"Kamu kenapa Bi? Enggak biasanya kalau ngaji berantakan?" Tanya Fahma setelah selesai kegiatan rutin di pondok, dia menyadari ada sesuatu yang terjadi dengan sahabatnya itu.
"Enggak tahu, sudah deket waktu bulanan jadi kacau ngajinya."
"Masa sih? Jangan bohong deh!"
"Memang ya aku enggak bisa bohong sama kamu Fah!"
"Ke kamar yuk terus cerita!"
Keduanya lalu menepi agar bisa lebih leluasa bercerita.
"Jadi kenapa?" Tanya Fahma tidak sabar setelah menutup pintu kamarnya.
"Mas Royyan Fah, dia mau dijodohin."
"Tahu darimana?"
"Aku enggak sengaja dengar abah dan umi berbicara, kemarin orangtua Mas Royyan datang ke sini dan meminta anaknya dicarikan jodoh. Abah sama umi sepakat menjodohkan Mas Royyan dengan Mbak Nilna."
Fahma tampak terkejut, tidak menyangka jika Royyan akan dijodohkan dengan Nilna yang merupakan kakak sepupu dari Biya.
"Ya aku bisa apa Fah? enggak mungkin kan aku enggak setuju? Mereka sudah baik banget sama aku, mereka keluarga sambung aku, aku enggak mungkin mau kurang ajar sama mereka."
"Tapi bagaimana hati kamu Bi?"
"Lama-lama juga lupa Fah, bukannya setiap manusia sudah ada pasangannya? Mungkin Mas Royyan bukan jodohku."
"Tapi baru kemarin kalian mengikat janji"
"Janji apa Fah? Aku enggak menjanjikan apapun dan bukannya Mas Royyan juga tidak menuntut jawabanku?"
"Iya juga, sabar ya Bi, semoga Allah segera mengganti yang lebih baik untukmu."
"Amin, untuk sekarang aku kembali fokus sama kuliah dan ngaji saja Fah, jodoh pasrah saja sama yang di atas."
Biya memutuskan untuk masuk ke kamarnya yang ada di rumah Abah Ahmad. Dia berusaha menata hatinya, dia tidak ingin mengacaukan rencana abah, dan juga semisal dia yang dijodohkan pun dia belum siap.
"Biya, sudah makan?"
"Eh Umi, belum. Nanti saja belum lapar." Jawab Biya sedikit tergagap karena melamun.
"Jangan lupa makan ya, Oh iya, nanti malam tolong pimpin pembacaan sholawat diba' santri ya soalnya Umi mau ada tamu."
"Nggih Umi, Biya masuk dulu."
Pamit Biya dan mendapat anggukan dari Umi Hayyin. Biya masuk dengan perasaan yang sedikit kacau. Dia memutuskan untuk mandi dan segera melaksanakan sholat ashar. Biya menangis dalam doanya, dia memohon agar Allah memberinya kesabaran dan tidak berlarut dalam kesedihan.
Malam harinya Biya ke mushola komplek putri untuk memulai kegitan rutin santri putri setiap malam jumat yaitu membaca sholawat diba'. Biya terus menyibukkan dirinya agar tidak selalu fokus dengan Royyan, dia mulai meyakinkan hatinya bahwa Royyan bukannlah jodohnya.
Sekitar pukul 9 malam, kegiatan selesai dan santri putri kembali ke kamar masing-masing karena setiap malam jumat seluruh santri libur dan hanya ada satu kegiatan sholawat tadi.
Biya memilih masuk ke kamarnya untuk mulai menyiapkan keperluannya yang akan dibawa ke Bandung sebentar lagi.
"Ning Biya??" Panggil salah seorang santri saat Biya melintas di depan kamarnya.
"Ada apa Irma?"
"Ini ada titipan surat Ning?"
"Dari siapa?"
"Tadi Kakakku Rio yang ngasih Ning."
"Terimakasih ya Irma."
"Sama-sama Ning, saya permisi."
Biya penasaran dari siapa surat itu, dia bergegas ke kamarnya untuk membuka suratnya. Saat melewati ruang makan dia sedikit mengintip tamu yang datang, tak lain adalah keluarga Royyan. Biya yakin bahwa kedatangan mereka terkait dengan perjodohan itu.
Sesampainya di kamar Biya membuka suratnya. Benar tebakkan Biya kalau surat itu dari Royyan.
Teruntuk Abiya Nur Syafa
Assalamualaikum wr.wb
Saya minta maaf Ning kalau omongan saya tidak bisa dipegang. saya sudah berusaha semampu saya untuk meyakinkan umi dan abi agar tidak menjodohkan saya tapi semakin besar usaha saya semakin besar pula desakan abi.
Saya tahu saya bukanlah laki-laki yang baik, saya tidak bisa menolak semua perintah abi pada saya. Sekali lagi saya mohon maaf. Semoga Ning Biya segera berhasil mencapai cita-cita Ning Biya dan menemukan pasangan yang benar-benar baik dan terbaik untuk Ning Biya.
Wassalamualaikum wr.wb
Muhammad Royyan
Biya hanya tersenyum tipis, terlihat jelas wajah kecewanya. satu sisi dia bersyukur karena tidak ada yang tahu tentang perasaan mereka selain Fahma dan juga dia akan segera kuliah di Bandung sehingga tidak harus melihat Royyan dan Nilna setiap hari. Empat tahun dia rasa cukup untuk dia berusaha mengubur dalam perasaannya.
****
Tiga hari lagi Biya akan segera berangkat ke Bandung dan dia sudah tidak sabar untuk segera pergi, selain semangatnya untuk kuliah satu hal lagi yang ingin membuatnya segera meninggalkan pesantren, yaitu karena malam ini adalah malam acara akad nikah Nilna dan Royyan. Sudah jadi kebiasaan Abah Ahmad yang tidak mau lama-lama menikahkan anaknya setelah acara lamaran. Akhirnya kurang dari satu bulan lamaran, semua sudah dipersiapkan dan segera dilaksanakan ijab qabul.
Santri putra dan putri terlihat sibuk membantu acara hajatan di pesantren. Mereka terlihat antusias ikut menyiapakan acara pernikahan putra kyai mereka. Ijab qabul rencananya akan dilaksanakan selepas waktu isya di masjid utama Al-anwar dan resepsi akan dilaksanakan esok hari di halaman utama Pesantren Al-Anwar.
Saat ini Biya sedang berusaha ceria dan ikut menemani Nilna di kamarnya. Bukan Biya namanya kalau tidak bisa menyembunyikan perasaanya, terbukti tidak ada satu orangpun yang mengetahui bagaimana sebenarnya perasaannya saat ini kecuali Fahma dan Royyan. Begitu juga Royyan dia berusaha untuk tidak pernah menunjukkan kegundahannya. Dia tidak bisa menolak perintah orangtuanya
"Deg-degan enggak mbak Nil?" Tanya Biya sambil tersenyum seramah mungkin.
"Lumayan Dek, sudah jam berapa ini?"
"Baru mau maghrib Mbak, sabar dong!!" Ujar Biya sengaja menggoda kakak sepupunya itu.
"Aduh kamu Bi, malah ngeledekin. Mbak beneran deg-degan ini!"
"Berdoa Nil, semoga semua lancar. Aku dulu juga begitu." Sahut Zara sambil menggendong anaknya yang baru berumur 5 bulan.
"Rasanya bagaimana Mbak nikah sama orang yang sebelumnya enggak intens komunikasi?" Tanya Biya penasaran.
"Ya begitu Bi, campur aduk, besok juga bakalan ngerasain, tahu sendiri abah kalau soal jodoh! Gak bisa ditawar." Jawab Zara
"Kalau aku mau cari sendiri!" Sahut Biya lalu tertawa lebar.
"Jatuhnya tetep jodoh dari Abah Bi, lihat saja besok!" Kata Nilna.
"Sebelum abah jodohin ,aku duluan kenalin ke abah calon suami." Biya masih berusaha mendebat.
"Dasar kamu ini ya Bi!"
"Haha, lihat besok saja lah mbak, aku mau kuliah dulu."
"Lah yang daritadi ngomongin jodoh kan kamu Bi! " Sahut Zara merasa geli sendiri dengan adik sepupunya ini.
Biya mencoba tampil seceria mungkin agar terlihat bahagia dengan pernikahan ini walaupun hatinya sakit sebisa mungkin mencoba mengikhlaskan. Dia tidak ingin terlihat sedih di depan keluarganya saat ini. Keluarga yang selama ini telah ikhlas merawat dan menyayanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Kafa Biya (Terbit)
Teen FictionCinta akan indah pada waktunya di bawah ikatan halal. Cerita tentang seorang gadis yatim piatu berlatar belakang santri sebuah pondok pesantren mencoba kuliah mewujudkan cita-cita mendiang orangtuanya. Namun di tengah jalan dia mendapat banyak mas...