Sekali lagi kutelaah pantulan yang ada di cermin sana. Meneguhkan penampilan untuk beranjak keluar dari kamar kesayangan. Sebab suasana rumah yang hening tanpa suara, maka bisa dipastikan suara pintuku akan terdengar hingga ke lantai bawah. Dan, betul saja. Seakaan menyadari, Bang Ion menyahut lantang hingga membuatku kaget hampir terhuyung.
"Alhamdulillah, Ya Allah," teriaknya.
Penasaran dengan apa yang mengundang suara lantangnya itu, aku pun berjalan cepat menuruni anak tangga. Namun, hal itu hanya sia-sia. Di situ hanya ada dia tanpa ada hal menarik apapun. Hanya sosok Bang Ion yang tengah berduduk manis di sofa sambil ditemani televisi yang menyala.
"Alhamdulillah lama juga ya," katanya dengan senyum menyeringai. "Lo ngapain aja, Princess?" ledeknya seketika melihat ekspresi wajahku. Karena saat ini, aku malas meladeninya. Aku pun lebih memilih untuk memasamkan muka sembari menggelengkan kepala.
Sambil terkekeh dia berdiri dan mengambil kunci mobil. Tak lama kemudian ia berjalan mendekatiku dan langsung melingkarkan lengannya di bahuku; merangkulku dengan erat.
"Langsung aja ke mobil ye—jangan lama kayak waktu itu. Gue udah lapar nih," katanya seraya mengelus perut.
Oh gitu, kirain kenapa tiba-tiba ngerangkul begini. Dikira aku selelet apa sampai harus diiring gini?!
"Yeee... Siapa juga yang lama," belaku tak mau salah. Dengan sigap aku bergerak, melepaskan rangkulan Bang Ion dan masuk ke mobil. Hari ini aku enggak mau ngulangin kejadian kemarin. Nanti yang ada malu sendiri karena diolok-olok sama dia.
~~~~~~
"Hm, aku es teh susu aja. Satu ya, Mbak."
Setelah sekian lama aku nyari minuman, akhirnya hanya milih es teh susu. Bingung aja gitu, banyak banget menunya.
Tanpa menghiraukan yang lain, aku beralih memainkan ponselku. Hanya sekadar ngebalas chat yang masuk. Isinya penuh dengan Rayna yang ngomel enggak jelas, lalu ada juga sih chat dari Bima. Ya apa lagi kalau bukan tentang Rayna.
Baru beberapa pesan mereka aku balas, tiba-tiba saja tangan Bang Ion menutupi layar ponselku.
"Ini gue ada di depan lo, kenapa dianggurin?" tanyanya dengan pandangan menyelidik.
Yaelah, baru juga sebentar aku mainin handphone. Namun, karena tak ingin berdebat. Jariku pun bergerak menekan tombol di sisi handphone, menguncinya untuk sejenak.
"Iya, Iya... Kenapa?" tanyaku sambil menatap orang yang duduk di depanku ini.
"Nah gitu lah, ngomong kek sama gue. Lo gimana?"
Pertanyaan Bang Ion berhasil membuatku sedikit bingung. Entah, karena aku yang enggak paham atau dia yang nanyanya enggak jelas.
"Gimana apanya?" tanyaku meminta penjelasan darinya.
"Kita kan udah lama ga ketemu, Nay. Mana gue tau keadaan lo sekarang."
"Gitu-gitu aja sih Bang, enggak ada perubahan rasanya," balasku dengan enteng seraya mengeryitkan bahu. Kalau di tanya masalah begitu. Rasanya aku ingin sembunyi aja. Malas banget ngomongin hal-hal yang terjadi pada beberapa tahun belakangan ini. Cukup ribet...
Sekilas senyum tersungging di bibir Bang Ion. "Halah boong banget," celetuk Bang Ion seraya bersandar pada kursinya. Tak berhenti di situ, dia pun meneruskan perkataannya. "Gini ya, Nay. Mungkin memang sekarang gue belum sepenuhnya tau tentang lo. Tapi, dulu gue pernah khatam dengan kelakuan lo, Nay. Gue yakin lo memang sama kaya dulu, tapi ada yang beda dikit lah."
Eh, kenapa tiba-tiba dia jadi cenayang?
Jujur saja, pernyataannya membuatku sedikit bingung. Apa segitu mudahnya untuk melihat perbedaan ini? Tapi, bisa saja apa yang dibilangnya juga benar. Dia pernah sangat mengenalku. Pastilah tidak sulit baginya untuk menyadari hal ini.
"Emang apa bedanya, Bang?" tanyaku sambil terkekeh pelan berusaha menyangkalnya.
"Kinay yang dulu gue kenal, anaknya ceria; tanpa beban. Dia enggak pernah sekalipun memendam perasaannya. Seenggaknya selalu bisa cerita ke gue. Nah, kalau Kinay yang sekarang..." jelasnya sambil berjeda sebentar untuk memberikanku tatapan penuh selidik. "Gue yakin lo tau sendiri jawabannya. Tampang lo enggak bisa bohong, Nay. Percuma bohongin gue, enggak mempan," lanjutnya.
Aku tertegun sejenak ketika mendengar penjelasannya. Selama ini aku kira tidak ada seseorang pun yang menyadarinya. Apa mungkin ini hanya karena dia ingat akan tampangku waktu kecil? Wajah tanpa beban nan ceria itu mungkin sedikit luntur dari diri ini.
"Kinay gak papa, Bang. Serius dah," tuturku sambil mengalihkan mataku ke arah lain. Tak ada sedikitpun keinginan di diri ini untuk menatap matanya. Sepertinya hati ini telah menolak untuk kembali berbohong padanya.
Sebuah senyuman tulus pun terpasang di wajahnya seraya berkata, "Lo tenang aja, gue di sini. Gue enggak bakalan maksa lo cerita, Nay. Gue tunggu lo seutuhnya ya, Princess."
Dengan itu, tangannya meraih kepalaku. Mengacak rambutku dengan pelan. Tindakannya sekecil ini berhasil mencairkan suasana yang tadi cukup tegang.
"Ih, Abang! Tuh, kan rambut gue jadi berantakan," pekikku seraya dengan cepat membenahi rambut. Nanti dikira orang gila lagi.
Drrttt! Drrttt! Drrttt!
Tiba-tiba saja ponsel Bang Ion bergetar di sakunya. Ada panggilan masuk katanya. Tanpa nunggu lama, dia langsung menerima panggilan itu. Tetap duduk di depanku, menatapku walaupun sedang berbicara entah dengan siapa di ponselnya.
'Iya? Halo?'
'Emang sekarang lagi di mana?'
'Sehat ga?'
'Alhamdulillah kalau gitu'
Kayaknya Bang Ion lagi nelfon pacarnya deh, soalnya pelan banget suaranya. Sebuah senyuman licik terukir di wajahku. Waktunya gantian ngeledekin anak ini nih.
'Pacar ya? Aaa ciahhh lutuna.' ledekku tanpa suara, agar hanya dia yang tau.
Seketika saja dia tertawa, tak menghiraukan orang yang sedang ditelefonnya itu.
"Pacar, pacar. Alay bener kamu, Nay. Ini adek gue, si Aldena," timpalnya.
Yah, dugaanku salah. Ternyata itu adik perempuannya Bang Ion. Dia pun kembali fokus berbicara pada Aldena dengan mata tetap memandangku.
'Al, abang dapet adek baru di sini. Si Princess yang satu nih. Bisa ngertiin abangnya, mau diajak jalan. Enggak kayak lo.'
Bang Ion pun kembali tertawa ketika meledek adiknya. Aku hanya bisa menantapnya dengan seulas senyum di wajah. Terpana dengan apa yang baru saja dikatakannya.
Gini ya rasanya waktu dikenalin sebagai adik sama abang?

KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpectedly Found
Fiksi RemajaKisah harapan seorang anak tunggal bernama Kinay yang kedatinya tak jauh dari kata sepi. Alur hidupnya yang menyendiri dan penuh rahasia tak sengaja terungkap oleh Derion; sang abang sepupu. Selangkah saja Derion memasuki kehidupannya, semua langsun...