CHAPTER 34 || Bad Day Ever

52K 2.7K 53
                                    

Why every womens like men who often make them cry rather than laugh?, He asked.

Because love is not always about happiness but also struggle, she replied.

Tak pernah terpikirkan oleh Riana bahwa gadis pendek bernampilan biasa saja seperti dirinya ini bisa mendapat pengakuan cinta dari anak orang kaya yang berwajah tampan. Apa yang Danis lihat darinya selama ini? Sangat tidak masuk akal jika Danis jatuh cinta padanya hanya karena ia pernah meminjamkan sendok. Memang seberapa berartinya sendok bagi Danis? Ngaco-ngaco, pikirannya mulai ngaco. Tadi berangkat memikirkan Adimas sekarang pulang memikirkan Danis. Argh! Kenapa isi kepalanya ini hanya tentang laki-laki sih. Pantas saja mata kuliah tidak bisa menembus ke otaknya.

Bruk!

"Aduh," Riana mengaduh setelah tak sengaja motor yang ia bawa menabrak pembatas jalan.

Riana mengangkat motor yang menimpa kakinya. Beruntung ia hanya jatuh sendirian kalau sampai bertabrakan dengan orang kan bisa ribet dan panjang urusannya.

"Kenapa cobaan hari ini banyak banget sih," keluhnya.

Riana terduduk di aspal, ia tiup poninya yang berantakan tanpa melepaskan helmnya lebih dulu. Ia berdecak sebal setelah melihat celana jeansnya robek dibagian lutut hingga memperlihatkan luka lecet di sana.

Drrrtt

Terpaksa Riana mengangkat sedikit bokongnya demi merogoh ponsel yang tersimpan di kantong celananya.

"Yah-yah, kok matii..." rengeknya setelah tak sempat menggeser ikon hijau di layar. Ia pun juga belum sempat melihat siapa yang meneleponnya barusan.

Ugh! Sepertinya hari ini memang menjadi hari sialnya. Tapi, kemudian ia teringat hari ini adalah hari ulang tahun Adimas yang berarti harusnya menjadi hari istimewanya juga. Teringat Adimas ia langsung bangkit berdiri tanpa memperdulikan betapa perih luka lecetnya dan kembali mengendarai motornya.

Ternyata Adimas masih menjadi semangatnya sampai sekarang. Dulu sewaktu SMP dengan mendengar nama Adimas disebut saja bisa membuatnya senyum-senyum tidak jelas, rela memutar kepalanya ketika Adimas melewati kelasnya saat jam pelajaran berlangsung dan kerja jantungnya selalu tak karuan setiap Adimas menyebut namanya.

Asik bernostalgia tak terasa Riana sudah sampai di restoran. Ia langsung melepaskan helm dan mengecek tatanan rambutnya di spion. Lalu berlari-lari kecil memasuki restoran dan menemukan beberapa teman Adimas sudah datang.

Riana bertanya pada salah satu pelayan yang lewat, "jam berapa sekarang, bli?"

Pelayan itu mengecek jam tangannya, "jam setengah enam, mba."

Riana mengangguk menepuk bahu pelayan itu agar lanjut menyediakan makanan pada para tamu. Dengan menahan perih ia membasuh lukanya di toilet.

"Ini muka udah jelek jadi makin jelek," ucapnya di depan cermin pada penampilannya yang urak-urakan setelah jatuh. Ia tidak punya waktu lagi untuk pulang berganti pakaian dan ia juga hanya membawa lipstik dan parfume saja saat ini. Ia bukan tipe perempuan yang isi tasnya adalah make up untuk touch up setiap waktu.

Good morning, Adimas (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang