[2] - chapter 22

82 7 0
                                    

Keesokan paginya, aku dibangunkan oleh nikmatnya bau makanan. Sambil menjelajahi media sosial, aku menghampiri Kinay yang ada di meja makan. Terlihat jelas bahwa anak itu sedang melakukan hal yang sama dengan ponselnya.

"Huy," panggilku berusaha mengagetkannya.

"Hmmm," jawabnya santai tanpa terkejut sedikit pun. Ternyata, gagal atuh.

"Tumben banget lu bangun awal," ledekku seraya duduk di bangku sebelahnya.

Langsung saja, Kinay meletakan ponselnya seraya menunjuk arah dapur dengan bibir. "Tadi bunda bangunin, nyuruh sarapan," tuturnya. Kemudian, dia mendekat dan berbisik, "Padahal belom juga selesai masak."

"Itu artinya minta bantuin masak, Pintarrr," dengusku.

"Ih, enggak ya. Tadi udah kinay tawarin, bunda malah nggak bolehin."

Aku pun mengangguk. Kemudian sambil mengambil segelas air, aku bertanya padanya, "Alin mana?"

"Keluar, kata bunda sih dia pengen keliling komplek."

"Eh, kok tiba-tiba begitu?" tanyaku bingung. "Kemaren diajak jalan aja susah banget."

Kinay yang tak begitu ambil pusing, mengangkat kedua bahunya. "Nggak tau jugalah. Dia kepengen jogging kali," terkanya.

Sekali lagi aku mengangguk. Tak lama kemudian aku menyadari keberadaan Kinay yang ada di lantai bawah. "Lalu, kamu kok bisa di sini?"

"Ya, kinay jalan?" jawabnya dengan bingung.

"Lalu kenapa kemaren abang piggyback?"

Adikku itu langsung tersenyum bak pemenang. Jari telunjuk di tangan kanannya mengangkat di udara, "Pertama, kan Abang yang tiba-tiba nawarin ... Kedua, ya aku iyain—soalnya lama banget naik tangga. Tadi turun aja hampir 20 menit."

Mendengar jawabannya, aku langsung mengacak rambutnya gemas. "Pintar banget ya kalau ngejawab. Pengen abang gigit rasanya!"

"Coba aja kalau berani! Ntar kinay gigit duluan! Belom tau ya? Gini-gini, kinay garang banget!"

~~~~~

Waktu hampir menyentuh pukul 12. Aku, Kinay, dan Alin tengah berada di rumah sakit. Menunggu sang perawat memanggil nama Kinay. Namun sayang, penungguan ini memakan waktu cukup lama. Dan, sudah bisa dipastikan bahwa kita bertiga telah terhanyut dalam kebosanan.

Kinay yang sedaritadi bersendar di pundakku, akhirnya membuka mulut. "Lin," panggilnya.

Sontak saja Alin menoleh. Dan karena tak ada jawaban apapun, Kinay kembali membuka mulut.

"Kamu kenal aku nggak? Maksudnya pernah tau gitu?" tanya Kinay dengan polos. Astaga anak ini, blak-blakannya enggak mikir.

Dengan canggung Alin menggelengkan kepalanya. Ketika ia menyadari Kinay akan kembali bertanya. Alin langsung memotongnya dengan cepat. "Aku ke kantin ya," gumam Alin seraya pergi.

Melihat respons Alin, Kinay langsung duduk dengan tegak. "Oke, fix sih ini. Kayaknya Alin sensi banget sama kinay."

Unexpectedly FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang