Chapter 6 || Mine is Yours Too

75.9K 4.8K 103
                                    

She asked, what I can't get from you?

He answered, nothing. You got me completely.

Selain membuat peraturan memakai pakaian putih setiap senin sampai rabu, Dokter John juga membuat tradisi tukar hadiah setiap bulan. Tradisi itu dilaksakan tepatnya satu hari setelah gajihan. Tujuan ia membuat tradisi itu agar membentuk ikatan yang kuat antar sesama dokter. Alasan! padahal ia hanya ingin mendapat hadiah setiap bulan dari anak buahnya.

"Isi ulang tisu?"

Tika menertawakan remeh hadiah pemberian Fajar. Ia tahu alasan mengapa Fajar memberinya isi ulang tisu, itu karena Fajar sering menghabiskan tisu miliknya yang selalu ia taruh di atas meja.

"Emang lo ngarep apa? Cincin nikah?" goda Fajar hingga membuat Tika nyaris muntah mendengarnya.

Kesempatan ini diambil pula oleh Dokter John untuk membagikan oleh-oleh dari Hawaii kepada seluruh anak buahnya. Mulai dari kemeja aloha yaitu kemeja bermotif ramai yang sering dipakai orang-orang ketika di pantai. Boneka goyang perempuan dengan pakaian khas Hawaii yang biasa dijadikan hiasan dalam mobil. Dan juga kacang khas Hawaii yaitu macadamia dengan berbagai rasa.

Krek.

Pintu dibuka, Adimas baru saja kembali setelah memeriksa pasien bersama suster Nadine.

"Wah, kayaknya kita ketinggalan momen seru deh," ujar Nadine pada Adimas.

"Sini-sini gabung. Dokter John lagi bagi oleh-oleh," panggil Tika pada Nadine agar bergabung bersama.

Sementara Adimas melenggang pergi ke mejanya karena tiba-tiba saja badannya terasa lemas.

"Dokter Adimas, berhenti disitu."

Langkah kaki Adimas pun berhenti mendengar perintah Dokter John.

"Suster Nadine mau kasih hadiah buat kamu," ujar Dokter John.

Adimas menoleh pada Nadine.

Nadine meraih kotak yang terletak di atas meja kerjanya, dengan gugup ia menyodorkan kotak itu kepada Adimas, "Ini kemeja buat Dokter. Karena katanya kemarin kemeja dokter kelunturan."

"Cieee..." semua berseru kecuali Tika yang terbakar api cemburu.

"Tukeran kado dong..." goda Bima.

Adimas hanya diam tak tahu harus melakukan apa. Ia lupa membeli kado karena orang yang selalu ia suruh membeli kado masih belum bekerja hari ini yaitu Mang Encep, sahabatnya.

"Jangan bilang kamu gak bawa kado," tebak Dokter John.

"Saya lupa, Pak," jujur Adimas.

"Kamu ini!" kesal Dokter John.

Nadine tersenyum memaklumi, "Gak papa kok, asalkan kemejanya nanti dipakai."

"Haduhh manisnya..." Fajar menyenggol lengan Tika, "saingan baru tuh."

"Ekhem ekhem," Tika berdiri dari duduknya, mencoba bersikap anggun seperti Nadine namun jatuhnya seperti mimi peri dimata Fajar, Bima dan Dokter John.

Tika berjalan ke arah Adimas dengan sebuah kotak berwarna biru berpita pink, "Dua hari yang lalu kan aku jatuhin mug kesayangan kamu, jadi aku beliin kamu mug baru. By the way, itu mug couple."

Adimas menerima kotak tersebut dengan kikuk. Membuka sedikit untuk menengok seperti apa bentuk mug pemberian Tika. Setelah melihatnya ia segera menutupnya kembali.

"Makasih," ujar Adimas mengangkat dua kotak hadiah pemberian Nadine dan Tika.

"Sama-sama, aku gak papa kok kalau kamu gak kasih kado asalkan nanti kita pakai mugnya barengan," pinta Tika dengan senyum malu-malu dan diakhiri kedipan mata.

Fajar, Bima dan Dokter John dibuat merinding melihatnya.

Good morning, Adimas

"Assalamua'laikum."

Tak ada sahutan.

"Hah, sendiri lagi," Riana melepas sepatu dan menaruhnya di rak. Kemudian menekan saklar lampu karena keadaan rumah gelap.

"Astaga," ia dibuat kaget melihat sosok Adimas tengah duduk di sofa dengan mata terpejam.

Riana mengambil mug untuk membuat teh hangat seperti biasa, "Aku pikir Kakak lembur malam ini."

Tak ada jawaban, Riana pun berpikir bahwa Adimas benar-benar tidur. Ia pun duduk di meja makan sembari menikmati teh. Lima menit kemudian ia merasa ada yang aneh pada Suaminya. Ia mendekat karena melihat Adimas bergerak tak nyaman. Baru kali ini ia melihat suaminya tidur di sofa.

"Kakak kenapa?" tanyanya dengan pelan.

"Gak enak badan," Adimas menjawab dengan mata terpejam.

Riana meletakkan telapak tangan ke kening Adimas. Tindakannya itu membuat kedua mata Adimas terbuka. Lekas-lekas ia menjauhkan tangannya lagi.

"Iya, badan kakak hangat. Aku ambilin obat ya."

Adimas memperhatikan punggung Riana yang sedang mencarikan obat untuknya di dapur. Kemudian ia menutup mata kembali ketika Riana membalikan badan dan berjalan kearahnya dengan obat dan segelas air putih.

"Gak usah mandi dulu malam ini tapi kalau kakak tetap mau mandi, panggil aku aja nanti aku siapin air hangat," ujar Riana membukakan bungkus obat penurun panas andalannya.

Adimas menerima obat tersebut dari tangan Riana. Menegaknya bersamaan air putih.

"Kepalanya pusing gak?"

Adimas menggeleng.

"Perutnya mual? Oh iya, kakak udah makan belum?"

Adimas menggeleng lagi.

"Mau aku buatin bubur?" tawar Riana.

Adimas menggeleng, "Gak usah," ia menggantung kalimatnya, entah mengapa ia merasa jahat pada Riana karena selalu mengatakan kata tidak tanpa memberikan alasannya.

"Aku lagi gak nafsu makan," lanjutnya.

"Yaudah kalo gitu Kakak lanjut istirahat di kamar aja."

Hening, Adimas tak beranjak dari sofa sementara Riana duduk berhadapan dengannya. Ia memperhatikan Riana yang sedang menikmati teh.

"Kakak mau? Biar aku buatin lagi, soalnya itu aku pakai gula biasa," tawar Riana.

Tanpa menunggu jawaban, Riana langsung pergi ke dapur membuatkan teh hangat untuk Adimas.

"Kenapa gak pakai gulanya?"

"Itu kan punya Kakak," jawab Riana dari arah dapur yang letaknya hanya bersebrangan dengan sofa yang tengah diduduki Adimas.

"Punya aku punya kamu juga," gumam Adimas.

Riana mendengarnya, gerakannya menuang gula rendah kalori ke gelas terhenti. Ia tersenyum bersamaan hatinya yang berdesir.

Good morning, Adimas

Instagram penulis : @52whalien_ difollow yak! Maksa nih, xie xie🙆🏻🙇🏻‍♀️

Good morning, Adimas (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang