"Bye Rayna," ujar sepupuku dengan nada nakal terselip di dalamnya. Sigap saja, aku memukul lengannya lagi.
"Ah! Udah napa mukulnya—KDRT mulu lo, Nay."
"Salah sendiri! Siapa yang nyuruh genit begitu!" tukasku tajam. "Itu temen aku ya! Awas aja diapa-apain."
"Emangnya mau diapain?" tanyanya yang beralih menggodaku.
"Ya, pokoknya jangan yang aneh-aneh ya!" perintahku seraya membuang muka—memandang keluar kaca mobil di sebelahku.
"Enggaklah, gue cuma canda doang kok Nay," akunya dengan pelan sembari mengacak gemas rambutku.
Kenapa sih anak ini?
Hobi banget ngacak rambut orang!"Jadi ... Ini mau kemana?" tanya sang abang dengan sesekali menoleh ke arahku. Saat ini dia lagi nyetir, jadinya bisanya cuman ngelirik aja.
"Ya, pulang lah. Gimana sih?!"
Bang Ion tiba-tiba saja menepuk lenganku dengan satu tangannya. Menarik semua perhatianku padanya. Sambil cemberut aku melihatnya. Apa sih enggak bisa dianggurin bentar?!
"Kenapa lagi?" geramku pelan hampir tak terdengar; mencoba meredam emosi padanya.
"Kan gue gak tau jalan pulang Nay," cengar-cengir muncul di wajahnya membuatku tersenyum malu. Ya juga ya, dia bukan dari sini hehe...
"Ya jalan aja, biar kinay arahin."
"Siap, Nyonya..."
~~~~~
"Beh, pantasan aja galak banget! Lapar rupanya," ledek Bang Ion sesaat kita memasuki sebuah restoran cepat saji.
Jadi, gini ceritanya. Tadi aku mengarahkannya untuk ke sini bukan ke rumah. Pas aku suruh belok masuk ke sini, dianya langsung tertawa sambil mengangguk.
"Ya iyalah, udah jam berapa ini Banggg."
Setelah selesai memesan makanan, Bang Ion langsung membawanya ke meja yang kupilih.
Akhirnya ketemu makanan juga! Aku pun langsung bergegas mencuci tangan, sekalian mengambil saus dan langsung melahap makananku dengan tenang.
"Hidih, gitu banget makannya." ledek sang sepupu yang juga sedang makan di depanku.
Aku memandangnya dengan bingung, kayaknya enggak ada yang salah dengan cara makanku. "Hah, gitu gimana maksudnya?" tanyaku dengan polos, sama sekali tidak mengerti apa maksudnya.
"Itu belepotan kemana-mana," kekehnya sambil menunjuk ke arah bibirku.
Seketika saja aku langsung mengelap bibirku, mencoba membersihkannya. "Hah?! Masa sih?! Mana, ih? Enggak ada ini?" tanyaku bingung sembari tanganku masih fokus mengelap dengan tisu.
"Itu, di situ ... Kanan dikit tuh," dia mengarahkanku dengan senyum aneh di wajahnya. Lalu tiba-tiba saja dia menghela nafas dan berkata, "Udah sini biar gue aja ... Tau gak dimana?" ledekan terdengar begitu jelas di suaranya. Matanya lurus menatapku dan sesekali mengangguk.
"Mana? Ih, enggak jelas banget ngasih taunya," kataku dengan memanyunkan bibir padanya dan dibalas dengan tawa olehnya.
Seketika saja, jari Ban Ion dengan cepat menyolet saus yang tadi kuambil dan menyoletkannya ke pipiku. "Nah itu! Itu cemongnya," teriaknya sesaat setelah itu.
Aku pun terdiam dengan mulut berbuka sambil memandangnya yang terbahak-bahak. Bisa-bisanya dia menipuku! Parahnya, aku percaya aja lagi.
"ABANG, IH!" teriakku padanya tanpa menghiraukan sekitar, tapi untunglah saat ini sedang sepi. Baru saja aku berniat membalasnya, dia langsung mengambil tempat saus itu dan menjauhkannya dariku.
"Siniin sausnya!" pintaku dengan tangan mencoba meraih tempat saus. "Curang, Ih! Masa aku aja yang cemong begini?!" jelasku yang gagal merebut tempat saus itu.
Akhirnya, aku pun mengalah dan beralih membersihkan pipi ini. Mataku menangkap Bang Ion yang masih tertawa melihatku ini. "Udah napa ketawanya, gitu amat," rajukku dengan bibir manyun.
Dia pun berhenti sebentar kemudian kembali tertawa. Kali ini tawaku pun lepas dan ikut tertawa bersamanya.
Gini ya jadi adik? Sering jadi korban kejahilannya abang....
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpectedly Found
Подростковая литератураKisah harapan seorang anak tunggal bernama Kinay yang kedatinya tak jauh dari kata sepi. Alur hidupnya yang menyendiri dan penuh rahasia tak sengaja terungkap oleh Derion; sang abang sepupu. Selangkah saja Derion memasuki kehidupannya, semua langsun...