Chapter 16 || First Coffee to Start Us

62.1K 3.9K 63
                                    

I'll make you coffee, to improve your mood, the wife said.

Not yet, i need coffee and you too. It's a perfect combination, the husband raplied and made her smile.

Adimas adalah orang yang tidak pandai mengeskpresikan perasaan marah, sedih, bahagia ataupun rasa cemburunya. Semua orang menyebutnya sebagai manusia berdarah dingin terkecuali Riana. Dan ternyata istrinya itu tidak mengerti bagaimana perasaannya ketika melihatnya datang bersama laki-laki lain. Boleh jadi kejadian tadi malam membuat perasaan Adimas membaik tapi bisakah Riana jangan berurusan lagi dengan pria berkacamata hitam itu?

Kekesalan Adimas tak berhenti disana bahkan bertambah mengingat siang ini akan ada rapat yang dipimpin langsung oleh Ayahnya-Dokter David. Tak perlu bertanya pada Bima pun ia sudah tahu apa yang akan dibicarakan saat rapat nanti.

Ketika semua teman-temannya pergi ke ruang rapat, ia justru melenggang pergi tak tentu arah. Langkahnya pun terhenti pada sebuah ruangan dimana Riani dirawat. Dengan pelan ia menarik knop pintu dan menemukan Riani tengah tertidur.

Adimas mengulurkan tangan merapikan anak rambut yang mengenai mata terpejam gadis itu.

"Maaf," ia berucap pelan.

Ia diingatkan kembali pada hari dimana ia mengemis pada David agar mau memasukan Riani dalam daftar pasien yang membutuhkan donor cepat, namun sampai saat ini Riani belum juga mendapatkan pendonor. Ia harap Riani bisa bertahan lebih lama lagi, untuknya dan untuk semua orang yang menyayangi Riani.

***

"Dimana dokter Adimas?" David bertanya setelah melihat kursi yang biasa ditempati Adimas kosong.

Selang beberapa menit setelah rapat berjalan pintu ruangan dibuka-Adimas berjalan masuk dengan santainya. Menarik kursi dan duduk tanpa memperdulikan tatapan peserta rapat lainnya.

David memandang Adimas dengan dingin. Putranya itu sepertinya sengaja membuatnya malu dengan datang terlambat dari dokter lainnya.

Rapat berlangsung tiga puluh menit, inti dari rapat ini adalah bahwa cucu Presiden akan melakukan operasi transplantasi ginjal di rumah sakit Halim Gunawarman dan Adimas ditunjuk untuk memimpin jalannya operasi.

Adimas terkekeh sinis mengetukan-ngetukan pulpen pada meja rapat yang terbuat dari kaca hingga membuat bunyi yang mengusik semua orang yang ada disini. Tak satupun terkecuali ia yang mengetahui apa tujuan sebenarnya dari Ayahnya yang memaksakan operasi keluarga Presiden dilaksanakan di Halim.

Sedari dulu Adimas menunggu protes dari seseorang tapi tak ada satupun yang melakukan itu. Mungkin mereka tidak berani mengusik keputusan Ayahnya. Adimas benci keadaan ini, ia sudah capek didorong maju dengan paksa oleh Ayahnya sejak SMP.

Adimas mengangkat tangan, "Saya keberatan. Beberapa hari ini saya sedang dalam kondisi buruk. Saya tidak berani mengambil resiko jika terjadi kesalahan saat operasi karena keadaan saya. Jadi, saya serahkan tugas itu kepada atasan saya yang lebih berpengalaman," ia arahkan tangannya pada Dokter John.

Dokter John kaget dan menunjuk diri sendiri, "Saya?"

Dokter John kaget dan menunjuk diri sendiri, "Saya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Good morning, Adimas (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang