Hari ini aku berangkat sendiri ke Semarang untuk persiapan acara resepsi. Mas Kafa masih ada pekerjaan yang harus di selesaikan dan Mbak Zara sudah lebih dulu berangkat. Aku dan Mas Kafa sudah mulai menempati rumah sendiri karena aku pikir akan lebih baik jika bisa mengurusi suami sendiri dan tidak tergantung pada ibu mertua.
"Assalamualaikum Mas!" Sapaku ketika menjawab telepon
"Sudah di mana Sayang?"
Haduuh, masih saja deg-degan dengarnya.
"Enggak usah deg-degan begitu, baru di panggil Sayang saja padahal sudah dapet yang lebih."
"Ngeselin ya untung jauh. Aku sudah perjalanan ke pesantren Mas, di jemput Hanif."
"Oh ya, hati-hati. Aku jadinya besok sore ya bareng sama Azka juga, kasihan dia kerepotan bawa Nayla suaminya belum bisa pulang."
"Iya Mas enggak apa-apa, hati-hati juga ya!" Pesanku sebelum menutup telepon.
"Haduuuh, kapan ya abah jodohin aku? Tersiksa aku ngelihat Mbak-mbakku yang selalu bermesraan." Ini Si Hanif ngomong enggak pake di pikir dulu.
"Selesaikan dulu itu mondoknya, baru mikirin nikah. Orang makan saja masih minta suapin sama umi sudah gaya-gayaan mau nikah."
"Loh ya nanti kalau sudah nikah gantian minta suapin istri Mbak, masa begitu saja pakai dibilangin!"
"Sebahagiamu Nif!"
"Haha, biasa saja mukanya. Tapi aku bahagia ngelihat Mbak Biya sudah ada sesorang yang jagain, jadi aku sudah tenang."
"Memang kemarin enggak tenang?"
"Enggak, kalau ngelihat mbak Biya nangis di makam itu rasanya miris banget, pengen aku nikahin saja Mbak Biya."
Plakk
"Aduuhh, sakit Mbak. Kira-kira lah kalau mau nabok! " Kata Hanif sambil mengelus lengannya.
"Maaf deh soalnya kamu kalau ngomong asal!"
"Mbak bahagia enggak sama Mas Kafa?"
"Insyaallah bahagia, makasih ya adiku yang gantengnya nanggung sudah baik banget sama Mbak Biya."
"Idih enggak ikhlas banget mujinya!"
"Haha, enggak boleh berlebihan."
Aku bahagia, sangat bersyukur setelah kehilangan kedua orang tuaku ada keluarga abah yang selalu ada untukku. Di antara semua anak Abah memang aku paling dekat dengan Hanif.
*****
Hari ini digelar acara resepsiku dan Mas Kafa. Seperti biasa acara digelar di halaman utama pesantren. Aku sangat bersyukur karena banyak mendapat barokah doa dari kyai dan ulama kenalan abah. Aku sebenarnya cukup terkejut dengan keinginan Mas Kafa memakai sarung untuk busana pernikahannya, tapi setelah dia memakainya malah akunya yang enggak bisa berpaling. Ganteng parah.
Kami mengikuti semua proses acara dengan perasaan bahagia. Banyak teman-temanku yang alhamdulillah bisa hadir dan memberikan doa. Acara berlangsung hingga sore hari dan pada malam hari di lanjutkan dengan acara sholawat yang akan di bawakan oleh grup sholawat yang sedang hitz di Seamrang ini.
Aku sudah bilang sama abah agar acaranya sederhana saja tapi jawaban abah membuatku harus kembali mengucap syukur.
"Semua anak Abah harus sama, dulu mbak-mbakmu juga begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Kafa Biya (Terbit)
Teen FictionCinta akan indah pada waktunya di bawah ikatan halal. Cerita tentang seorang gadis yatim piatu berlatar belakang santri sebuah pondok pesantren mencoba kuliah mewujudkan cita-cita mendiang orangtuanya. Namun di tengah jalan dia mendapat banyak mas...