🌼 PROLOG

26.5K 531 12
                                    

Insyira, atau akrab dipanggil Sisi. Gadis 10 tahun yang akhir akhir ini hobi memakai minyak wangi dan bedak tabur amat banyak saat berangkat mengaji membuat Neneknya geleng geleng kepala. Sisi, gadis kecil yang rumahnya hanya berjarak dua rumah saja dengan Pondok Pesantren An-Nur membuatnya mau tidak mau harus menempuh pendidikan islaminya di Pondok Pesantren An-Nur tiap sore dan malam.

Pernah suatu waktu Sisi meminta ijin kepada Neneknya untuk mondok saja disana, namun Neneknya tidak memperbolehkannya karena alasan tertentu. Yang pertama, Sisi masih kecil, dan yang kedua, hanya Sisi keluarga Nenek satu satunya, begitupun sebaliknya.

"Habis Si, parfum nenek," tegur nenek yang kemudian merampas parfum berukuran 35ml itu dari tangan kecil Sisi sebelum ludes.

"Aduh, Nek. Ini punggungnya belum di kasih parfum," balas Sisi yang kini melompat lompat berusaha untuk meraih parfum itu dari tangan Nenek yang sengaja ditinggiin.

"Ish, kamu ini mau ketemu siapa toh? Wangi banget. Itu loh mukamu itu kebanyakan bedak tabur, sudah kayak donat gula," ujar Nenek yang kini sibuk meratakan bedak tabur yang berantakan di wajah Sisi. Sisi yang melihat aksi Neneknya langsung mundur dan merajuk.

"Ih neeeek, kok di ilangin sih bedaknyaaaaa," rengek Sisi sebal.

"Astaghfirullah. Enggak Nenek ilangin, ini Nenek rapihin. Kamu ini loh, kayak donat gula ini. Lihat, di jilbabmu semua loh ini." Nenek kembali meratakan bedak tabur yang berantakan di wajah Sisi meski siempunya kini tengah merengut sebal.

"Mau ketemu siapa toh memang? Berangkat ngaji kok kayak mau ngecengin cowok," goda Nenek yang sesekali menoel hidung Sisi.

"Mau ketemu Gus Badar lah! Siapa lagi? Kalau Sisi nggak cantik nanti Gus Badarnya di rebut sama Ustadzah Mutia! Nenek sih, pake dihilangin ini bedaknya!" Rajuk Sisi lagi, yang kini ditambah dengan gejukan kakinya.
Nenek hanya tertawa geli melihat cucunya yang tergila gila dengan Gus Badar putra bungsu kyai Sya'ban alias guru mengajinya di pondok pesantren sebelah rumah mereka.

"Coba sekarang Nenek mau tanya. Gus Badar itu umurnya 22 tahun, Ustadzah Mutia umurnya 18 tahun, kamu? Kamu umurnya 10 tahun. Beda jauh sama mereka berdua. Niat ngaji ya ngaji nduk, jangan malah tebar pesona sampai pakai parfum hampir sebotol seperti ini," nasihat Nenek.

Sisi sebal, gejukan kakinya semakin brutal. Nenek seperti tidak tahu saja kalau cucu kecilnya itu sedang kasmaran.

"Nenek iiiih, malah bilang begitu. Sisi kan kalo udah gede mau jadi istrinya Gus Badar! Kenapa Nenek malah bicarain umur sih! Memangnya kenapa dengan umur 10 tahun?"
Belum sempat Nenek menjawab pertanyaan Sisi, teriakan anak kecil lain sudah terdengar di depan rumah.

"Assalamualaikum. Si, Sisi, ngaji yuk!". teriak tiga bocil seumuran Sisi. Yaitu Geca, Zahra, dan Ina. Sisi yang masih bersitegang dengan Neneknya pun langsung melesat menemui teman temannya yang sudah siap di depan rumahnya.

"Sisi ngaji dulu Nek!" Pamit Sisi setalah mencium punggung tangan Neneknya.

***

Ditengah perjalanan menuju Pondok Pesantren. Geca, Zahra, dan Ina berbisik bisik satu sama lain, sesekali mereka tertawa kecil seraya melirik ke arah Sisi. Sisi yang merasa di pergunjingkan itu pun mendelik sewot.

"Ngapain bisik bisik? Ngomong langsung sini sama aku!" ucap Sisi ngegas yang sukses membuat nyali ke tiga temannya ciut.

Bisa dibilang Sisi ini adalah Boss nya para bocil, nggak cowo nggak cewe semuanya pada takut sama Sisi, apalagi kalau Sisi sudah ngegas pasti nyali semua bocil menciut seketika.

"Geca tuh Si, katanya Sisi kayak Kesemek. Putih putih semua wajahnya," adu Zahra.

"Ih Zahra, apaan sih! Orang tadi kamu yang bilang. Iya kan, Na?" Geca mencoba untuk mencari pembelaan pada Ina dan malah menyalahkan Zahra.

Ummi Untuk Gamal [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang