Namanya SalsaBilla

24K 1.5K 11
                                    

Tak terasa aku dan Devi sudah magang di sini selama dua bulan. Aku merasa hari ini tidak seberat minggu -minggu lalu bahkan aku sama Devi bisa menikmati makan siang kami dengan santai. Atau mungkin memang benar kata Mas Kafa kalau kantor sedang banyak deadline makanya harus lembur.

"Woyy, ngelamunin apa sih?" Tegur Devi.

"Enggak, baru kali ini kita bisa makan dengan santai biasanya sambil ngerjain banyak dokumen."

"Iya juga, tinggal dua minggu lagi kita di sini, tapi akunya malah sedih."

"Kenapa?"

"Ya bayangin saja habis magang, nyusun laporan dan itu artinya kita akan segera menyusun skripsi, cobaan silih berganti."

"Haha lebai, jalanin terus asal usaha dan tawakal aku yakin kita bisa."

"Ya kamu enak ada yang bantuin nyusun skripsi."

"Apanya? Kamu enggak lihat selama di sini memang pernah aku di bantuin sama dia masalah tugas magang?" Protesku.

"Haha bener juga ya, dia jadi suami kamu pas pagi datang sama sore pulang saja sama makan siang itupun jarang. Nasibmu Bi!"

"Mending lah daripada jomblo."

"Sialan, temen durhaka!"

Aku hanya tertawa mendengar Devi ngomel-ngomel sampai kita kaget tiba-tiba ada dua pegawai yang mendatangi ruangan.

"Enak ya sekarang sudah ketawa-ketawa."

"Maaf Bu!" Aku berusaha minta maaf.

"Kalian berani ya laporin kita ke Pak Kafa sampai kita di tegur langsung sama beliau. Kalian enggak ikhlas kerja di sini?"

Mas Kafa negur mereka??

"Maaf Bu, kita enggak pernah melaporkan apapun pada Pak Kafa." Aku mencoba menjelaskan.

"Kalau begitu jangan banyak berulah, anak magang itu seharunya mengerjakan apa yang diperintahkan."

"Bu Tapi Biya ini-" Aku memegang tangan Devi memperingatkannya untuk tidak meneruskan omongannya.

"Baik Bu, kami minta maaf."

Tanpa menjawabku mereka meninggalkan ruangan dengan berbisik-bisik, entah apa yang mereka bicarakan.

"Kamu kenapa sih Bi, biar saja kali mereka tahu biar enggak semena-mena lagi sama kita."

"Enggak perlu Dev, aku takut nanti mereka jadi malu dan enggak enak. Biarin saja, toh kita juga dapat banyak ilmu kan? Ya meskipun aku juga kesal."

Sore ini aku pulang nebeng Devi karena Mas Kafa ada kuliah sore. Sebelumya aku minta izin Mas Kafa untuk mampir ke toko buku sebentar.

Aku dan Devi mencari beberapa buku untuk referensi menyusun skripsi. Di saat aku tengah asyik memilih beberapa buku, ada seorang wanita yang mendekatiku dan menyapa.

"Adik ini mahasiswanya Kafa bukan ya?"

Aku coba mengingat wajah perempuan cantik ini. Oh iya, aku beberapa kali melihat dia di kampus, dan waktu itu dia yang ngobrol akrab dengan Mas Kafa. Aku mencoba tersenyum.

"Iya Mbak, maaf dengan?"

"Saya Salsabilla, bisa di panggil Billa."

"Oh iya, Mbak Billa." Aku menerima uluran tangannya dan tersenyum tapi entah kenapa ada yang aneh dengan perasaanku.

"Lagi cari buku apa?"

"Ini Mbak buat referensi skripsi."

"Sebentar lagi skripsi ya? Enggak lama lagi lulus dong? semoga lancar ya"! Katanya sambil tersenyum manis.

"Amin, terimakasih ya Mbak."

"Kalau begitu lanjutkan, saya permisi ya."

"Iya Mbak."

Aku terus memikirkan wanita itu, dia cantik, sopan dan sangat anggun. Cara berpakaiannya juga elegan dan kelihatannya sangat dewasa. Entah kenapa ada perasaan aneh yang selalu muncul di hatiku, padahal tidak terjadi apa-apa.

*****

Devi sudah mengantarku sampai rumah, setelah berpamitan dengan Devi aku masuk lalu membersihkan diri dan anjut menyiapkan makan malam sambil menunggu Mas Kafa pulang. Sekitar pukul 8 malam Mas Kafa baru pulang, tadi dia pamit menyelesaikan konsultasi skripsi mahasiswa.

"Banyak yang konsul Mas?" Tanyaku sambil mengambilkannya nasi.

"Empat, tapi banyak yang revisi. Kayaknya sih mereka banyak yang cuma asal copy paste saja."

"Seringnya begitu sih Mas."

"Kamu besok jangan, ya semisal ada yang terpaksa copy paste minimal di cek dan disesuaikan."

"Siap, besok aku konsulnya di rumah saja ya Mas biar cepet selesai."

"Enggak bisa dong, di rumah ada tugas yang lain." Katanya dan seperti biasanya dengan senyum jahil.

"Jenis senyum apa itu?"

"Senyum menggoda Biya!"

Aku menutup wajahknya dengan tangan karena sejak tadi dia tidak berhenti menatapku.

"Oh iya Mas, tadi waktu di toko buku aku ketemu sama Mbak Billa." Aku mencoba mengalihkan perhatiannya, tapi ternyata responnya di luar dugaan. Dia yang sedang minum tiba-tiba tersedak saat aku menyebutkan nama Billa.

"Ya Allah Mas, hati-hati minumnya."

"Ketemu Billa? Terus?"

"Ya enggak ada terusnya, cuma kenalan saja. Kenapa sih kok jadi tegang begitu?"

"Enggak apa-apa Sayang, kan waktu itu kamu cemburu sama dia takutnya nanti saling jambak."

"Astaghfirullah tega bener sama istri, enggak juga lah kalau di jambak paling aku lempar, haha!"

"Haha, sadis! Sayang, kita nonton yuk aku punya film bagus."

"Boleh, korea kan?" tanyaku antusias.

"Bukanlah. Sudah ayo ikut saja!"

"Sebentar aku beresin ini dulu, Mas Kafa duluan saja."

"Oke Sayang, bawain kopi ya!"

"Siap!"

Malam itu aku menemani Mas Kafa menonton film barat bergenre action kesukaanya, sebenarnya aku juga suka tapi lebih suka drama korea. Enggak ada genre khusus sih, kalau aku pertama yang dilihat adalah pemainnya, kalau pemainnya menarik baru aku tertarik nonton masa bodoh sama genrenya.

Sampai pukul 11 filimnya baru selesai dan entah dari jam berapa aku sudah terlelap tidur di pangkuan Mas Kafa sampai dia membangunkanku untuk pindah ke kamar.

Di tengah tidurku yang tidak terlalu nyenyak, aku melihat Mas Kafa memandangiku cukup lama. Entah apa yang dia pikirkan, berulang kali dia mengusap pipiku, mencium keningku. Dia terlihat menangis, ingin sekali aku membuka mata menanyakan keadaanya tapi aku urungkan kelihatannya dia sedang banyak pikiran.

"Maafin Mas Kafa ya Sayang kalau belum bisa membahagiakan kamu." Dia bergumam sendiri.

Sebenarnya Mas Kafa kenapa?

Dia memposisikan dirinya di sampingku memelukkuerat sambil terus beristighfar. Aku hendak bangun namun sepertinya Mas Kafa sudahtidur terdengar dengkuran halusnya.


1. Kafa Biya (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang