DIFOME~11

104 34 0
                                    

Kalau dihitung-hitung, udah lebih dari satu bulan aku menetap disekolah baru ini. Walaupun bergelar new senior, tapi tak semua hal sekolah bisa kukenali. Jujur, nggak enak banget ditempat baru sekarang. Ya namanya new school harus beradaptasi dulu.

Sebelum pindah kesini, aku berharap ada yang akan mengikuti jejak Squad Tumant. Eh, boro-boro aja dianggap kayak gitu, yang akrab denganku sampai sekarang hanya satu. Yaitu si Chilla, teman mungkin bisa dibilang sahabat satu-satunya.

Aku tuh paling nggak suka disini, kalau anti sama elektronik. Mungkin pakai laptop lumayan juga lah ya. Tapi, masalahnya nggak dibolehin bawa handphone. Ga bisa mantau bias aku lagi dong! Walau di laptop lebih leluasa, tetapi tak seseru di handphone.

Kalau dengan handphone bisa nikmatin abs Jimin diam-diam. Tanpa ketahuan siapapun! AZZEK! Maafkanlah pikiranku yang melewati batas ini.

"Chil, kalau mau nelfon, duluan aja!" Aku mempersilahkan Chilla. Kini kami berada dipusat komunikasi teknologi terbesar disekolah ini. Jika ingin menelfon orang tua atau donlowad drakor ya disini aja!

"Males ah! Kemaren udah hubungin nenek, lagian aku nggak bawa bool strud nya" bool sturd adalah sebuah kartu penanda siswa siswi asrama. Kalau mau jalan-jalan keluar karangan sekolah, mau nelfon bunda, atau yang lainnya, tinggal gesek aja deh. Hmm, lumayan modern juga lah ya.

Aku menggesek kartu itu kebadan telefon, lalu meraih gagangnya. Kalau udah ada tanda biru, berarti nomor yang akan dihubungi udah kebaca. Sebenarnya, semenjak bunda menitipkanku disini, belum ada yang menghuungiku. Aku rindu dengan mereka. Terlebih, setelah kepergian Kak Velisha menuju alam akhirat duluan. Aku bisa nangis dan mogok makan dibuatnya.

Setelah menunggu lama menghubungkan, akhirnya bunda mengangkat panggilanku.

"Halo bun, adek kangen!" Seruku memulai percakapan.

"KANGEN? Bunda nggak bakal ngelihat kamu kesana, sebelum nilai kamu naik!"

Aku sedikit menjauhkan gagang telefon itu. Suara bunda yang seharusnya kurindukan. Malah merusak mood ku. Bunda kok tiba-tiba bicara langsung gitu ya. Kemana suara bunda saat ia memohon padaku masuk kesini? Apakah itu rayuan belaka?!

"Tapi bun, pelajarannya pay..."

Tut...tut...tut...

Hatiku ngilu ketika bunda memutuskan panggilan. Apa sih maksud bunda mengajaku untuk sekolah disini? Pada akhirnya nggak ada yang mempedulikan aku, sama saja seperti dirumah. Dulu aku berharap semua anggota semakin sayang usai aku sekolah disini. Beginilah jika ekspektasi tak sesuai reality!

"Jangan sedih ya!" Tanpa kusadari, Chilla disamping mengelus punggungku lembut.

Menyadari hal itu, aku menghapus air mata yang sempat turun.

"Cuma terharu aja kok, udah lama nggak denger suara bunda!" Kemudian aku tersenyum selebarnya. Memang sudah menjadi kebiasaanku, untuk menyembunyikan kesedihan. Aku tak ingin orang tau dan merasakan kepahitan ini. "Nikmati saja jenakku, tak usah ketahui lukaku".

Kamipun berjalan menuju kantin. Disekolah ini semuanya serba bersih banget. Nggak ada yang namanya bakwan, mie rebus, atau apalah. Yang trand nya pitza, dan kfc. Walaupun kw lah ya, heheh.

Sesampai diarea kantin, mataku tearah kesegerombolan orang, sedang berkumpul dan heboh dimeja sudut sana. Karena membangkitkan rasa kepo. Akhirnya aku dan Chilla menghampiri situasi tersebut. Keadaan benaran ramai, aku saja dan Chilla menyelip-nyelip untuk memastikan ada apa.

Setelah menghampiri pertemuan inti disana. Nggak disangka banget, ternyata ada anak lagi cinta monyetan. Nyesa; banget dah, aku ngelihat ini. Tau banget orang jomlo.

"OMG! Itukan Farel! Anak pengusaha terbesar di Jakarta!" Chilla menunjuk lelaki yang sedang berlutut memegang bucket bunga didepan sana.

"Yaelah orang kaya ternyata, udah yuk makan!" Ajaku menarik tangan Chilla.

"AAH! Nanti dulu! Aku masih mau nyaksiin ending nya!" Chilla dengan gaya manjanya menolak.

Aku hanya diam menatap Vera dan Farel, sepasang manusia yang lagi tembak-tembakan. Apa sih enaknya ngelihat pandangan ini. Ntar kalau si Vera nolak, Farel malu. Kalau Vera terima Farel, pelukan. Biasa mah di drakor kayak juga gitu. Udah tau aja nih scenario nya gimana.

Lama kelamaan aku merasa muak memandangi mereka yang hanya senyam senyum nggak jelas. Sementara para penonton makin penasaran dan bersorak seperti kpopers hadirin concert oppa. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari situ.

Rooftop! Adalah tujuan utamaku kini. Aku akan melepaskan semuanya disana, yang kupendam semenjak usai menelfon bunda tadi. Gila banget, selama diperjalanan menuju rooftop, nggak ada satupun kelas sembilan yang menetap dilokalnya. Pada ngelihatin yang dikantin kali ye.

Soalnya aku dengar-dengar si Farel itu lumayan terkenal karena kayanya. Ya bodo amat lah! Mau kaya, miskinnya tuh anak, nggak ada untung ma aku.

Sesampai di rooftop, aku menuju sofa disudut sana. Meluruskan pinggang, membuka ikat rambutku, menyandarkan punggungku. nikmat banget dah momen ini. Usai melakukan itu, aku mempersiapkan diri mencurahkan semuanya.

Sewaktu-waktu, dunia ini selalu saja tak terasa adil dan nyaman. Kita memang berada dibumi yang sama, tapi takdir yang berbeda. Semuanya tentu bisa direncanakan, tapi tak bisa dipastikan. Dunia yang benaran suram, tanpa semangat, terasa begitu dalam bagiku.

Memangkah hidupku akan berlanjut seperti ini saja? Apakah tidak ada bunga yang mekar diantaranya. Menyedihkan! Aku butuh tawa dan ceria kembali! Aku butuh Suad Tumant.

Wahai Falia, Belna, aku sangat sangat merindukan cerita kpop kalian. Cherly, aku membutuhkan mu disaat masa sulit belajar sekarang. Hanaira, aku begitu menginginkan kembali mendengar ceramah unfaedah mu itu. Kiwa, aku tak akan melupakan kegilaan yang pernah kau tunjukan. Kalian! Kalian! Kalian! Sini kubisikkan melalui angin! Aku sangat rapuh! Rapuh! Tanpamu!

***

Terimakasih sudah menjadi pembaca setia DIFOME! SARANGHEO READERS!

By: Geochim💛


Different From Me [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang