Tristan's Breakfast | part 14

57K 2.8K 241
                                    

Jangan abaikan note kecil di setiap akhir cerita.

Happy readiing!!

Happy readiing!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tristan ❤❤

Tristan Mansion. New York City. Amerika Serikat. 07.00 am

"Satu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Satu. Hatciiiihh!"

"Dua. Hatciiiihh?"

"Tiga. Hatc--"

"Sarapanmu telah siap, aku akan ke kantor dan mungkin pulang malam,"

Alexandra menoleh dengan hidung merah dan mulut menganga sebab bersinnya sempat terhenti karena mendengar suara Tristan. Matanya menangkap sosok Tristan membawa nampan yang ditutupi kain tipis, lalu meletakkannya di atas nakas.

"Kau sendiri yang membuatnya?" tanya Alexandra memastikan.

Tristan mengangguk. Mungkin baginya bukanlah apa-apa tapi bagi orang lain itu adalah hal yang istimewa, membayangkan orang seperti Tristan, sosok yang begitu dikagumi wanita hampir di setiap sudut kota, membuatkan sarapan adalah hal yang begitu luar biasa.

"Kau harus makan, jangan nilai rasanya."

Alexandra bangkit dari ranjang, menghampiri Tristan dan memeluk pria tersebut dengan erat walau hanya sekejap. "Terimakasih, suamiku. Aku beruntung memiliki suami sepertimu, dan bagaimanapun rasanya aku akan memakannya, karena aku tau kau membuatnya dengan cinta."

Alexandra memang pintar merangkai kata-kata berlebihan yang tidak berfaedah.

Pujian yang sangat berlebihan itu tak ditanggapi oleh Tristan, pria tersebut hanya senyum tipis segaris dan mengacak puncak kepala Alexandra. "Surat izin sudah diterima dosenmu. Ku harap kau tidak keluar dari mansion dan kelayapan diluar."

Alexandra tercengir lebar, memamerkan deretan gigi rapinya--kakinya berjinjit, lalu menangkup wajah Tristan dan memberikan kecupan dibibir penuh pria tersebut.

"Selamat bekerja sayang, aku tidak akan kelayapan."

Tristan berbalik dengan wajah kembali datar, kakinya berjalan keluar dengan irama sepatu pantofel yang beradu dengan lantai, begitu mengintimidasi karena suasana hening.

Little Wife, LexaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang