Anak Magang

24.7K 1.6K 8
                                    

Selamat pagi semua, karena hari ini aku lagi seneng dan hari ini adalah hari ulang tahun Cut Syifa, pertama aku mau berdoa semoga Cut selalu bahagia, panjang umur, sehat dan sukses selalu, tambah sholehah juga amiiin..

Kali ini sebagai hadiah buat fans kyfa karena Cut lagi ulang tahun, aku upload 4 bagian deh. Sekali lagi terimakasih ya yang sudah meluangkan waktu untuk membaca, mohon maaf kalau ceritanya belum bagus. :D :D

*******

Aku dan Devi menatap frustasi tumpukan berkas yang ada di meja kerja. Sejak seminggu yang lalu aku magang di kantor Mas Kafa. Entah ini bentuk gojlokan atau apa, yang jelas sejak awal mulai kerja aku dan Devi tidak pernah dibiarkan santai seharipun. Seperti saat ini sampai habis maghrib pun kita masih di kasih tugas.

Para pegawai itu seakan mendapat kebahagiaan tersendiri karena mendapat pembantu baru. Jangan tanya di mana suamiku, sudah pasti dia tidak akan menganggapku istrinya kalau di kantor. Dia malah sering memberiku tugas menyelesaikan design propertinya. Sebenarnya aku juga sih yang minta.

"Suami kamu bener-bener Bi, enggak punya perasaan!"

"Dari dulu sudah aku bilang kan, aku enggak ada bedanya sama yang lain kalau masalah kuliah.." Aku menghempaskan tubuhku di kursi hitam ruang kerjaku.

"Memang kebangetan Pak Kafa!"

"Ehem!"

"Eh Pak Kafa, sore Pak! " Devi kelabakan yang diomongin ternyata ada di sini.

"Sore! Sudah selesai kerjaannya?"

"Bercanda Pak? Nih lihat tumpukannya masih segini!!" Aku bersungut, sebel lihat dia yang ngomongnya tanpa beban.

"Kerjakan besok lagi, sekarang kita pulang dulu!"

"Ini Mas Kafa lagi ngomong sebagai suami atau sebagai atasan? "

Dia hanya tersenyum lalu mengambil tasku dan mengalungkan di lengannya. Aku yang masih sangat jengkel masih setia duduk di kursi sambil menatapnya tajam.

"Ayo pulang istriku saying!" Katanya manis sambil menarik tanganku.

"Devi mau bareng enggak?" Aku mengajak Devi.

"Enggak usah Bi aku di jemput kakak."

Setelah berpamitan dengan Devi aku mengikuti langkah Mas Kafa menuju parkiran. Sebagian karyawan melongo menatapku yang keluar bergandengan tangan dengan bos mereka. Memang belum banyak yang tahu kalau aku istrinya Mas Kafa karena resepsi di Bandung belum dapat dilaksanakan karena beberapa hal.

Dan juga aku yang minta sendiri sama suamiku untuk tidak menyebutkanku sebagai istrinya saat di kantor karena aku enggak mau kalau mereka baik sama aku karena aku istri bos. Tapi sepertinya aku salah, seharusnya aku memperkenalkan diri sebagai istri bos agar mereka enggak semena-mena sama anak magang.

"Kamu kenapa diam saja?"

"Capek, aku tidur ya Mas?" Aku terlalu malas ngobrol dengannya, sudah pasti akhirnya aku yang salah. Aku memilih menyandarkan kepala ke pintu mobil dan mencoba memejamkan mata.

Saat di lampu merah dia menurunkan kursiku dan membenarkan posisi tidurku agar lebih nyaman lalu mencium keningku. Kalau saja aku enggak lagi dalam keadaan kesal begini aku pasti sudah tidak bisa berhenti senyum, sayangnya aku lagi dalam fase kesal sama suami. Astaghfirullah.

Aku tidak benar-benar tidur sehingga masih bisa mendengar dengan jelas waktu Mas Kafa berbicara di telepon.

"Jangan di kantor, besok aku kabari lagi!"

"......"

"Iya, hati-hati!"

Mas Kafa menutup teleponnya lalu melanjutkan perjalanan menuju rumah. Entah kenapa telepon tadi cukup mengganggu pikiranku. Siapa yang telepon? Kenapa enggak boleh ke kantor? Ah Biya jangan suudzon sama suami!

Tidak lama kemudian aku merasa Mas Kafa berhenti di sebuah tempat, mau tidak mau aku membuka mataku saat Mas Kafa keluar. Ternyata dia berhenti di sebuah minimarket yang tak jauh dari rumah.

"Mas Kafa beli apa?" Tanyaku saat dia sudah kembali.

"Sesuatu, kamu sejak kapan bangun?"

"Tadi pas Mas Kafa keluar."

Dia hanya tersenyum lalu mulai melajukan mobilnya. Hanya butuh waktu 5 menit kami sudah sampai rumah. Aku bergegas menuju kamar untuk mandi, aku berencana berendam di bath up dalam waktu yang cukup lama. Saat ini masih pukul tujuh malam, masih cukuplah sekedar berendam 15 menit. Sebenarnya tujuan utama adalah menghindar dulu dari suami, aku cuma khawatir jadi enggak sopan sama suami kalau lagi kesel gini.

Tok..Tok..Tok

"Biya, kenapa belum keluar?" Tanya Mas Kafa dengan nada khawatir.

"Sebentar lagi Mas."

Gagal acara berendam cantiknya, bahkan ini baru menit ke 5 aku mulai berendam. Terpaksa aku mengenakan baju yang sudah aku siapkan lalu keluar.

Oke Biya, enggak boleh durhaka sama suami jangan manyun saja!!

"Kita sholat dulu ya, setelah itu baru kamu boleh marah-marah sama suami kamu." Katanya sambil tersenyum manis, terlalu manis malah. Aku hanya menatap tak percaya, bener-bener aku tidak berbakat untuk akting.

Setelah selesai sholat dan rutinitas mengajiku, Mas Kafa mengajakku duduk di sofa yang ada di kamar.

"Nih, biar enggak kesel lagi." Katanya sambil menyodorkan dua bungkus coklat kesukaanku. Sedari dulu memang aku bisa tiba-tiba lupa kalau lagi kesal setelah makan coklat bahkan bisa ceria lagi, tapi bagaimana dia tahu?

Aku menerima coklat itu tanpa berani menatapnya, sebenarnya yang buat kesal pegawainya sih bukan Mas Kafa tapi kan tetep saja yang nyuruh aku magang di sana Mas Kafa, jadi enggak salah-salah amat lah kalau aku juga kesal sama dia.

Mas Kafa masih menatapku dan tersenyum lalu membalikkan tubuhku jadi membelakanginya. Mas Kafa mulai memijit pundakku dengan kedua tangannya.

"Capek banget ya? Mas Kafa minta maaf ya kalau seminggu ini kamu banyak kerjaan!"

"Sudah tugasnya kan?"

"Sudah ya ngambeknya, di kantor memang lagi banyak deadline, Mas minta maaf kalau kamu ikut lembur."

"Enggak apa-apa Mas, malah dapat banyak pengalaman." Kataku sambil mengunyah coklat

"Kok ngomongnya enggak ikhlas begitu?" Aku berbalik dan mencoba tersenyum.

"Ikhlas lillahi ta'ala Mas Kafa." Jawabku sambil nyengir enggak jelas.

"Begitu dong!" Dia memelukku dan bikin jantungku kerja keras.

"Bener kata Hanif, kamu kalau lagi ngambek ketemu coklat langsung senyum."

"Ya tergantung tingkat kemarahannya."

"Ini termasuk rendah apa tinggi?"

"Enggak tahu ya, aku enggak pernah marah soalnya."

"Iya enggak pernah, enggak pernah absen!"

"Hehe, maaf ya Mas kalau sering enggak sopan sama kamu."

"Di maafin. Oh ya besok Mas ke kampus dulu setelah nganter kamu ke kantor."

"Aku berangkat sendiri saja Mas , daripada bolak-balik."

"Enggak apa-apa, kasihan istriku harus berangkat sendiri nanti di kantor banyak kerjaan menunggu."

"Isshh, besok aku izin saja deh."

"Terserah kalau mau dapat nilai D."

"Teganyaa sama istri!"

Dia hanya tertawa, manis banget. Akhir-akhir iniaku baru sadar Mas Kafa manis banget kalau lagi tertawa. Entah dari kapan tapiaku rasa cinta itu sudah ada bahkan sudah memenuhi ruang di hatiku. Seharusnya memangseperti itu kan?




1. Kafa Biya (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang