Kak Adam lagi

29K 1.8K 24
                                    

"Siap-siap ya, nanti sore kita ke Semarang!" Tak perlu lagi dijelaskan siapa yang suka kasih instruksi mendadak.

"Sore ini? Ada acara apa Pak?"

"Iya Sayang aku siap-siap! Begitu kan manis jawabnya."

Aku hanya menarik nafas, mending tidak usah tanya apapun sih daripada jawabannya bikin kesel.

"Ada acara." Katanya masih dengan senyumnya yang menawan. Aku hanya diam, malas memperpanjang diskusi yang sudah pasti berakhir dengan debat.

Hari ini aku hanya ada 2 mata kuliah selebihnya hanya aku habiskan untuk menunggu dosen otoriter itu sampai selesai mengajar. Aku lebih memilih duduk di taman kampus menghirup udara segar.

"Biya. Belum pulang?"

"Kak Adam?" Aku kaget dan hendak pergi.

"Tunggu Biya! Aku sudah mendengar semuanya dari Pak Kafa, aku cuma mau minta maaf sudah keterlaluan. Aku tahu penyesalanku tak akan mengubah apapun, tapi aku mohon jangan jauhi aku, setidaknya bisa menjadi sahabat dan memastikan kamu selalu bahagia sudah cukup bagiku."

Jujur aku terharu dengan kata-kata Kak Adam, seandainya saja Kak Adam bisa tegas mungkin akan lebih mudah hidup dengan orang yang jelas menyayangi kita. Tapi inilah takdirku sekarang, aku tidak menyesal, aku hanya butuh sedikit lagi waktu untuk menerima Pak Kafa.

"Terimakasih atas pengertian kakak, Biya minta maaf mungkin semua enggak sesuai keinginan Kakak. Biya selalu berdoa semoga Kakak bisa mendapatkan wanita sholihah yang lebih segalanya dari Biya."

"Amiin. Terimakasih Biya, aku permisi dulu."

Aku bisa melihat jelas matanya berkaca-kaca memancarkan kekecewaan, tapi aku bisa apa, ini sudah jalan takdir kita.

"Aduhhh." Aku meringis saat ada yang menyentil keningku.

"Apa kangen sama aku begitu menyiksa sampai harus melamun begitu?"

"Iya! Ayo!" Jawabku asal langsung menggandeng lengannya dan tentu saja dia melihat dengan tatapan kaget tapi sedetik kemudian malah senyum-senyum enggak jelas. Aku hanya malas memperpanjang percakapan.

"Gandengan begini kan enak, nabung pahala daripada harus kucing-kucingan."

"Iyain saja biar cepet!" Aku beneran males banget nanggepin, kenapa aku berani nggandeng dia? Ya pasti jawabanya karena ini sudah sore dan kampus sepi.

***

Aku benar - benar lelah karena pulang dari kampus langsung berangkat menuju Semarang. Mbak Zara sudah nawarin buat bareng tapi seperti biasa Pak dosen otoriter itu selalu punya keputusan sendiri. Enggak mungkin kan aku bantah? Alhasil di sinilah kita saat ini, nungguin kang tambal ban.

Aku masih enggak bisa nebak jalan pikiran suamiku ini, jelas-jelas naik pesawat lebih cepat dan efisien, tapi dia memilih naik mobil sendiri. Terserah lah, malah hemat biaya.
Sebenarnya jarak pesantren sudah deket aku sudah mau minta Hanif jemput tapi ya bukan pak Kafa namanya kalau dengerin orang.

"Enggak Apa-apa kita tunggu saja!"

"Ini sudah jam 11 malam Pak, enggak takut ada begal?"

"Jangan pikir yang enggak-enggak. Nah itu sudah selesai, kita pulang yuk sudah malem enggak baik anginya!" Katanya tanpa beban. Memang enggak baik, apalagi untuk orang tua seperti bapak!

"Maaf ya! Kamu jadi capek, kamu tidur gih nanti kalau sampai pesantren aku bangunin!" Tambahnya.

Lah.. Lah.. Kenapa tiba-tiba jadi lembut begini? Pakai acara ngelus pipi lagi, jantungku berontak kan jadinya! Dan selanjutnya akunya beneran terlelap.

1. Kafa Biya (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang