Untuk kedua kalinya dalam satu hari aku menginjakan kaki di toko buku. Namun, kali ini berbeda tempat. Pertama kalinya pas sama Alin. Sengaja aku mengasih dia waktu buat milih buku sesukanya, malah cuman milih satu. Udah aku bujuk berkali-kali agar sekalian beli beberapa buah, dia-nya menolak. Kayaknya anaknya enggak enakan.
Lalu, kali keduanya setelah jemput Kinay dari sekolah. Pas dia masuk ke mobil, langsung ngajak ke toko buku. Ada tugas sekolah, katanya. Jadi, di sinilah kita bertiga. Lagi-lagi berada di dalam toko buku.
"Yakin lo nggak mau beli lagi?" tanyaku pada Alin.
"Untuk kesekian kalinya. Enggak, Bang. Makasih, ini udah cukup," tegasnya.
Aku mengangguk seraya mengambil sebuah majalah. Menunggu Kinay mencari barang keperluannya. Ini butuh kesabaran juga, anak itu jalan masih lama banget. Pas mau ditemanin, pakai acara menolak lagi. Alhasil, dia keliling sendirian. Sementara aku dan Alin menunggu dekat rak majalah.
Karena, mulai malas membaca. Aku meletakan kembali majalah yang ada di tanganku. Dalam diam, aku mengamati mata Alin yang menjelajahi sekitar.
"Abang bukan mau bahas yang kemarin. Cuman mau mastiin aja," ujarku memecahkan keheningan.
Si Alin langsung menatapku bingung. "Apa?" tanyanya datar.
"Ini udah berapa hari lo berhenti ngerokok? Dua 'kan? Ada masalah nggak?"
Dia menggelengkan kepala, "Sejauh ini masih aman."
"Beneran? Nggak ada kepengen sedikit pun?"
Pertanyaanku barusan kembali dianggurin oleh Alin. Terlihat jelas di wajahnya bahwa dia tak begitu memerdulikan perkataanku. Hal itu membuatku menghela napas panjang. Ternyata susah juga memujuk anak orang ya.
"Lo beneran nggak ada nyimpan rokok lain, kan?" tanyaku sekali lagi.
Alin langsung menatapku tak percaya, kedua alisnya juga hampir betautan tanda marah. "Nggak ada! Jadi, lo tenang aja. Jangan banyak tanya," geramnya.
Akhirnya, aku pun mengalah seraya menutup mulut hingga sampai di rumah.
~~~~~
Malam pun tiba. Namun, berbeda dengan biasanya. Sesaat setelah makan, para pengisi rumah berpamitan pergi. Bunda berpamitan mau langsung tidur. Alin langsung melongos ke kamar. Sedangkan, Kinay beralasan akan mengerjakan tugas di kamarnya. Alhasil, aku menonton televisi sendirian. Nggak masalah sih, jarang-jarang juga sepi begini.
Masalahnya sekarang berada pada film yang tayang. Enggak ada yang bagus. Akhirnya, aku pun memutuskan untuk ke kamar. Berusaha tidur, tapi kenyataannya malah mainin ponsel dalam gelapnya kamar.
Keadaan sunyi dan tenang itu, tiba-tiba terganggu akibat ketukan pada pintu kamarku. Sebelah alisku refleks menaik tanda penasaran. Dan sigap saja, aku berdiri dan membuka pintu.
Sempat aku mengira bahwa si pengetuk pintu adalah Kinay atau pun Bunda. Namun, sungguh salahnya diri ini. Di situ dia, si pengetuk pintu alias Alin, berdiri canggung dengan kedua tangan berada pada kantong jaketnya. Wajahnya hampir tertutup akibat hoodie yang dipakainya, ditambah karena kepalanya menunduk.
"Rokok gue mana?" tanyanya pelan.
Mendengar pertanyaannya, aku langsung mengerutkan dahi. "Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpectedly Found
Teen FictionKisah harapan seorang anak tunggal bernama Kinay yang kedatinya tak jauh dari kata sepi. Alur hidupnya yang menyendiri dan penuh rahasia tak sengaja terungkap oleh Derion; sang abang sepupu. Selangkah saja Derion memasuki kehidupannya, semua langsun...