The woman asks with tears, can you see the love that i gave?
The man looked away, i can see it but i can't feel it.
•
Ternyata begini rasanya menjadi seorang ibu ketika anaknya sedang sakit, rela terjaga di malam hari demi mengecek setiap saat apakah demam anaknya sudah turun atau semakin naik. Riana seperti memiliki anak laki-laki malam ini, ia sudah tertidur setengah jam yang lalu kemudian terbangun karena alarm yang sengaja ia pasang setiap 30 menit sekali.
Ini adalah alarm yang pertama, dengan mata yang belum terbuka sempurna ia berjalan sembari mengikat rambut dengan asal. Dengan pelan ia membuka pintu kamar Adimas yang ternyata tidak dikunci. Terhitung tiga kali ia pernah masuk ke ruangan ini. Pertama, ketika Adimas memintanya untuk tidur di sini karena AC di kamarnya mati dan saat itu sedang musim kemarau. Kedua, saat orang tua Adimas menginap dan memakai kamarnya.
Ia tak menemukan sosok Suaminya di atas tempat tidur. Lantas dimana? Kasurnya masih tertata rapi tandanya Adimas tidak merebahkan diri disana. Riana panik, ia pun turun ke bawah dan menemukan Adimas tidur di sofa lengkap dengan selimut. Ia pun menghela nafas lega.
Dengan langkah hati-hati Riana mendekat, berjongkok menatap wajah damai suaminya. Memeriksa kembali kening Adimas yang ternyata masih panas. Ia pergi ke dapur menuang air hangat ke dalam baskom kecil dan mengambil kain.
Riana duduk bersila di bawah, memeras kain dan meletakkannya ke kening Adimas dengan hati-hati agar suaminya tidak bangun. Kemudian kembali memandangi wajah damai yang bergerak gusar karena merasakan sesuatu yang basah di keningnya. Ia tak habis pikir mengapa Adimas memilih tidur di sofa bukannya di kamar.
Riana mengambil bantal sofa dan tidur di bawah. Kembali menyalakan alarm dan merubah suara menjadi getar saja. Ia harus mengganti kain beberapa kali sampai panas Adimas turun. Ia melamun, apakah jika ia memiliki seorang ibu, ia juga mendapatkan perlakuan yang sama seperti yang ia lakukan pada Adimas sekarang? Entahlah, karena sejak bayi ia belum pernah merasakan sosok ibu dalam hidupnya.
Tak apa, ia punya Oma dan Ayah yang merawatnya sampai usia 8 tahun. Hanya ada beberapa ingatan masa kecil bersama ayahnya. Andai Tuhan tidak secepat itu mengambil Ayahnya, ia pasti punya banyak kenangan yang bisa diingat diwaktu-waktu seperti ini.
Asik melamun, Riana pun kembali memejamkan mata. Berusaha tak terlalu terjaga dan menaruh handphone di atas perutnya agar ia merasakan getaran alarm kedua.
•Good morning, Adimas•
Tuk
Bunyi benda terjatuh ke lantai membuat Adimas terjaga. Ah, sudah pagi rupanya. Tubuhnya terasa sakit karena tidur di sofa semalaman. Namun ia tidak merasakan pusing lagi pada kepalanya dan tubuhnya pun tidak meriang lagi. Hanya saja perutnya lapar karena sejak malam tadi ia belum menyentuh makanan.
Tangannya terulur mengambil sebuah kain yang berada keningnya. Ia pun memutuskan untuk bangun dan kaget melihat Riana tidur di bawah tanpa selimut dan hanya beralaskan karpet. Ia baru sadar selimutnya ada dua, seingatnya ia hanya bawa satu tadi malam. Ia mengulurkan tangan hendak membangunkan Riana namun ia urungkan.
Dengan pelan Adimas menurunkan kedua kakinya agar tak mengenai tubuh Riana. Ia tertegun melihat baskom berisi air di atas meja. Apa tadi malam Riana mengompresnya? Adimas menyentuh air di dalam baskom yang ternyata masih hangat, tanda Riana baru saja menggantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good morning, Adimas (Telah Terbit)
RomanceDisarankan follow sebelum membaca. Rank from wattpad : #1 Married Life #1 Romantic #2 Indonesiamembaca #1 grasindo #1 Kopi {Good morning, Adimas} Sudah setahun semenjak ijab kabul itu berlangsung, dan hubungan ini masih sama. Bahkan untuk bertegur s...