[2] - chapter 15

169 26 12
                                    

Derion's POV

Tunggu, biarkan dulu aku mencerna semua cerita Kinay. Memang ada suara kecil di hati ini yang sudah menerka-nerka semuanya. Tapi, tentu saja akal warasku enggan mempercayainya. Rasanya sulit untuk melihat kedua orang tua kinay bisa sebegitu egois. Namun, apa bisa dipungkiri lagi? Kinay sendiri yang udah bicara; Sang saksi kisah keluarganya.

Jujur saja, aku cukup kesal dengan kelakuan ayahnya. Dan, aku cukup yakin kalau Kinay kecewa padanya. Sosok ayah yang dikenalnya dari kecil, malah menjadi alasan patah hatinya untuk pertama kali.

Bukan hanya itu, perlakuan bundanya juga cukup membuatku kecewa. Tapi, aku juga tak bisa menyalahkan mereka berdua. Iya, aku mengerti mereka manusia; terkadang berbuat salah.

Namun, yang tak bisa aku terima adalah akibatnya. Kenapa harus Kinay yang dijadikan sasaran mereka? Walaupun, berdalih dengan kata tak sengaja. Adik kecilku ini masih bisa dikatakan korban amarah mereka.

"Abang!" panggil Kinay yang menyadarkanku dari pikiran panjang tadi. Langsung saja aku menoleh padanya yang masih terbaring di pangkuan ini.

"Napa ngelamun begitu? Mikirin yang tadi ya?"

"Bisa jadi," jawabku dengan tersenyum tipis.

Tak senang dengan jawabanku, dia langsung bangkit dan duduk. Wajahnya yang baru saja dilabuhi air asin itu mendadak cemberut.

"Ih, udah ah. Jangan dibahas lagi yang tadi."

"Siapa yang bahas?" tanyaku seraya menaikkan sebelah alis.

Bibir cemberutnya sontak berubah menjadi cengiran. Gerakan matanya tak fokus menatapku. Serta kepalanya yang menoleh ke lain arah menjadi tanda mati kutu akibat pertanyaanku.

"Salah sebut dikit aja, ih!" gumamnya.

"Iya maaf, Ndoro."

Lagi-lagi dia tak senang dengan jawabanku. Hal itu menghasilkan sebuah refleks berupa tangannya menepuk lenganku. Raut gemas pun mulai muncul di wajahnya, "Dah ah, Bang. Nggak main."

"Emang siapa yang main?" tanyaku sekali lagi. Kebisaanku dari kecil mulai terlaksanakan; gangguin anak orang sampai marah.

"Dah ah, lucu," ucap si adik penuh sarkas. Tanpa aba-aba, dia juga berlenggang pergi meninggalkanku di gazebo ini.

Bergegas aku mengerjarnya, menyamai jarak, dan mengalungkan lengan di bahunya. "Ngambek, Neng?" tanyaku.

Bukan jawaban yang aku dapat, melainkan sengatan tipis hasil cubitannya. Dia nyubit dari dulu enggak pernah sakit. Biasalah, cubitan manja enggak jelas. Udah dari kecil si Kinay begitu. Kalau aja lagi malu atau marah, ya begitulah.

"Lu ah, KDRT mulu," ledekku pada adik kecil yang ada dirangkulanku ini.

"Abang sih dari tadi enggak serius!"

"Iye, iye maaf. Yakin mau pulang nih?"

"Iya, pulang aja ... Laper," jelasnya dengan cengiran kembali muncul di wajah.

Melihat ekspresi itu tertampang. Sontak membuatku tanpa sadar memimiki ekspresinya; cengar-cengir enggak jelas. Aku langsung mengangguk dan mengiyakan permintaannya.

Seiring berjalan menuju mobil, suasana kembali sunyi. Suatu kesunyian yang menyadarkanku bahwa ikatan persaudaraan kita yang dulu pernah terputus, sekarang perlahan terjalin kembali.

Sesekali aku memandang Kinay yang sedang menikmati taman ini. Matanya menjelajahi setiap sudut seperti ingin melihat masa lalu. Aku yakin, dia sedang memikirkan keluarga kecilnya dulu. Namun, lagi-lagi si adik kecil ini tak ingin membuat sekitarnya ikutan sedih. Ya, seperti tadi, dia sengaja mengubah topik pembicaraan begitu cepat. Menurutku, itu karena dia belum terbiasa. Tapi tak apa, setidaknya dia telah mencoba membagi keluhannya.

Dan sebenarnya, anak kecil ini tak bisa membohongiku. Matanya selalu menjadi sumber kejujuran. Cukup mengamatinya dengan saksama, nanti juga bakalan tau.

Karena, waktu kecil mata indah Kinay penuh dengan kehidupan. Sama seperti adikku yang satu lagi; Aldena. Namun, bedanya sekarang, mata Aldena masih penuh dengan keceriaan. Berbeda dengan Kinay, sekarang matanya terlihat sangat sendu. Ya, terkadang mengingatkanku pada mawar yang layu.

Ya Allah...
Bantu aku mengembalikan kehidupan itu di matanya.

Biarkan aku membantunya kembali ceria seperti dulu.

Dan tak lupa juga, bantu aku untuk bisa kembali menjaganya.

Unexpectedly FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang