"BIYAAAA!!"
Aku kaget dengan teriakkan Monik dan Devi, mereka tergesa-gesa mengejarku dan menarikku ke tempat agak sepi.
"Sekarang jelaskan pada kita, kenapa kamu bisa berangkat bareng pacarku?" Tanya Devi dengan tidak sabar.
"Enak saja, pacaraku Dev!" Monik enggak mau kalah.
"Aku duluan Monik!"
"Tapi enggak bisa begitu Dev!"
Aku tahu arah pembicaraan mereka, saat mereka ribut sendiri aku gunakan kesempatan itu untuk kabur.
"Eeeett, mau kemana? Kita belum selesai." Devi menarik tasku dan membuat aku terduduk kembali.
"Main kabur saja ini bocah! Cepet jelasin!" Tambah Monik
"Jelasin apa?" Tanyaku masih pura-pura polos.
"Itu tadi kenapa bisa berangkat bareng pacarku?" Sahut Monik cepat.
"Monik! Pak Kafa pacarku!"
"Aduhhh, diam sebentar bisa enggak Dev? Nanti dia kabur lagi!" Protes Monik, ini mereka berdua malah bikin kepalaku berdenyut.
"Jadi kenapa Bi?"
"Ya enggak apa-apa bareng saja!"
"Kok bisa? Kan rumahnya beda arah!"
"Ya begitu!" Aku mulai gugup.
"BIYA! Kamu itu paling pinter jawab kalau presentasi. Jawab jujur dong jangan muter-muter!" Devi mulai kesal sepertinya.
"Baiklah aku jelasin tapi janji jangan kaget, jangan teriak dan jangan bilang sama siapapun!" Akhirnya aku menyerah, menyiapkan mental untuk jujur pada mereka berdua.
"Iya Janji!" Kata Monik tidak sabar.
"Aku, emmm, aku dan Pak Kafa menikah sebulan yang lalu di Semarang."
Mereka diam dan melongo mendengar jawabanku. Mereka hanya saling pandang, namun tiba-tiba mereka tertawa keras sekali sambil memegangi perut mereka.
"Bercandanya garing Bi, menghayalnya jangan tinggi-tinggi!" Sela Devi ditengah tertawanya.
"Iya, perasaan selama ini kamu enggak pernah ikut kita modusin Pak Kafa, halunya malah melebihi kita! Hahahaah,aduuuh perutku sakit!"Monik menimpali.
"Terserah, aku sudah jujur!" Aku sudah capek jelasin dan hendak masuk ke kelas.
"Bi, tunggu! Aku tahu beban kita mendekati semester akhir bertambah berat, aku yakin kita butuh liburan lagi biar enggak stres apalagi sampai halu begitu!" Ujar Devi pura-pura menenangkan padahal aslinya sedang meledek.
"Aduh aku capek, terserah lah mau kalian percaya apa enggak, tapi memang itu yang terjadi."
"Ya sudah Dev, kita enggak usah bahas yang tadi pagi, lupakan saja. Aku kasihan malah nanti Biya tambah pusing halunya melebar kemana-mana."
Aku membiarkan mereka terus meledekku dan memilih mencari tempat duduk paling belakang. Hari ini aku benar-benar sedang kacau, aku harus menata hati untuk menerima semua ini. Tidak selang lama Pak Kafa masuk dan kelas mulai sunyi.
Pak Kafa mmemang cukup menarik perhatian mahasiswi disini karena wajahnya yang tampan dan pembawaanya yang menarik tapi jangan lupakan sadisnya pas mengajar ya!
"Sekarang kumpulkan tugas minggu lalu!" Perintahnya dengan nada yang sangat dingin.
Aku membuka-buka tasku mencari tugas yang sudah sejak minggu lalu selesai aku kerjakan. Teman-teman yang lain sudah terlihat maju untuk mengumpulkan tapi aku belum bisa menemukan tugasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Kafa Biya (Terbit)
Teen FictionCinta akan indah pada waktunya di bawah ikatan halal. Cerita tentang seorang gadis yatim piatu berlatar belakang santri sebuah pondok pesantren mencoba kuliah mewujudkan cita-cita mendiang orangtuanya. Namun di tengah jalan dia mendapat banyak mas...