluar kota. Ia rela bolak balik tiap minggu untuk menemui kami kekota ini.

Aku merasa sangat bersalah telah berteriak keras seperti tadi. Pasti ayah sangat terluka, disaat aku mengakui kekurangan ini. Jika tidak, kenapa ia ikut menangis bersamaku sekarang?

***

Terimakasih sudah menjadi pembaca setia DIFOME! SARANGHEO READERS!

By: Geochim💛


Different From Me [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang