Marahkah?

29K 1.9K 11
                                    

Pukul 2 dini hari aku terjaga, aku mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan sepertinya masih sama seperti dua jam yang lalu belum ada tanda-tanda Pak Kafa pulang.

Aku beranikan untuk menelpon Pak Kafa namun sampai dua kali panggilan tidak ada jawaban. Bagaimanapun dia suamiku, aku harus tahu keadaanya. Lalu aku coba mengirim pesan. Sejenak aku tertawa geli mengingat Pak Kafa menamai kontaknya sendiri di hpku dengan nama 'Sayang'. Terlalu aneh untuk seorang yang datar dan sedingin Pak Kafa melakukan hal konyol ini, tapi lebih aneh lagi aku tidak berkeinginan untuk mengubahnya.

Aku mengambil wudhu untuk melakukan sholat tahajud, tak lupa aku sebut namanya dalam doaku agar dia selalu dalam lindungan Allah. Aku bermuroja'ah sebentar dan entah berapa lama aku tertidur di atas sajadah.

"Biya! Bangun!" Aku merasakan tangan dingin menepuk lembut pipiku.

Aku memekik kaget karena saat membuka mata dan wajah Pak Kafa begitu dekat. Aku segera bangun dan.. Tunggu!

Kenapa aku bisa tidur di kasur? Seingatku tadi aku ngaji di bawah?

"Maaf Pak, saya kaget!"

"Cepat sana ambil wudhu, sudah adzan shubuh. Aku ke masjid ya!" Katanya sambil mengusap lembut rambutku

"Iya Pak!"

Kenapa dia selalu mempermainkan perasaanku? Wah enggak baik ini buat kesehatan jantungku!

***

"Semalam kemana Pak?" Tanyaku ragu saat perjalanan ke kampus.

"Ada urusan, maaf ya aku ninggalin kamu sampai pagi!"

Aku butuh jawaban Pak! Bukan kata maaf.

"Enggak apa-apa Pak, yang penting Bapak baik-baik saja."

"Sesulit itu ya merubah panggilan untukku?"

"Maaf Pak, nanti Biya coba ya, takut salah manggil kalau di kampus."

"Memangnya kenapa?"

"Ya takut saja, orang-orang mengira aku modus sama Bapak."

"Kamu memikirkan perasaan orang lain sementara perasaan suami sendiri tidak di pikirkan!"

Katanya dengan amat sangat tenang tanpa ada nada marah tapi begitu tepat menusuk jantungku.

"Sudah jangan di pikirkan, aku cuma bercanda. Enggak usah memikirkan yang tidak terlalu penting!" Katanya lagi sambil tersenyum manis dan mengusap kepalaku, dan aku masih diam sibuk mengendalikan kerja jantungku.

"Mau kuliah atau nungguin aku di sini saja?" Tegurnya karena aku diam terlalu lama.

"Ya kuliah dong Pak!"


Seperti biasa aku harus celingukan melihat situasi sebelum keluar dari mobil. Saat di rasa aman aku buru-buru keluar dan berlari setelah Pak Kafa jauh.

Bruukkk!!

Aku terpental karena menabrak seseorang.

"Biya! Masya Allah, kamu tidak apa-apa?" Tanya Kak Adam panik sambil membantuku bangun.

"Maaf Kak, aku buru-buru jadi enggak lihat."

"Kakak justru khawatir sama kamu!"

"Aku enggak apa-apa Kak beneran, maaf ya aku harus ke kelas."

"Biya, tunggu!"

"Ada apa kak? "

"Sampai kapan kamu mau menghindariku? Tolong beri Kakak kepastian!"

1. Kafa Biya (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang