Chapter 25 || Mas Adimas

64.1K 3.6K 62
                                    

"Have you ever regretted marrying me?" her husband asked.

"Never. But i will regret it if we get divorced," she answered.

Suara alarm berhasil membangunkan Riana. Ia segera bergegas mandi dan mengecek kembali barang-barang bawaannya agar tidak ada yang ketinggalan atau masih belum masuk ke dalam koper. Semuanya sudah aman, dua pasang bra pink hitam itu juga sudah bersemayam disana.

Adimas dan Riana keluar dari kamar masing-masing diwaktu yang bersamaan. Keduanya saling melirik canggung kemudian fokus mengunci kamar masing-masing.

Pikiran tentang apa yang akan mereka lakukan selama tiga hari ke depan masih menari-nari di benak mereka. Tapi Adimas dan Riana begitu apik menutupinya dengan topeng masing-masing. Adimas yang selalu memasang wajah cuek seolah tak perduli dan Riana yang salahnya selalu menjadikan senyum sebagai tameng untuk menutupi sakit hatinya.

Adimas mengambil alih koper dari tangan Riana, mengangkatnya dan memasukannya ke dalam bagasi. Inilah wujud asli dari sosoknya yang terkesan tak perduli. Sebenarnya ia hanya sedang membatasi diri karena di dunia ini tak ada yang bisa ia percaya lagi mungkin juga itu Riana, istrinya sendiri.

"Makasih kak," ujar Riana dengan tulusnya.

Adimas tidak tahu seberapa tulus Riana mengucapkan itu dan seberapa bahagia hati Riana ketika Adimas membantu hal-hal kecil yang sebenarnya lazim dilakukan oleh pasangan lain. Adimas tidak bisa melihat ketulusan itu hingga hatinya juga terlalu beku untuk Riana lelehkan.

"Ini kak."

Adimas menerima handphonenya kembali yang tadi malam dibawa tidur Riana.

Dan Riana langsung masuk ke dalam mobil.

Jadi kronologinya seperti ini, sekembalinya Adimas dari kamar Riana, ia langsung terduduk di sisi ranjang dengan wajah cengo kemudian sepanjang malam ia tidak berani mendatangi kamar Riana untuk meminta handphonenya kembali. Begitupula Riana yang menjadi sangat malu untuk bertemu Adimas karena insiden 'kaos kaki' itu sehingga ia memutuskan untuk menyimpan handphone suaminya sepanjang malam.

Sesampainya di Bandara keduanya dikejutkan dengan kedatangan Selly dan Oma Maya. Kedua wanita berusia lanjut itu berjalan sambil menarik koper masing-masing.

Adimas dan Riana saling pandang, mereka pikir bulan madu ini hanya akan dihabiskan berdua saja tapi sepertinya akan ada yang mengawasi mereka atau mungkin pula menghancurkan momen bulan madu singkat ini.

Adimas menundukan kepala-malu melihat Mamanya sudah mengenakan baju pantai lengkap dengan topi pantai, kacamata hitam, dan kain bermotif bunga yang diikatkan di pinggang. Duh, benarkah itu mamanya? Tidak tertukar kan? Pantas saja Ayahnya jarang membawa mamanya jalan-jalan ternyata ini alasannya.

Setelah satu jam penerbangan akhirnya mereka semua sampai di bandara Ngurah Rai pada jam 10 pagi. Sebuah mobil menjemput mereka untuk menuju Villa yang sudah dipesan oleh Selly untuk tiga hari kedepan.

"Villa? Ma, kita cuma tiga hari disini. Kesannya terlalu berlebihan," Adimas protes setelah melihat sebuah Villa mewah berdiri di depan matanya.

"Heh," Selly memukul pelan lengan Adimas, "kalau sama pasangan itu harus totalitas. Kasih sesuatu jangan setengah-setengah. Lagian dengan kalian tinggal di villa 'ibadah' kalian jadinya gak akan ada yang ganggu."

Oma tertawa cekikikan ketika Selly berucap seperti itu.

"Oma," panggil Riana. Ia menggeram keberatan ketika mencoba menurunkan koper milik Omanya, "argh! Oma bawa apaan sih kok berat banget," keluhnya.

Good morning, Adimas (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang