Hari ini adalah hari terakhir aku magang di kantor, aku dan Devi mencoba menyelesaikan pekerjaan dan tugas yang diberikan pembibing lapangan. Satu hal yang harus aku syukuri adalah para pegawai itu sudah bersikap lebih baik pada aku dan Devi bahkan mereka juga mengucapkan maaf dan terimakasih pada saat kami berpamitan. Entah karena dua hari yang lalu mereka tahu bahwa aku istri Mas Kafa atau bukan, aku tidak mau berprasangka buruk, aku tetap mensyukurinya karena dari mereka juga aku mendapat banyak ilmu.
Karena hari terakhir, kita di kasih bonus untuk pulang lebih cepat. Mas Kafa memintaku untuk menunggunya sampai pulang kerja tapi aku minta izin untuk pulang karena harus mulai menyusun laporan.
Di rumah setelah selesai beberes, aku mulai menyusun laporan magang kemarin. Aku lega karena satu-persatu tahap sudah aku lewati dan sebentar lagi aku akan menyusun tugas akhir. Itu artinya aku akan segera lulus dan mewujudkan satu keinginan almarumah umi yang tidak pernah beliau capai sendiri. Aku khusyuk menyusun laporan di ruang keluarga, di depanku sudah tersedia banyak amunisi untuk menyusun laporan, tapi aku kira lebih sering ngemilnya daripada ngetiknya. Sampai sore hari ternyata Mas Kafa pulang lebih cepat.
Setelah masuk dia menyodorkan sebuket bunga Tulip putih yang harum dan cantik.
"Bunga untuk istriku yang cantik, selamat ya sudah selesai magang dan maaf kalau sudah bikin kamu pusing di kantor."
Mau tidak mau senyumku mengembang, enggak nyangka seorang Mas Kafa bisa romantis juga.
"Di maafin. Makasih ya Mas!"
"Sama-sama. Semangat ya habis ini lebih berat, semoga lancar."
"Amin. Mas Kafa sudah makan?"
"Tadi siang sudah Bi, aku mandi dulu ya habis ini kita ke rumah Ibu."
"Ada acara apa Mas? Baru aku juga mau ngajakin ke sana."
"Sehati kamu sama Ibu, beliau yang minta kamu ke sana katanya kangen. Nyebelin kan, anak sendiri enggak di kangenin."
"Haha, sama juga kalau di Semarang semua yang ditanyain Mas Kafa."
"Biya!"
"Iya Mas."
"I Love You."
"Haha, kenapa Mas kok tiba-tiba?"
"I Love You."
"Emm, I Love You too."
"Nah begitu dari tadi yang di tunggu. Aku ke atas mandi dulu." Dia berlalu setelah mencium keningku. Bahagia? Jelas, tapi aku melihat ada sesuatu yang mengganjal lewat sorot matanya. Entahlah aku enggak mau memikirkan sesuatu yang tidak jelas. Malam itu setelah sholat maghrib, aku dan Mas Kafa pergi ke rumah ibu. Sebelumnya kita mampir membeli kue kesukaan ibu dan beberapa pesenan Azka.
Sesampainya di rumah, mereka sudah menyambut di ruang keluarga. Di sana juga ada Dani suami Azka, aku baru tiga kali ini bertemu dengannya karena dia bekerja di luar Jawa.
Kami banyak bercerita dan tertawa sampai ketika ayah meminta Mas Kafa untuk berbicara berdua saja di ruang kerjanya. Penasaran apa yang akan mereka bicarakan karena ekspresi ayah terlihat serius begitu juga dengan Mas Kafa.
Cukup lama ayah dan Mas Kafa berbicara, aku masih setia menemani ibu ngobrol di ruang keluarga. Azka dan Dani sudah masuk ke kamar menemani Nayla tidur.
Sampai pukul 10 malam kami pamit untuk pulang, sebenarnya ibu menyuruh menginap tapi Mas Kafa menolak dengan alasan besok harus ke kantor pagi-pagi. Dalam perjalanan aku merasa aneh karena sejak tadi Mas Kafa bersikap manis, terlalu manis dari biasanya. Dia terus memegang tanganku dan sesekali menciumnya.
Kalau di tanya bahagia tidak ya sudah pasti jawabannya iya, tetapi terkadang kita akan merasa aneh jika ada perubahan yang tiba-tiba dari seseorang. Aku memilih untuk menikmati dan mensyukurinya, membuang jauh pikiran negatifku.
*****
"Jadi ujian proposal kapan Dev?" Tanya Monik saat kami sedang di perpustakaan
"Minggu depan, kalian kapan?"
"Aku masih ngepasin tanggal sama Pak Rama." Jawab Monik.
"Kalau aku habis revisi bab 3 ini baru cari tanggal." Sahutku
"Sudah enggak sabar wisuda." Monik berkhayal.
"Selesaikan dulu tuh skripsi baru wisuda." Protes Devi.
"Hehe ya kan berkhayal dikit di tengah pusing yang melanda.."
"Ya semoga lancar, kita cepet lulus dan wisuda." Doaku juga dan mereka kompak mengamini.
"Kita pulang duluan enggak apa-apa Bi? Atau mau kita tungguin?" Tanya Devi.
"Enggak usah kalian pulang saja, ini sudah selesai sekarang aku mau ke Pak Kafa dulu ngajuin revisi."
"Kalau gitu duluan ya!"
Setelah mereka pulang, aku bergegas ke ruangan Mas Kafa. Di sana sudah ada dua mahasiswa yang juga antri untuk bimbingan. Itu artinya aku juga harus menunggu antrian juga. Enggak seperti yang aku bayangin dulu, dapat dosen pembimbing Mas Kafa ternyata cukup mudah, dia banyak membantu, terkadang di rumah juga dengan sedikit paksaan dan rayuan dia mau membantu.
Sekitar satu jam menunggu akhirnya giliran aku maju untuk bimbingan. Saat itu keadaan sudah lumayan sepi karena sore hari jadi bisa sedikit lebih santai.
Aku duduk di depan meja Mas Kafa lalu menyodorkan laptopku.
"Ini Pak revisian kemarin."Dia hanya menatapku sambil tersenyum geli.
"Capek Sayang? Pulang saja yuk, nanti Mas lihat di rumah."
"Beneran? Tahu begitu aku pulang daritadi Mas."
"Enggak pulang bareng dong, nih simpan laptopnya kita pulang."
"Siap Pak!"
Aku memasukkan lagi laptopku ke tas dan menunggu Mas Kafa yang sedang membereskan mejanya. Setelah selesai Mas Kafa merangkul pundakku untuk berjalan bareng, sebelumnya aku harus melihat keadaan setelah di pastikan aman aku berjalan santai. Mas Kafa hanya tersenyum geli melihat tingkahku.
Malamnya setelah selesai makan, aku segera menggandeng tangan Mas Kafa menuju ruang keluarga. Aku siapkan secangkir kopi dan cemilan lalu aku menyodorkan laptopku.
"Sesuai janji, tadi mau di lihat di rumah."
"Haha masih ingat saja"
"Ingatlah, aku pengen cepet selesai Mas."
"Oke."
Mas Kafa mengambil laptopku lalu mulai meneliti revisi yang aku kerjakan. Aku menunggunya sambil memainkan ponselku. Tapi baru beberapa menit benda pipih itu sudah melayang ke saku Mas Kafa.
"Daripada mijitin hp mending mijitin Mas, pegel nih!"
"Baiklah!"
Mas Kafa merubah posisinya membelakangiku lalu aku mulai memijit pundak dan lengannya. Dia masih serius melihat revisianku.
"Sudah sih Sayang, cuma ada beberapa penulisan yang belum benar nanti kamu teliti lag!"
"Alhamdulillah, berarti sudah bisa cari tanggal ujian proposal kan?"
"Bisa, tapi minggu ini sudah ada 3 mahasiswa yang ngajuin ujian. Cari minggu depan ya?"
"Siap Mas, nanti aku kabari."
Aku mulai meneliti lagi skipsiku, Mas Kafa terlihat menikmati kopinya sambil melihatku.
"Sayang tidur yuk, besok lagi dilanjut skripsinya."
"Sebentar Mas nanggung tinggal dua halaman."
Tiba-tiba dia menekan tombol Ctrl+S di laptopku lalu menutupnya.
"Tugas kamu di rumah bukan itu." Katanya sambil tersenyum dan memainkan alisnya.
"Tadi yang minta di rumah siapa?"
"Kan sudah, sekarang kerjakan tugas kamu sebagai istri bukan mahasiswa."
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Kafa Biya (Terbit)
Teen FictionCinta akan indah pada waktunya di bawah ikatan halal. Cerita tentang seorang gadis yatim piatu berlatar belakang santri sebuah pondok pesantren mencoba kuliah mewujudkan cita-cita mendiang orangtuanya. Namun di tengah jalan dia mendapat banyak mas...